Langsung ke konten utama

VINAYA PITAKA "CATTARO SILAKKHANDA"

CATTARO SILAKKHANDHA
Silakkhandha atau kelompok sila terdiri dari  semuanya yang termasuk latihan moral dan semua kumpulan moralitas. Kelompok sila ini merupakan kelompok  (khandha) pertama dari lima kelompok yang mencakup seluruh ruang lingkup perkembangan  keagamaan untuk mencapai  Nibbana.  Empat lainnya adalah Samadhikkhandha, Pannakkhandha, Vimuttikkhandha, dan  Nanadassanakkhandha.
Sikkhapada untuk pabbajjita beraneka ragam sesuai dengan kelompok (parisad) dari pabbajjita. Meskipun demikian latihan dasar untuk semua pabbajjita adalah sama. Latihan dasar yang berkenaan dengan kehidupan samana dapat kita jumpai dalam Samanaphala Sutta. Sikkhapada ini yang merupakan pendahuluan dari Samadhi terdiri dari empat tahap, yaitu:
1. Sila, latihan moral
2. Indriya-samvara, pengendalian indriawi-indriawi
3. Sati-sampajanna, sadar dan pengendalian diri
4. Santthuti, puas menerima dengan ikhlas sesuatu yang diperoleh.
Di dalam Kitab Atthakatha, Visudhimagga, Sikkhapada ini dijelaskan secara umum atas empat kelompok sila (Cattaro Silakkhandha), yaitu:
1. Patimokkha-Samvara Sila,
2. Indriya-Samvara Sila,
3. Ajivaparisuddhi Sila,
4. Paccayasannissita Sila.
2.2 PATIMOKHA-SAMVARA SILA
Kaidah dan peraturan-peraturan latihan sila yang diberikan dalam Sutta Pitaka sebagai dasar dari kehidupan beragama  dan dijabarkan dalam Vinaya Pitaka. Kode larangan-larangan dan pelaksanaan kehidupan keviharaan yang terdapat dalam Vinaya Pitaka dimaksudkan terutama sebagai persiapan dasar untuk pengembangan batin. Peraturan ini disebut Patimokkha Sila  yang terdiri dari 227 peraturan latihan. Pengendalian-diri yang selaras dengan Patimokkha adalah Patimokkha-Samvara Sila.  Patimokkha Sila ini diklarifikasikan menjadi delapan kelompok yaitu:
1.      Parajika 4 (jika dilanggar menyebabkan seorang bhikkhu kehilangan status kebhikkhuannya
2.      Sanghadisesa (13 disiplin), jika dilanggar harus diselesaikan oleh Sangha minimal 20 bhikkhu
3.      Aniyata (2 disiplin)
4.      Nissagiya pacitiya (30 disiplin) untuk mengatasi keserakahan materi
5.      Pacittiya (92 disiplin) bila dilanggar menyebabkan kemerosotan moral
6.      Patidesaniya (4 disiplin) berkenaan dengan penerimaan makanan
7.      Sekhiyadhamma (75disiplin) tatakrama
8.      Adhikaranasamatha (7 disiplin) berkenaan proses hukum  untuk penyelesaian masalah dalam sangha
Pelaksanaan 227 peraturan-latihan dalam Patimokkha akan menimbulkan kesucian sila yang dirangkum dalam tiga asas atau dasar ucapan-ucapan benar, perbuatan-perbuatan benar dan pikiran-pikiran benar.
Para bhikkhu yang mematuhi tiga asas tersebut, mengembangkannya hingga sempurna bersama-sama dengan keyakinan yang kuat serta penghormatan yang sangat terhadap sila-sila Patimokkha, menolak untuk melanggarnya walaupun akan membahayakan jiwanya sendiri, maka akan memiliki kekuatan kesucian sila yang handal untuk pengembangan batin selanjutnya.
Di dalam Visuddhimagga (I,36) disebutkan:
"Dalam mensucikan Patimokkha relakanlah kematian; janganlah meninggalkan sila yang diberikan oleh Sang Buddha, Guru Dunia".
2.3 INDRIYA-SAMVARA SILA.
Apabila seorang bhikkhu memiliki tingkah laku selaras dengan Patimokkha, maka ia perlu mengendalikan indriyanya, karena pengendalian indriya merupakan fenomena yang esensisial untuk menjaga sila. Latihan pengendalian indriya ini disebut Indriya-Samvara Sila
Apabila pikiran telah terlepas sama sekali dari kecenderungan yang rendah dan tidak mudah bergejolak, tidak akan banyak  usaha dilakukan untuk  menghindari keadaan yang tidak diinginkan, kecuali bagi mereka yang tidak terkendali indriyanya.
Kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan mengekang dan mengendalikan, baik alat-alat penginderaan maupun kegiatan-kegiatannya. Apabila seorang bhikkhu menjauhkan pikirannya dari objek-objek luar dan menjaganya dengan kesadaran-murni (Sati) maka pengendalian yang sempurna indiya-indriya akan terjamin dan Patimokkha-Samvara sila terjaga dengan baik.
2.4 AJIVAPRISUDDHI SILA.
Seorang bhikkhu yang telah terlatih dalam Patimokkha (pengendalian aktivitas-aktivitas jasmaniah dan mental), harus memiliki hidup bersih yang ideal. Dalam hal ini, ia menghindari pelanggaran sila yang diberikan oleh Sang Buddha untuk kesucian penghidupan; ia menghindari penipuan, mengagungkan diri sendiri, prasangka buruk dan semua cara buruk untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kesucian penghidupan adalah kebutuhan yang esensi bagi para bhikkhu yang ingin melakukan latihan samadhi. Kebutuhan yang mendasar itu diperoleh dengan meninggalkan penghidupan salah dan semata-mata tergantung pada kebutuhan-kebutuhan yang diperoleh dengan cara yang layak bagi pabbajjita.
seorang bhikkhu yang mendapatkan semua kebutuhan hidupnya dari pemberian Sangha atau dari gharavasa yang merasa puas atas pelaksanaan kehidupan kebhikkhuannya, dapat dipandang sebagai penghidupan yang suci. Demikian juga bagi mereka yang mendapat kebutuhannya dari "meminta secara keagamaan", juga dipandang sebagai penghidupan suci.
