Langsung ke konten utama

PENDIDIKAN DI INDONESIA ERA KEMERDEKAAN

2.1.       Gambaran Singkat Pendidikan Sebelum Kemerdekaan
Perkembangan pendidikan sejak Indonesia mencapai kemerdekaan  memberikan gambaran yang penuh dengan kesulitan. Pada masa ini, usaha penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan adalah tokoh pendidik yang telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam kongres pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa Indonesia sendiri. Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka sampai tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Praktek pendidikan kolonial ini tetap menunjukkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh anak-anak dari lapisan atas. Dengan demikian, sesungguhnya tujuan pendidikan adalah demi kepentingan penjajah untuk dapat melangsungkan penjajahannya, yakni, menciptakan tenaga kerja yang bisa menjalankan tugas-tugas penjajah dalam mengeksploitasi sumber dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu, dengan pendidikan model Barat akan diharapkan muncul kaum bumi putera yang berbudaya Barat, sehingga  tersisih dari kehidupan masyarakat kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara pendidikan untuk orang pribumi. Demikian pula bahasa yang digunakan berbeda. Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) memiliki peran yang penting dalam melahirkan pejuang-pejuang yang akhirnya berhasil melahirkan kemerdekaan Indonesia.
Pada zaman Jepang meski hanya dalam tempo yang singkat, tetapi bagi  dunia pendidikan Indonesia memiliki arti yang sangat signifikan. Sebab, lewat pendidikan Jepanglah sistem pendidikan disatukan. Tidak ada lagi pendidikan bagi orang asing dengan pengantar bahasa Belanda. Satu sistem pendidikan nasional tersebut diteruskan setelah bangsa Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pemerintah Indonesia berupaya melaksanakan pendidikan nasional yang berlandaskan pada budaya bangsa sendiri. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan warga negara yang sosial, demokratis, cakap dan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan pengembangan jiwa patriotisme. Praktek pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, baik lingkungan sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan lainnya. Pada masa ini, lingkungan politik terasa mendominir praktek pendidikan. Upaya membangkitkan patriotisme dan nasionalisme terasa berlebihan, sehingga menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri.
2.2.       Pendidikan Masa Kemerdekaan (1945-1950)
Fokus utama pendidikan nasional ketika Indonesia lepas dari penjajahan yaitu mencerdaskan dan meningkatkan kualitas serta kemampuan bangsa. Tujuan sebenarnya dari pendidikan zaman kemerdekaan adalah untuk mengisi tata kehidupan dan pembangunan. Tujuan tersebut mengalami kendala, yaitu penjajah Belanda ingin menjajah kembali sehingga memaksa kita kembali berjuang secara politik dan fisik serta adanya kendala dari dalam yaitu pergolakan politik. Pendidikan pada masa kemerdekaan walaupun dalam keadaan sulit tetapi tetap mampu menghasilkan produk hukum tentang pendidikan, yaitu Undang- undang pendidikan Nomor 4 tahun 1950. Itulah produk hukum pendidikan Nasional pertama terlepas kemudian kita memandang bahwa produk hukum itu kurang terang memberikan definisi tentang konsep dan sistem pendidikan nasional.
Mohammad Yamin adalah menteri pendidikan, pengajaran , dan kebudayaan, pada masa itu memberikan penerangan posisi pendidikan sebagai landasan pembangunan masyarakat indonesia secara nasional, artinya pendidikan harus mengangkat tata nilai sosial yang menjadi identitas bangsa dengan corak budaya , tradisi , bahasa , agama ,ras, dan sukunya yang beragam untuk menggantikan sitem pendidikan warisan kolonial. Secara garis besar, pendidikan nasional adalah bentuk reaksi atas sistem pendidikan yang bersifat deskriptif dan elitis. Oleh karenanya tujuan pendidikan nasional adalah membentuk masyarakat yang demokratis. Pada zaman kemerdekaan kondisi sosial politik sangatlah tidak stabil. maka dari itu hal demikian sangat berpengaruh mengenai pola dan dinamika pendidikan nasional saat itu, yaitu terjadi beberapa kali perubahan arah dan orientasi pendidikan nasional, misalnya pada masa permulaan kemerdekaan. Melalui SK Menteri Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan No. 104/Bhg. 0, tanggal 1 maret 1946, tujuan pendidikan berorientasi pada usaha menananamkan jiwa patriotisme dan lebih jauh dimaksudkan untuk menghasilkan patriot- patriot bangsa yang rela berkorban untuk bangsa dan negaranya. Undang- undang No. 4 tahun 1950 pasal 3, tujuan pendidikan nasional berubah yaitu dengan adanya perumusan tujuan pendidikan dan pengajaran (lihat lampiran hal :35 ). Pada tanggal 25 November 1945, berdiri Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mempunyai asas-asas perjuangan sebagai berikut :
1.      Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia,
2.      Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan,
3.      Membela hak dan nasib buruh pada umumnya dan guru pada khususnya.
Dengan dicantumkannya asas pertama, yaitu " mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia, PGRI jelas bertujuan pertama- tama untuk lebih mengutamakan perjuangan dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dari pada kepentingan – kepentingan lain sehingga dengan demikian partisipasi guru dalam pengabdian dan perjuangan kemerdekaan tidak sedikit. Contohnya para anak didik mereka ikut serta dalam perjuangan republik, disamping mereka tetap mengerjakan tugas sebagai pendidik selama perang kemerdekaan.
