BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Agama Buddha di Asia
Timur
Agama Buddha di
Asia Timur berkembang pesat di tiga negara yaitu Negara Cina, Korea, dan
Jepang. Di ketiga Negara ini agama Buddha berkembang dengan luas. Sejarah
perkembangan agama Buddha di Asia Timur adalah sebagai berikut:
2.1.1
Sejarah
Masuknya Agama Buddha di Cina
Agama Buddha di Cina berkembang dimulai
pasa abad pertama. Buddhisme pertama kali dibawa ke Cina dari India oleh para
misionaris dan pedagang di sepanjang Jalan Sutra yang menghubungkan Cina dengan
Eropa pada akhir Dinasti Han (202 SM - 220 M). Pada saat itu,
Buddhisme India sudah lebih dari 500 tahun, tetapi iman tidak mulai berkembang
di China sampai penurunan dari Dinasti Han dan mengakhiri kepercayaan Konghucu
ketat.
7Buddhisme yang
memegang di China Buddhisme Mahayana, yang mencakup berbagai bentuk seperti Zen
Buddhisme, Buddhisme Tanah Murni dan Tibet Buddhisme - juga dikenal sebagai
Lamaism. Agama
Buddha masuk ke Cina sacara bertahap pertama melalui Asia Tengah kemudian
melalui Asia Tenggara, berdasarkan kronik China perkembangan ini diprakarsai
oleh misionaris Khusan. Agama Buddha mulai diperkenalkan pada masa kekuasaan
kaisar Ming Ti (57/58–75/76 M) dari dinasti Han (25 M –220 M) yang bermimpi
tentang Dewa dari Barat. Kaisar Han mengirim Cai Yin ke India yang kembali ke Cina setelah 3 tahun di India dengan
membawa 42 sutra, gambar Buddha yang kemudian disimpan diluar ibu kota Lo-
Yang. Cai Yin juga membawa dua Bhiksu bernama La Mo Teng dan Chu Fa Lan untuk
berkutbah di Cina dan mengajari cara-cara ibadah.
Kemudian terbentuk komunitas Buddhis di Lo Yang yang memperkenalkan kitab-kitab suci, teks, dan
seni Buddha yang belum ada di Cina. Tahun 147 M dating Bhiksu dari Asia Tengah
bernama Lokaraksha yang menepat di Lo yang. Pada tahun 148 M didirikan kuil
Buddha di Lo yang dan pada tahun 166 M kaisar Han Huan mengumumkan
dipraktikkannya upacara agama Buddha dan Tao di istana. Pada tahun 220 – 419
terjadi sinkretisme antara Buddhis dengan Taoisme yang memunculkan kaum
intelektual di Cina Selatan, sedangkan di Utara terdapat pertunjukan megic oleh
penguasa Barbar.
1.
Periodisasi Perkembangan Agama
Buddha di Cina
Ensyclopedia Americana cetakan tahun
1978 menyebutkan nama-nama dinasti dan negara (kerajaan) di China dari zaman
purba sebagai berikut :
Kerajaan T'ang (legenda)
|
3.000 tahun SM
|
Kerajaan Yu (legenda)
|
3.000 tahun SM
|
Dinasti Hsia
|
1994-1523 SM (perkiraan)
|
Dinasti Shang (Yin)
|
1523-1028 SM (perkiraan)
|
Dinasti Chou
Chou barat
Chou timur
|
1027-256 SM (perkiraan)
1027-770 SM (perkiraan)
770-256 SM
|
Dinasti Chin
|
256-206 SM
|
Dinasti Han
Han barat (awal)
Hsin
Han timur (kemudian)
|
202 SM – 220 M
202 SM – 9
9-23
25-220
|
Tiga kerajaan
Shu
Wei
Wu
|
220-265
221-264
220-265
222-280
|
Dinasti Chin (Tsin)
Chin barat
Chin timur
|
265-420
265-317
317-420
|
Dinasti-dinasti selatan
Liu Sung
Ch'i
Liang
Ch'en
|
420-589
420-479
479-502
502-557
557-589
|
Dinasti-dinasti utara
Wei (kemudian)
Wei (timur)
Wei (barat)
Ch'i (utara)
Chou (utara)
|
385-581
386-535
534-550
535-556
550-557
557-581
|
Dinasti Sui
|
581-618
|
Dinasti T'ang
|
618-906
|
5 (lima) dinasti
Liang (kemudian)
Yang (kemudian)
Chin (kemudian)
Han (kemudian)
Chou (kemudian)
|
907-960
907-923
923-936
936-947
947-950
951-960
|
10 (sepuluh) kerajaan
Wu
T'ang (selatan)
Ping (selatan)
Ch'u
Shu (awal)
Shu (kemudian)
Wu-yueh
Min
Han (selatan)
Han (utara)
|
902-979
902-937
937-975
907-963
927-951
907-925
934-965
907-978
909-944
907-971
951-979
|
Dinasti Sung
Liao
Sung (utara)
His-hsia
Chin (Kin)
Sung (selatan)
|
960-1279
947-1125
960-1126
990-1227
1115-1234
1127-1279
|
Dinasti Yuan (MONGOL)
|
1271-1368
|
Dinasti Ming
|
1368-1644
|
Dinasti Ch'ing (MANCHU)
|
1644-1911
|
Republik
|
sejak 1912 (Agama Buddha di
China)
|
2.