2.5 PACCAYASANNISSITA SILA
Latihan disiplin yang diberikan oleh Sang Buddha disusun dengan dijiwai oleh semangat ilmiah dan dari pengalaman dalam pencapaian Nibbana. Samadhi sebagai kegiatan batin yang mendalam memerlukan latihan jasmani yang tertentu dalam tahap permulaan.
Kemajuan spiritual dan pencapaian batin membutuhkan perlengkapan untuk perkembangan sepenuhnya. Dalam hal ini, pertama-tama dibutuhkan adalah jasmani yang sehat, yang mampu mengadaptasi semua keadaan sehingga tidak timbul perasaan-perasaan yang terganggu oleh emosi-emosi dan dorongan-dorongan yang rendah. Oleh sebab itu kesehatan jasmani memegang peranan penting dalam kehidupan pabbajjita.
Dalam hubungan ini agama Buddha sangat menekankan pada kesucian, kesederhanaan dan kepatuhan terhadap peraturan yag berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari dari pabbajjita. Kebutuhan yang diperkenankan untuk para bhikkhu adalah: (a) Civara (jubah), (b) Pindapata (makanan yang diterima sebagai dana), (c) Senasana (tempat berdiam) dan (d) Bhesajja (obat-obatan).
1.      Civara (Jubah)
Sang Buddha melarang para bhikkhu menggunakan kulit hewan,kulit pohon , dan hanya mengunakan cawat atau bahkan telanjang, Sang Buddha melarang berpakaian secara demikian dan mentahbiskan para pengikutnya dengan memakai jubah yang dibuat dari potongan-potongan kain yang tidak ada nilai ekonominya lagi (pamsakula).
Kemudian Sang Buddha memberikan kelonggaran dengan mengijinkan para bhikkhu menerima dana jubah atau kain untuk jubah. Akan tetapi, nilai ekonominya dari kain itu harus dihilangkan dengan memotongnya menjadi potongan-potongan kecil dan kemudian disambung kembali untuk dibuat sehelai jubah. Namun, harus senantiasa disadari bahwa jubah adalah untuk menutupi badan dari hawa dingin dan panas, untuk melindungi diri dari serangan-serangan dan angin serta untuk menutupi badan yang harus ditutupi.
2.      Pindapata (Makanan Yang Diterima Sebagai Dana).
Para bhikkhu yang melaksanakan samadhi harus memiliki jasmani yang sehat. Oleh karena itu, ia harus memakan makanan secukupnya, tidak kurang maupun tidak berkelebihan. Makanan yang secukupnya akan meningkatkan kekuatan jasmaniah yang harmonis dengan ketenangan batiniah.
Disiplin mengenai makanan diberikan sangat terinci dalam Sutta-Sutta. Dalam Vinaya Pitaka banyak peaturan-peraturan mengenai makanan, yang tidak hanya tentang banyaknya dan jenis makanan, tetapi juga terhadap waktu dan cara makanan itu diambil. Pengendalian dan sikap terhadap makanan juga membawa kepada perilaku yang baik. Oleh karena itu sikap yang tidak baik yang berkenaan dengan makanan harus dihindarkan dalam kehidupan kebhikkhuan.
Seorang bhikkhu setiap akan mengambil makanan harus merenungkan bahwa makanan yang diambil hanya untuk kelangsungan hidup, untuk memberi kekuatan dan bukan untuk kesenangan serta memperindah badan.
3.      Senasana (Tempat Tinggal).
Tempat yang tenang dalam hutan, di bawah pohon atau tempat-tempat lain yang tentang akan banyak monolong untuk menaklukan diri sendiri dan pencapaian kesempurnaan. Sang Buddha sendiri sewaktu mencapai Jalan untuk mencapai Penerangan Sempurna, menjauhi duniawi dan melaksanakan samadhi di dalam hutan, di dalam gua-gua dan di bawah pohon-pohon. Oleh sebab itu, wajarlah anjuran dari Sang Buddha yang terdapat dalam Majjhima Nikaya (1,46) sebagai berikut:
"Para bhikkhu, disana ada pohon-pohon, disana ada ketenangan; pergilah dan samadhi".
Akan tetapi, walaupun demikian, demi kebaikan orang lain, Beliau juga mengijin para bhikkhu berdiam di dalam tempat tinggal yang terlindung (senasana) dan memberikan berbagai peraturan keviharaan sebagai pegangan Sangha.
Banyak bahaya yang mungkin akan menimpa para bhikkhu yang tinggal di tempat terbuka, seperti di bawah pohon atau di tempat terbuka lainnya yang tidak ada pintu yang dapat melindunginya dari berbagai gangguan dan objek-objek yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, Sang Buddha mengizinkan para bhikkhu untuk berdiam dalam vihara yang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Vinaya.
Sewaktu mempergunakan tempat tinggal seorang bhikkhu harus menyadari tujuan yang sesungguhnya berdiam di sana agar tidak timbul rintangan-rintangan sewaktu melatih samadhi. Ia harus senantiasa merenungkan bahwa penggunaan tempat tinggal (senasana) adalah untuk melindungi badan dari hawa dingin dan panas, dari tiupan angin dan hujan, serangga dan binatang-binatang lainnya.
4.      Bhesajja (Obat-Obatan)
Jika seseorang bhikkhu sakit, ia harus memakan obat menurut petunjuk dokternya dan yang selaras dengan Vinaya. Ia hanya diperbolehkan memakai obat yang dibuat dari bahan-bahan yang tidak tercela dan menyadari kegunaan dan tujuan mempergunakan obat itu. Ia harus merenungkan bahwa pemakaian obat itu adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan penyakit yang diderita dan bukan untuk memperindah badan.