Tapi dalam kenyataannya, usaha perbaikan dan peningkatan pendidikan tersebut tidaklah semata-mata hanya diatur oleh pemerintah, tetapi masyarakat ataupun swasta pun dapat ikut ambil bagian didalamnya. Kebijaksanaan politik pendidikan para menteri yang bertugas antara tahun 1945-1950 dapat dikatakan belum bisa dirasakan atau belum terlihat hasilnya. Tentunya, hal ini berkaitan dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi, dan itu sangat kentara bagaimana pergantian kementerian pendidikan diganti secara cepat dan berulang-ulang. Kita bisa menyimpulkan bahwa usaha-usaha nyata yang pernah dilakukan pemerintah berkaitan dengan pendidikan antara tahun 1945-1950 adalah seputar bangunan sekolah, guru, kurikulum, sistem kerja,serta biaya. Berkaitan dengan keperluan bangunan sekolah , tindakan utama adalah mengatasi bangunan rusak atau hancur lebur akibat revolusi fisik atau bangunan tersebut dipakai oleh pemerintah. Langkah pemerintah mengantispasi adalah sebagai berikut :
1.      Mendirikan bangunan–bangunan sekolah baru kendati hal itu tidak mencukupi kebutuhan.
2.      Menggunakan perumahan- perumahan rakyat/swasta yang memadai untuk dijadikan bangunan sekolah, dan
3.      Menyelenggarakan sistem mengajar dua kali sehari yang berarti bahwa satu bangunan sekolah dipergunakan oleh dua sekolah dan menyita waktu sekolah waktu dan sore.
Disamping dilakukannya usaha pemerintah dalam mengatasi usaha kekurangan bangunan sekolah tersebut, juga tidak kekurangan partisipasi masyarakat yang bergotong royong membangun bangunan sekolah dengan peralatannya dan yang kemudian disumbangkan kepada pemerintah. Usaha semacam itu juga merupakan suatu cara yang bertujuan hendak membentuk kelas masyarakat dan dengan harapan pelajaran di sekolah akan disesuaikan dengan keadaan masyarakat pada waktu itu.
Pengajaran sebelum kemerdekaan disadari menunjukan sifat apatis, sedangkan hubungan antara orang tua murid dan guru tidaklah erat. Seperti yang diketahui bahwa pada fase- fase awal perjuangan kemerdekaan, republik telah mendapat bantuan langsung atau tidak langsung baik material maupun moral, dari berbagai pihak yang mempunyai itikad baik terhadap bangsa Indonesia. Sebagai contoh nyata, India dan Australia termasuk negara yang telah menunjukan simpatinya secara positif terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah pendidikan antara tahun 1945- 1950 adalah pendidikan masa  perjuangan. Ciri – cirri utama pada masa periode ini ialah terdapat semacam dualisme dalam pendidikan. Disalah satu pihak pendidikan dan pengajaran berlangsung di daerah- daerah negara federalyang dikuasai atau dipengaruhi Belanda, sedangkan dipihak lain langsung dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kaum penjajah Belanda juga berusaha membuka sejumlah perguruan tinggi di daerah – daerah penduduknya, tujuannya untuk menarik angkatan muda atau kader- kader bangsa dari segala lapangan dengan janji serta harapan yang muluk- muluk. Di daerah pendudukan Belanda yang berpusat di Jakarta secara diam- diam berdiri Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia dengan seluruh civitas Akademiknya yang non-kooperator dan asli republiken. Hal tersebut merupakan kekuatan perjuangan kemerdekan Republik Indonesaia yang sewaktu-waktu dapat menusuk penjajah dari dalam.
2.3.       Struktur persekolahan dan Kurikulum Pendidikan pada masa awal kemerdekaan
Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan, sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang. Adapun susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 adalah sebagai berikut:
2.3.1.           Pendidikan Rendah
Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang  disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikannya semula 3 tahun menjadi 6 tahun. Maksud pendirian SR ini adalah selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 Nopember 1946 No. 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahwa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk kelas IV, V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia.
2.3.2.           Pendidikan Guru
Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru yaitu:
a)      Sekolah Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III sedangkan pendidikan keguruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP, SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, pertama ditempuh di kelas II dan ujian kedua di kelas IV.
b)      Sekolah Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan diantaranya dijadikan SGB.
c)      Sekolah guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGB hanya penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
2.3.3.           Pendidikan Umum
Ada dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah Tinggi (SMT).
a)      Sekolah Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan menteri PPK tahun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II sehingga terdapat kelas IIA,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran bahasa dan praktek administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan Ilmu Pasti.
b)      Sekolah Menengah Tinggi (SMT): Kementerian PPK hanya mengurus langsung SMAT yang ada di jawa terutama yang berada di kota-kota seperti: Jakarta,Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di bawah pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengan pusat. SMT merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan adalah rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu masih harus menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil. Demikian rencana pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun 1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
2.3.4.           Pedidikan Kejuruan
Yang dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan:
a)      Pendidikan ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.
b)      Pendidikan Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
2.3.5.           Pendidikan Teknik
Seperti sekolah lain, keadaan Sekolah Teknik tidaklah teratur karena disamping pelajaranya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah tersebut kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata. Sekolah Teknik di Solo misalnya, dikerahkan untuk membuat senjata yang sangat diperlukan kendali apa adanya. Adapun sekolah-sekolah teknik yang ada pada masa itu ialah:
