2.1.
Gambaran
Singkat Pendidikan Sebelum Kemerdekaan
Perkembangan
pendidikan sejak Indonesia mencapai kemerdekaan
memberikan gambaran yang penuh dengan kesulitan. Pada masa ini, usaha
penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan adalah tokoh pendidik yang
telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam kongres
pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia
perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk
membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa
Indonesia sendiri. Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka sampai tahun 1965
bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek
pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Praktek pendidikan
kolonial ini tetap menunjukkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak
kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh anak-anak dari lapisan atas.
Dengan demikian, sesungguhnya tujuan pendidikan adalah demi kepentingan
penjajah untuk dapat melangsungkan penjajahannya, yakni, menciptakan tenaga
kerja yang bisa menjalankan tugas-tugas penjajah dalam mengeksploitasi sumber
dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu, dengan pendidikan model Barat akan
diharapkan muncul kaum bumi putera yang berbudaya Barat, sehingga tersisih dari kehidupan masyarakat
kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara pendidikan untuk orang
pribumi. Demikian pula bahasa yang digunakan berbeda. Namun perlu dicatat,
betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) memiliki peran yang penting dalam
melahirkan pejuang-pejuang yang akhirnya berhasil melahirkan kemerdekaan
Indonesia.
Pada
zaman Jepang meski hanya dalam tempo yang singkat, tetapi bagi dunia pendidikan Indonesia memiliki arti yang
sangat signifikan. Sebab, lewat pendidikan Jepanglah sistem pendidikan
disatukan. Tidak ada lagi pendidikan bagi orang asing dengan pengantar bahasa
Belanda. Satu sistem pendidikan nasional tersebut diteruskan setelah bangsa
Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pemerintah
Indonesia berupaya melaksanakan pendidikan nasional yang berlandaskan pada
budaya bangsa sendiri. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan
warga negara yang sosial, demokratis, cakap dan bertanggung jawab dan siap
sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas
penjajahan menekankan pengembangan jiwa patriotisme. Praktek pendidikan tidak
bisa dilepaskan dari lingkungan, baik lingkungan sosial, politik, ekonomi
maupun lingkungan lainnya. Pada masa ini, lingkungan politik terasa mendominir
praktek pendidikan. Upaya membangkitkan patriotisme dan nasionalisme terasa
berlebihan, sehingga menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri.
2.2.
Pendidikan
Masa Kemerdekaan (1945-1950)
Fokus utama
pendidikan nasional ketika Indonesia lepas dari penjajahan yaitu mencerdaskan
dan meningkatkan kualitas serta kemampuan bangsa. Tujuan sebenarnya dari
pendidikan zaman kemerdekaan adalah untuk mengisi tata kehidupan dan
pembangunan. Tujuan tersebut mengalami kendala, yaitu penjajah Belanda ingin
menjajah kembali sehingga memaksa kita kembali berjuang secara politik dan
fisik serta adanya kendala dari dalam yaitu pergolakan politik. Pendidikan pada
masa kemerdekaan walaupun dalam keadaan sulit tetapi tetap mampu menghasilkan
produk hukum tentang pendidikan, yaitu Undang- undang pendidikan Nomor 4 tahun
1950. Itulah produk hukum pendidikan Nasional pertama terlepas kemudian kita memandang
bahwa produk hukum itu kurang terang memberikan definisi tentang konsep dan
sistem pendidikan nasional.
Mohammad Yamin
adalah menteri pendidikan, pengajaran , dan kebudayaan, pada masa itu
memberikan penerangan posisi pendidikan sebagai landasan pembangunan masyarakat
indonesia secara nasional, artinya pendidikan harus mengangkat tata nilai
sosial yang menjadi identitas bangsa dengan corak budaya , tradisi , bahasa ,
agama ,ras, dan sukunya yang beragam untuk menggantikan sitem pendidikan warisan
kolonial. Secara garis besar, pendidikan nasional adalah bentuk reaksi atas
sistem pendidikan yang bersifat deskriptif dan elitis. Oleh karenanya tujuan
pendidikan nasional adalah membentuk masyarakat yang demokratis. Pada zaman
kemerdekaan kondisi sosial politik sangatlah tidak stabil. maka dari itu hal
demikian sangat berpengaruh mengenai pola dan dinamika pendidikan nasional saat
itu, yaitu terjadi beberapa kali perubahan arah dan orientasi pendidikan
nasional, misalnya pada masa permulaan kemerdekaan. Melalui SK Menteri
Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan No. 104/Bhg. 0, tanggal 1 maret 1946,
tujuan pendidikan berorientasi pada usaha menananamkan jiwa patriotisme dan
lebih jauh dimaksudkan untuk menghasilkan patriot- patriot bangsa yang rela
berkorban untuk bangsa dan negaranya. Undang- undang No. 4 tahun 1950 pasal 3,
tujuan pendidikan nasional berubah yaitu dengan adanya perumusan tujuan
pendidikan dan pengajaran (lihat lampiran hal :35 ). Pada tanggal 25 November
1945, berdiri Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mempunyai asas-asas
perjuangan sebagai berikut :
1.