Para bhikkhu harus memahami bahwa menggunakan empat kebutuhan hidup yang layak bagi pabbajjita adalah demi kesejahteraan yang tidak dikotori oleh keserakahan (lobha) dan untuk memperoleh kesucian sila dalam empat kebutuhan pokok dalam hidup sehari-hari (parisuddhi sila).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTERISTIK INOVASI

BAB II KARAKTERISTIK INOVASI 2.1 Pengertian Karakteristik Inovasi Secara etimologis, istilah karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni  characteristic , yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu. Secara garis besar karakteristik itu adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Secara umum, Karakteristik Inovasi Pendidikan dapat diartikan berdasarkan kata Karakteristik dan Inovasi Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak atau karakter yang dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, tanda khusus. Inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery yang di gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendid

ANALISIS PEMBELAJARAN

Pengertian Analisis Pembelajaran Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Analisis memiliki arti sebagai tindakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dalam makna lain analisa atau analisis dikatakan sebagai kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah kegiatan atau tindakan guna meneliti struktur kegiatan atau tindakan tersebut secara mendalam. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu upaya merangkum sejumlah besar data  mentah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk kemudian diolah menjadi informasi yang dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Analisis pembelajaran adalah langkah awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pembelajaran. Langkah-langkah sistematis pembelajaran secara keseluruahan terdiri atas ; 1). Analisis kebutuhan pembelajaran, 2) Menentukan tujuan pembelajaran, 3). Memilih dan mengembangkan bahan ajar, 4). Memilih sumber belajar yang relvan, 5). Memili

Sistem Pendidikan di Italia

Italia menganut sistem pendidikan berupa sekolah publik yang cakupannya sangatlah luas dimana sistem pendidikan di negara ini sudah berlangsung sejak 1859, ketika Legge Casati (Casati UU) mengamanatkan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama (Penyatuan Italia, terjadi di tahun 1861). Undang-undang yang dibuat Casati merupakan undang-undang yang mewajibkan pendidikan dasar dengan tujuan untuk mengurangi buta huruf yang ada di negeri Italia. Undang-undang ini memberikan kontrol pendidikan dasar ke satu kota, dari pendidikan menengah ke regioni (negara), dan perguruan tinggi yang dikelola oleh Negara. Bahkan dengan Undang-Undang Casati yang telah diberlakukan dengan mewajibkan siswa untuk mendapatkan pendidikan, tetap saja masih ada anak yang tidak dikirim sekolah oleh orangtuanya terutama di daerah pedesaan bagian Selatan Italia. Seiring berjalannya waktu, undang-undang yang mengatur tentang pendidikan terus dikaji hingga akhirnya Italia memiliki suatu sistem yang digunakan oleh s