Pada suatu
waktu Bodhisattva dilahirkan kembali sebagai seekor gajah. Gajah tersebut
berwarna putih cemerlang dan bersinar bagaikan perak yang dipoles. Kakinya
begitu mengkilat dan seterang vernisan yang terbaik. Mulutnya semerah karpet
merah yang berharga, bersinar dalam lima warna: biru, kuning, merah, putih, dan
merah tua.
Keindahan yang
luar biasa dari gajah yang istimewa hanyalah bentuk luar dari Bodhisattva.
Tetapi hal itu hanyalah cerminan biasa saja dari keindahan hati dari
Bodhisattva. Karena dalam banyak kelahiran sebelumnya ia telah memenuhi
hidupnya dengan sepuluh kesempurnaan yaitu kekuatan, keyakinan, kejujuran,
kebaikan, melepaskan rasa kemelekatan, kebijaksanaan, kesabaran, kemurahan hati,
dan tentunya cinta kasih.
Ketika ia
dewasa, semua gajah lainnya yang berada di hutan datang untuk mengikuti dan
melayaninya. Tidak lama kemudian pengikutnya berjumlah depalan puluh ribu ekor
gajah.yang membentuk kerajaannya. Kawanan gajah yang berjumlah besar itu
mempunyai banyak gangguan. Agar dapat hidup lebih tenang, ia memisahkan diri
dari kawanan itu dan hidup sendiri di hutan terpencil. Karena kebaikan dan
kesuciannya yang mudah terlihat oleh orang lain, ia dikenal dengan sebutan Raja
Gajah yang Baik Hati.
Sementara itu
suatu ketika seorang perambah hutan dari Benares berkelana melalui jalan
setapak di Himalaya. Ia sedang mencari barang berharga yang dapat dijual di
Benares. Setelah beberapa lama ia mencari, ia kehilangan arah dan tersesat. Ia
berlari kian kemari mencari jalan pulang. Tak lama kemudian ia pun kecapaian
dan ketakutan setengah mati. Tubuhnya mulai gemetar dan ia berteriak penuh
ketakutan. Raja Gajah Yang Baik Hati ini mendengar isakan pengelana yang
tersesat dan ketakutan itu. Tmbul rasa iba dan belas kasihnya. Berharap dapat
membantunya dengan segala cara, ia berjalan menyusuri hutan tempat pengelana
itu berada. Tetapi pengelana ini dikuasai oleh kepanikan yang luar biasa sehingga ketika melihat seekor gajah raksasa
yang menghampirinya, ia berusaha melarikan diri. Melihat hal itu, sang Gajah
yang bijaksana berhenti dari langkahnya. Pengelana pun berhenti berlari.
Kemudian ektika raja Gajah ini mulai melangkah menuju sang pengelana, lelaki
ini kembali berlari, dan berhenti bila sang gajah berhenti.
Saat itu
laki-laki itu berpikir, "Gajah yang baik hati! Ketika aku berlari, ia
berhenti, dan ketika aku berhenti, ia berjalan ke arahku. Tentunya ia tidak
bermaksud untuk melukaiku, sebaliknya ia pasti ingin menolongku!"
Menyadari hal ini membuatnya berani untuk berhenti dan menunggu.
Sambil berjalan
perlahan ke arah pengelana itu, sang gajah bertanya, "Wahai manusia
sahabatku, mengapa engkau berkeliaran tanpa tentu arah dan berteriak penuh
kepanikan?" "oh tuan gajah", jawab laki-laki itu. "saya
kehilangan arah, tersesat penuh keputusasaan dan saya takut bila saya mati
karenanya!'
Lalu gajah
mengajak sang pengelana ke tempat tinggalnya. Beliau menjamunya dengan
buah-buahan terbaik dan kacang-kacangan, membuatnya nyaman dan terhibur.
Setelah beberapa hari beliau berkata, "Sahabatku jangan kuatir aku akan
membawamu ke perkampungan. Duduklah di punggungku. Kemudian Sang gajah
menggendongnya menuju perkampungan.
Sementara duduk
dengan nyaman di atas makhluk agung tersebut, ia berpikir, "Bila
orang-orang bertanya ke mana saja aku selama ini. Aku harus bisa menjawabnya.
"Jadi selagi didukung dengan amannya oleh gajah yang baik hati, ia
mengingat semua tanda di sepanjang perjalanan. Setelah keluar dari hutan yang
lebar dan mendekati jalan menuju Benares, Raja gajah yang baik hati berpesan,
"Sahabatku, susurilah jalanan ini menuju Benares. Ditanya ataupun tidak,
tolong jangan katakan kepada siapa pun tempattinggalku." Selesai
mengucapkan kata perpisahan, gajah berbudi berbalik dan berjalan menuju tempat
tinggalnya yang tersembunyi dan aman.
Lelaki tersebut
dapat pulang ke Benares dengan mudah. Lalu suatu hari, sewaktu ia berjalan di
pasar, ia memasuki toko yang menjual ukiran gading. Pengrajin di situ mengukir
gading menjadi patung, ukiran pemandangan, dan bentuk-bentuk lain yang indah.
Perambah hutan ini bertanya kepada pengrajin, "Maukah engkau membeli
gading yang berasal dari gajah hidup?"