Mempertahankan dan
menyempurnakan Republik Indonesia,
2. Mempertinggi
tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan,
3.
Membela hak dan nasib
buruh pada umumnya dan guru pada khususnya.
Dengan
dicantumkannya asas pertama, yaitu " mempertahankan dan menyempurnakan
Republik Indonesia, PGRI jelas bertujuan pertama- tama untuk lebih mengutamakan
perjuangan dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dari pada kepentingan –
kepentingan lain sehingga dengan demikian partisipasi guru dalam pengabdian dan
perjuangan kemerdekaan tidak sedikit. Contohnya para anak didik mereka ikut
serta dalam perjuangan republik, disamping mereka tetap mengerjakan tugas
sebagai pendidik selama perang kemerdekaan.
Tapi dalam
kenyataannya, usaha perbaikan dan peningkatan pendidikan tersebut tidaklah
semata-mata hanya diatur oleh pemerintah, tetapi masyarakat ataupun swasta pun
dapat ikut ambil bagian didalamnya. Kebijaksanaan politik pendidikan para
menteri yang bertugas antara tahun 1945-1950 dapat dikatakan belum bisa
dirasakan atau belum terlihat hasilnya. Tentunya, hal ini berkaitan dengan
kondisi sosial, politik, dan ekonomi, dan itu sangat kentara bagaimana
pergantian kementerian pendidikan diganti secara cepat dan berulang-ulang. Kita
bisa menyimpulkan bahwa usaha-usaha nyata yang pernah dilakukan pemerintah
berkaitan dengan pendidikan antara tahun 1945-1950 adalah seputar bangunan
sekolah, guru, kurikulum, sistem kerja,serta biaya. Berkaitan dengan keperluan
bangunan sekolah , tindakan utama adalah mengatasi bangunan rusak atau hancur
lebur akibat revolusi fisik atau bangunan tersebut dipakai oleh pemerintah.
Langkah pemerintah mengantispasi adalah sebagai berikut :
1.
Mendirikan bangunan–bangunan
sekolah baru kendati hal itu tidak mencukupi kebutuhan.
2. Menggunakan
perumahan- perumahan rakyat/swasta yang memadai untuk dijadikan bangunan
sekolah, dan
3.
Menyelenggarakan sistem
mengajar dua kali sehari yang berarti bahwa satu bangunan sekolah dipergunakan
oleh dua sekolah dan menyita waktu sekolah waktu dan sore.
Disamping
dilakukannya usaha pemerintah dalam mengatasi usaha kekurangan bangunan sekolah
tersebut, juga tidak kekurangan partisipasi masyarakat yang bergotong royong
membangun bangunan sekolah dengan peralatannya dan yang kemudian disumbangkan
kepada pemerintah. Usaha semacam itu juga merupakan suatu cara yang bertujuan
hendak membentuk kelas masyarakat dan dengan harapan pelajaran di sekolah akan
disesuaikan dengan keadaan masyarakat pada waktu itu.
Pengajaran
sebelum kemerdekaan disadari menunjukan sifat apatis, sedangkan hubungan antara
orang tua murid dan guru tidaklah erat. Seperti yang diketahui bahwa pada fase-
fase awal perjuangan kemerdekaan, republik telah mendapat bantuan langsung atau
tidak langsung baik material maupun moral, dari berbagai pihak yang mempunyai
itikad baik terhadap bangsa Indonesia. Sebagai contoh nyata, India dan
Australia termasuk negara yang telah menunjukan simpatinya secara positif
terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah
pendidikan antara tahun 1945- 1950 adalah pendidikan masa perjuangan. Ciri – cirri utama pada masa
periode ini ialah terdapat semacam dualisme dalam pendidikan. Disalah satu
pihak pendidikan dan pengajaran berlangsung di daerah- daerah negara
federalyang dikuasai atau dipengaruhi Belanda, sedangkan dipihak lain langsung
dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kaum penjajah Belanda juga
berusaha membuka sejumlah perguruan tinggi di daerah – daerah penduduknya, tujuannya
untuk menarik angkatan muda atau kader- kader bangsa dari segala lapangan
dengan janji serta harapan yang muluk- muluk. Di daerah pendudukan Belanda yang
berpusat di Jakarta secara diam- diam berdiri Balai Perguruan Tinggi Republik
Indonesia dengan seluruh civitas Akademiknya yang non-kooperator dan asli
republiken. Hal tersebut merupakan kekuatan perjuangan kemerdekan Republik
Indonesaia yang sewaktu-waktu dapat menusuk penjajah dari dalam.