a)      Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus ini lamanya satu tahun dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.
b)      Sekolah Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.
c)      Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal, percetakan dan pertambangan.
d)     Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.
e)      Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik: untuk memenuhi keperluan guru-guru sekolah teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk mendidik guru yang menghasilkan:
         Ijazah A Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan: bangunan sipil, mesin, listrik dan mencetak.
         Ijazah B I Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung-gedung dan mesin.
         Ijazah B II Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung, mesin dan listrik.
2.3.6.           Pendidikan Tinggi
Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini berkembang pesat tetapi karena pelaksanaannya di lakukan pada saat terjadi perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan Yogyakarta. Sistem persekolahan serta tujuan dari masing-masing tingkat pendidikan di atas diatur dalam UU No 4 Th 1950 bab V pasal 7 sebagai berikut: tentang jenis pendidikan dan pengajaran dan maksudnya :
1.      Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah.
2.      Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan kesukaannya masing-masing dan memberikan dasar-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin.
3.      Pendidikan dan pengajaran menengah umum bermaksud melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah rendah untuk mengembangkan cara hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat atau mempersiapkannya bagi pendidikan dan pengajaran tinggi.
4.      Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberikan kesempatan kepada pelajar untuk menjadi orang yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan
5.      Pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memliki hidupnya lahir batin yang layak.
2.3.7.           Pendidikan Tinggi Republik
Perkembangan pendidikan tinggi sesudah proklamasi kendati mengalami berbagai tantangan, tetapi tidak juga dapat dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan merupakan salah satu kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu itu merupakan daerah pendudukan Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir ini ditutup oleh Belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan tingkat tinggi pendudukan Belanda. Tetapi kuliah-kuliah masih dilanjutkan di rumah-rumah dosen sehingga merupakan semacam kuliah privat. Sebelum agresi militer I di Malang terdapat pula lembaga pendidikan tinggi republik. Demikian pula terdapat sekolah tinggi kedokteran hewan sekolah tinggi teknik di Bandung dipindahkan ke Yogyakarta. Sementara itu daerah Republik Indonesia sendiri terdapat lembaga-lembaga pendidikan tinggi seperti :
1.      Sekolah Tinggi Teknik didirikan pada 17 Februari 1946 oleh Kementerian Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia di Yogyakarta.
2.      Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada didirikan pada 3 Maret 1946 oleh Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, terdiri dari Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusastraan di Yogyakarta.
3.      Perguruan Tinggi Kedokteran dan Kedokteran Gigi didirikan pada Februari 1946 di Malang.
4.      Perguruan Tinggi Kedokteran II didirikan pada 4 Maret 1946 di Solo.
5.      Perguruan Tinggi Kedokteran I didirikan pada 5 Maret 1946 di Klaten.
2.3.8.           Pendidikan Berbasis Agama
Penyelenggaraan pendidikan agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa :
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tuntutan dan bantuan material dari pemerintah. Dasar negara yang telah disepakati bersama saat mendirikan negara adalah Pancasila, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang dijadikan pangkal tolak pengelolaan negara dalam membangun bangsa Indonesia.
Meskipun Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadai revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah bebenah terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PPK). Dengan terbentuknya PPK tersebut, maka diadakanlah berbagai usaha terutama sistem pendidikan dan menyelesaikannya dengan keadaan yang baru.
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P & K (Depdikbud). Oleh karena itu, maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua Departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pembinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiribersama dua menteri yaitu Menteri Agama dan Pendidikan agama Islam mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum itu pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah. Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan peraturanMenteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat=Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia belum dapat berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan agama mulai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947, yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P & K dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan menteri pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum. Pada tahun 1950, di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia, makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama, Mr. Hadi dari Departemen P & K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan ­­­pada bulan Januari 1951, isinya ialah :
1.      Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
2.      Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatera, Kalimantan, dll), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
3.      Di sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4.      Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orangtua/walinya.
5.      Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.