Pengrajin
gading itu berkata, "Pertanyaan
macamapa itu! Semua orang tahu bahwa gading yangberasal dari gajah hidup jauh
lebih berharga dibandingkan dengan gading yang berasal dari gajah yang sudah
mati." Bila demikain aku akan membawakanmu beberapa gading gajah yang
hidup," jawab perambah hutan.
Dengan hanya
memikirkan uang yang akan diterima, dan tidak
memikirkan keselamatan raja gajah, dan tidak mengingat budi baik gajah
yang telah menolong nyawanya, lelaki itu memasukkan gergaji tajam ke dalam
kantu perbekalannya dan memulai perjalanan menuju kediaman sang Raja gajah.
Setibanya di
sana, Raja gajah bertnay, "Oh manusia sahabatku, apakah gerangan yang
membawamu kembali lagi?" Dengan membuat-buat sebuah cerita, lelaki yang
taman itu menjawab, "Tuanku gajah, aku orang yang miskin, hidup sangat
sederhana. Karena keadaan ini sangat sulit bagi saya, saya datang untuk meminta sebagian kecil dari gading anda. Jika
anda dapat memberikannya kepada saya, saya akan membawanya pulang dan
menjualnya, kemudian saya dapat menghidupi diri saya dan bertahan hidup
beberapa saat lagi."
Jatuh iba
kepada laki-laki itu, gajah yang baik hati berkata, "Tentu saja sahabatku,
saya akan memberimu sepotong besar gading! Apakah kamu kebetulan membawa
gergaji?" "Ya, Tuan." kata lelaki itu, "Saya membawa sebuah
gergaji." Baiklah, kata raja gajah yang baik dan dermawan,"Potonglah
kedua gading milik saya ini." Seraya berlutut dan menyodorkan gadingnya
yang amat putih keperakan. Tanpa sedikit pun rasa menyesal, orang tersebut
menggergaji sepotong besar dari tiap gadingnya.
Bodhisattva
mengambil kedua potong gading tersebut dengan belalainya, Ia berkata,
"Sahabatku, akaumemberimu kedua potong gadingku yang indah ini bukan
karena aku tidak menyukainya dan ingin menyingkirkannya. Tidak pula karena
kedua gading ini tidak berharga bagiku. Tetapi gading dari semua kebijaksanaan
yang dapat diselami, yang akan membawa kita menemukan Kebenaran adalah seribu
kali lebih indah bahkan seratus kali lebih indah dan berharga."
Dengan
memberikan gading indahnya kepada orang tersebut sang Gajah berharap kemurahan
hatinya dapat membawa lelaki itu ke arah kebijaksanaan tertinggi. Lelaki itu
pulang dengan menjual kedu apotong gading tersebut. Tak lama baginya untuk
menghabiskan semua uangnya, sehingga ia kembali lagi kepada Raja Gajah yang baik
hati. Ia memohon kepadanya, "Tuan, yang kudapat dengan menjual gadingmu
hanyalah cukup untuk membayar hutang-hutangku. Saya tetap orang yang miskin,
hidup sangat sederhana. Keadaan masih sangat sulit di Benares, jadi tolong
berikan sisa gadingmu, oh tuan yang murah hati!"
Tanpa ragu,
raja Gajah memberikan sisa gadingnya. Lelaki itu memotong semua gading yang
terlihat, sampai ke tulang tengkorak sang Gajah! Tanpa mengucapkan terima
kasih, ia pergi. Gajah yang baik hati tak lebih hanya sebagai sumber uang bagi
lelaki itu. Ia membawa pulang gading itu ke Benares, menjualnya dan
menghabiskan uang hasil penjualannya itu.
Sekali lagi
perambah hutan kembali ke tempat Raja Gajah yang baik hati, dan ia kembali
memohon kepadanya, "Oh Raja Gajah yang terhormat sangatlah sulit untuk
mencari mata pencaharian di Benares. Kasihanilah saya dan perkenankan aku
memiliki sisa dari gadingmu, akar gadingmu. Kemurahan hati yang sempurna
berarti memberikan segalanya. Sehingga, sekali lagi Raja Gajah berlutut dan
menyodorkan sisa gadingya. Kemudian ia dengan kasarnya menggali dengan
tumitnya, mengelupasi dan merobek daging empuk, sisa gading yang begitu indah.
Ia menggunakan gergajinya yang tumpul untuk memotong dan mencabut akar gading
tersebut dari tempurung gajah yang berbudi luhur.
Perambah hutan
pergi dengan membawa gading yang berlumpuran darah. Ia tidak menunjukkan sama
sekali rasa terima kasih atau menyesal karena ia berpikir bahwa tidak ada
alasan lagi baginya untuk bertemu kembali dengan sang Gajah. Bumi yang dapat menahan
apa saja di dunia ini, pada akhirnya tidak dapat menahan kejahatan luar biasa
yang dilakukan oleh perambah hutan tersebut. Sehingga ketika ia tidak lagi
terlihat oleh gajah yang sedang menderita, bumi terbelah dan menelannya. Api
dari alam neraka yang paling dalam menjulur ke atas, menelannya dalam bara
berwarna merah menyala yang membawanya menuju kehancuran!
Hikmahnya: Orang yang tidak jujur, serakah dan
tidak tahu berterima kasih berarti menggali kubur bagi dirinya sendiri, menuju
ke alam penderitaan yang berkepanjangan.
Kemurahan hati yang sesungguhnya tidak dibatasi
oleh kondisi negaif apapun pada orang yang akan menerimanya.
Komentar
Posting Komentar