2.3.
Struktur
persekolahan dan Kurikulum Pendidikan pada masa awal kemerdekaan
Tata susunan
persekolahan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah
untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan,
sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang
digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa
Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang. Adapun susunan persekolahan
dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 adalah sebagai berikut:
2.3.1.
Pendidikan
Rendah
Pendidikan
yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama
pendidikannya semula 3 tahun menjadi 6 tahun. Maksud pendirian SR ini adalah
selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat
menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat
kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 Nopember 1946
No. 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah
pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahwa dari 38 jam pelajaran
seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17
jam berhitung untuk kelas IV, V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada
akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia.
2.3.2.
Pendidikan
Guru
Dalam
periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru yaitu:
a) Sekolah
Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah
rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk
sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas
I,II,III sedangkan pendidikan keguruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas
IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP, SPG dipimpin oleh seorang
kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga
tidak tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian
pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, pertama ditempuh di kelas II dan
ujian kedua di kelas IV.
b) Sekolah
Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya
pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk
kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal
dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup
kembali dan diantaranya dijadikan SGB.
c) Sekolah
guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum
menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang
memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima
pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di
SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGB hanya
penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
2.3.3.
Pendidikan
Umum
Ada
dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah
menengah Tinggi (SMT).
a) Sekolah
Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan
rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan
menteri PPK tahun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II
sehingga terdapat kelas IIA,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga
sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran
bahasa dan praktek administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan
Ilmu Pasti.
b) Sekolah
Menengah Tinggi (SMT): Kementerian PPK hanya mengurus langsung SMAT yang ada di
jawa terutama yang berada di kota-kota seperti: Jakarta,Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di bawah
pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengan pusat. SMT
merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan
ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan
adalah rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu masih
harus menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil. Demikian
rencana pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan
nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya
setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan
oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun
1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
2.3.4.
Pedidikan
Kejuruan
Yang
dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan
kewanitaan:
a) Pendidikan
ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang
yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan,
sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur
sekolah dagang.
b) Pendidikan
Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri
(SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama
pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
2.3.5.
Pendidikan
Teknik
Seperti
sekolah lain, keadaan Sekolah Teknik tidaklah teratur karena disamping
pelajaranya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah tersebut
kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata. Sekolah Teknik di Solo
misalnya, dikerahkan untuk membuat senjata yang sangat diperlukan kendali apa
adanya. Adapun sekolah-sekolah teknik yang ada pada masa itu ialah:
a) Kursus
Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus ini lamanya satu tahun dan merupakan
pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas
jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.
b) Sekolah
Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang terampil tetapi
disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan
terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi
,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.
c) Sekolah
Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama
pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan:
bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal,
percetakan dan pertambangan.
d) Sekolah
Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan
pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian
B atau ST dan terdiri atas jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan sipil,
bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan
mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.
e) Pendidikan
guru untuk sekolah-sekolah teknik: untuk memenuhi keperluan guru-guru sekolah
teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk mendidik guru yang menghasilkan:
•
Ijazah A Teknik (KGSTP)
guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan: bangunan sipil,
mesin, listrik dan mencetak.
•
Ijazah B I Teknik
(KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam jurusan
bangunan sipil, bangunan gedung-gedung dan mesin.
•
Ijazah B II Teknik guna
mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan sipil, bangunan
gedung, mesin dan listrik.
2.3.6.
Pendidikan
Tinggi
Dalam
periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi semakin
terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini berkembang
pesat tetapi karena pelaksanaannya di lakukan pada saat terjadi perjuangan
fisik maka perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan Lembaga
pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah tinggi dan
akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan Yogyakarta. Sistem
persekolahan serta tujuan dari masing-masing tingkat pendidikan di atas diatur
dalam UU No 4 Th 1950 bab V pasal 7 sebagai berikut: tentang jenis pendidikan
dan pengajaran dan maksudnya :
1. Pendidikan
dan pengajaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan
jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah.
2. Pendidikan
dan pengajaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani
kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan
kesukaannya masing-masing dan memberikan dasar-dasar pengetahuan, kecakapan,
dan ketangkasan baik lahir maupun batin.
3. Pendidikan
dan pengajaran menengah umum bermaksud melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan
pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah rendah untuk mengembangkan cara
hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik
tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat
masing-masing dan kebutuhan masyarakat atau mempersiapkannya bagi pendidikan
dan pengajaran tinggi.
4. Pendidikan
dan pengajaran tinggi bermaksud memberikan kesempatan kepada pelajar untuk
menjadi orang yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup
kemasyarakatan
5. Pendidikan
dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani
maupun rohaninya supaya mereka dapat memliki hidupnya lahir batin yang layak.