Pada pendidikan agama Katolik, umat katolik Indonesia sudah lamamenyadari, bahwa sumbangan yang amat berharga untuk pembangunan negara adalah lembaga-lembaga pendidikan serta sosial yang bekerja dengan tekun, tertib serta penuh semangat pengabdian dan keahlian. Sektor pertama yang dibicarakan diatas adalah sektor pendidikan sebagai dasar segala pembangunan. Akan tetapi pendidik umum tidaklah cukup untuk negara yang sedang berkembang. Maka gereja mulai megarahkan perhatiannya pada pendidikan kejuruan. Sekolah kejuruan bertambah terutama di Nusa Tenggara. Tahun 1949 ada enam sekolah dan pada 1966 ada hampir empat puluh sekolah. Sekolah keahlian itu ada beberapa bidang, seperti teknik mesin industri, kursus pertanian, lembaga pendidikan dan pembinaan manajemen, dan sekolah usaha tani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTERISTIK INOVASI

BAB II KARAKTERISTIK INOVASI 2.1 Pengertian Karakteristik Inovasi Secara etimologis, istilah karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni  characteristic , yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu. Secara garis besar karakteristik itu adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Secara umum, Karakteristik Inovasi Pendidikan dapat diartikan berdasarkan kata Karakteristik dan Inovasi Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak atau karakter yang dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, tanda khusus. Inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery yang di gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendid

ANALISIS PEMBELAJARAN

Pengertian Analisis Pembelajaran Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Analisis memiliki arti sebagai tindakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dalam makna lain analisa atau analisis dikatakan sebagai kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah kegiatan atau tindakan guna meneliti struktur kegiatan atau tindakan tersebut secara mendalam. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu upaya merangkum sejumlah besar data  mentah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk kemudian diolah menjadi informasi yang dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Analisis pembelajaran adalah langkah awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pembelajaran. Langkah-langkah sistematis pembelajaran secara keseluruahan terdiri atas ; 1). Analisis kebutuhan pembelajaran, 2) Menentukan tujuan pembelajaran, 3). Memilih dan mengembangkan bahan ajar, 4). Memilih sumber belajar yang relvan, 5). Memili

Sistem Pendidikan di Italia

Italia menganut sistem pendidikan berupa sekolah publik yang cakupannya sangatlah luas dimana sistem pendidikan di negara ini sudah berlangsung sejak 1859, ketika Legge Casati (Casati UU) mengamanatkan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama (Penyatuan Italia, terjadi di tahun 1861). Undang-undang yang dibuat Casati merupakan undang-undang yang mewajibkan pendidikan dasar dengan tujuan untuk mengurangi buta huruf yang ada di negeri Italia. Undang-undang ini memberikan kontrol pendidikan dasar ke satu kota, dari pendidikan menengah ke regioni (negara), dan perguruan tinggi yang dikelola oleh Negara. Bahkan dengan Undang-Undang Casati yang telah diberlakukan dengan mewajibkan siswa untuk mendapatkan pendidikan, tetap saja masih ada anak yang tidak dikirim sekolah oleh orangtuanya terutama di daerah pedesaan bagian Selatan Italia. Seiring berjalannya waktu, undang-undang yang mengatur tentang pendidikan terus dikaji hingga akhirnya Italia memiliki suatu sistem yang digunakan oleh s