2.3.7.
Pendidikan
Tinggi Republik
Perkembangan
pendidikan tinggi sesudah proklamasi kendati mengalami berbagai tantangan,
tetapi tidak juga dapat dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan
dan merupakan salah satu kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak
awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu itu merupakan daerah pendudukan Belanda,
berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang.
Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan
sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir
ini ditutup oleh Belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian
pendidikan tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi
republik dan Pendidikan tingkat tinggi pendudukan Belanda. Tetapi kuliah-kuliah
masih dilanjutkan di rumah-rumah dosen sehingga merupakan semacam kuliah
privat. Sebelum agresi militer I di Malang terdapat pula lembaga pendidikan
tinggi republik. Demikian pula terdapat sekolah tinggi kedokteran hewan sekolah
tinggi teknik di Bandung dipindahkan ke Yogyakarta. Sementara itu daerah
Republik Indonesia sendiri terdapat lembaga-lembaga pendidikan tinggi seperti :
1. Sekolah
Tinggi Teknik didirikan pada 17 Februari 1946 oleh Kementerian Pengajaran dan
Kebudayaan Indonesia di Yogyakarta.
2. Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada didirikan pada 3 Maret 1946 oleh Yayasan Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada, terdiri dari Fakultas Hukum dan Fakultas
Kesusastraan di Yogyakarta.
3. Perguruan
Tinggi Kedokteran dan Kedokteran Gigi didirikan pada Februari 1946 di Malang.
4. Perguruan
Tinggi Kedokteran II didirikan pada 4 Maret 1946 di Solo.
5. Perguruan
Tinggi Kedokteran I didirikan pada 5 Maret 1946 di Klaten.
2.3.8.
Pendidikan
Berbasis Agama
Penyelenggaraan
pendidikan agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk ini dimulai
dengan memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa
:
Madrasah
dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat
jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya,
hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tuntutan dan bantuan
material dari pemerintah. Dasar negara yang telah disepakati bersama saat
mendirikan negara adalah Pancasila, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945
inilah yang dijadikan pangkal tolak pengelolaan negara dalam membangun bangsa
Indonesia.
Meskipun
Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadai revolusi
fisik, pemerintah Indonesia sudah bebenah terutama memperhatikan masalah
pendidikan yang dianggap cukup vital dan untuk itu dibentuklah Kementrian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PPK). Dengan terbentuknya PPK tersebut,
maka diadakanlah berbagai usaha terutama sistem pendidikan dan menyelesaikannya
dengan keadaan yang baru.
Di
tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina
pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal
institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P & K
(Depdikbud). Oleh karena itu, maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama
antara kedua Departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di
sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pembinaan pendidikan agama di
sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiribersama dua menteri yaitu
Menteri Agama dan Pendidikan agama Islam mulai diatur secara resmi oleh
pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum itu pendidikan agama sebagai
pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan
sendiri-sendiri di masing-masing daerah. Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan
peraturanMenteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan
mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat=Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu
keadaan keamanan di Indonesia belum dapat berjalan dengan semestinya.
Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan agama mulai kelas I SR.
Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun
1947, yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P & K dan Prof.
Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan
dan menteri pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum. Pada tahun 1950,
di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana
pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia, makin disempurnakan dengan
dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud Yunus dari Departemen
Agama, Mr. Hadi dari Departemen P & K, hasil dari panitia itu adalah SKB
yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951, isinya ialah :
1. Pendidikan
agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
2. Di
daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatera, Kalimantan,
dll), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan
umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan
agamanya diberikan mulai kelas IV.
3. Di
sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan
pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4. Pendidikan
agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan
mendapat izin dari orangtua/walinya.
5. Pengangkatan
guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh
Departemen Agama.
Pada pendidikan agama Katolik, umat
katolik Indonesia sudah lamamenyadari, bahwa sumbangan yang amat berharga untuk
pembangunan negara adalah lembaga-lembaga pendidikan serta sosial yang bekerja
dengan tekun, tertib serta penuh semangat pengabdian dan keahlian. Sektor
pertama yang dibicarakan diatas adalah sektor pendidikan sebagai dasar segala
pembangunan. Akan tetapi pendidik umum tidaklah cukup untuk negara yang sedang
berkembang. Maka gereja mulai megarahkan perhatiannya pada pendidikan kejuruan.
Sekolah kejuruan bertambah terutama di Nusa Tenggara. Tahun 1949 ada enam
sekolah dan pada 1966 ada hampir empat puluh sekolah. Sekolah keahlian itu ada
beberapa bidang, seperti teknik mesin industri, kursus pertanian, lembaga
pendidikan dan pembinaan manajemen, dan sekolah usaha tani.
Komentar
Posting Komentar