Dinasti Sui (589-617 M)
Pada abad ini Buddhisme berkembang
menjadi Agama Negara. Aliran yang berkembang pada 420-558 M adalah.
a. Chu-She : oleh Paramartha (abad ke-
6) yang disempurnakan oleh Hsuan-Tsang (596-664), terjemahan dari Abhidharma
Kosa.
b. San-Lun : oleh Kumarajiva (344-413),
yang disempurnakan oleh Tao-Sheng (360-434), merajuk pada Madhyamika sastra dan
Dvadasadvara dari Nagarjuna dana Satasastra dari Aryadeva.
c. Fa-Hsiang : disempurnakan oleh Hsuan
Tsang dan muridnya K’ uei-Chi, Bodhiruci (632-682) yang keluar dari She-Lun
yang dikerjakan oleh Paramartha, terjemahan Dharmalaksana dari sekte Yogacara.
3. Prekembangan
dan Penurunan Selama Dinasti Tang (618-906)
Agama Buddha mengalami zaman
keemasan di Cina pada saat dinasti Tang, walaupun kaisar Tang menganut Taoisme
tetapi mendukung Agama Buddha. Kaisar Tang memperluas Biara-biara serta
terdapat pentahbisan dan status hokum biarawan Cina yang menyebut dirinya
Ch’en, atau “subjek”. Pada masa ini banyak sarjana yang berziarah ke India yang
memperkaya Buddhisme Cina dalam bentuk teks-teks dan inspirasi spiritual.
Sedangkan penurunan yang dialami
pada masa dinasti Tang yaitu ketika buddhisme dianggap pesaing Taoisme dan
Konfusianisme, karena itu pada tahun 845 kaisar Wu-Tsung menghancurkan 4600
kuil Buddha dan 260.500 biarawan dan biarawati dipaksa kembali kekehidupan
awam. Setelah kehancuran pada tahun 845, Buddhisme tetap mempertahankan
identitasnya dalam bentuk baru seperti Chen-Yen (Tantra) oleh Subhakarasimha.
Agama Buddha kemudian menyatu dengan tradisi Konfusianisme-Neo Konfusianisme
dan Taoisme sedangkan sekte terbesar di Cina adalah Ch’an (Zen) dan Tradisi
Tanah Murni.
4.
Sekte yang Berkembang di Cina
1)
Theravada, yang terbagi dalam tiga aliran, yaitu :
a.
Cheng-shih (di India dinamakan aliran Sautantika),
yang berpandangan bahwa Dhamma dan kehidupan itu hanya realitas maya.
Aliran itu berkembang di China sampai abad ke-6, lalu mulai mundur, dan
kemudian lenyap pada abad ke-8 setelah aliran San-lun (Mahāyāna)
muncul.
b.
Chu-she (di India dinamakan aliran Vaibashika),
berpandangan bahwa Dhamma dan kehidupan itu mempunyai realitas. Aliran
itu berkembang sampai abad ke-7 dan kemudian lenyap setelah aliran Mahāyāna
muncul.
c.
Lu, yaitu aliran yang mempertahankan peraturan yang ketat bagi kehidupan Saṅgha berdasarkan Vinaya Piṭaka. Ajaran dari aliran ini dikembangkan dan
disempurnakan oleh Taoshuan (596-667 M), seorang bhikṣu terkemuka dari
Gunung Selatan. Peraturan yang ketat itu termasuk 250 "larangan" bagi
bhikṣu dan 348 "larangan" bagi bhikṣuni. Lambat laun
aliran tersebut meresapi ajaran-ajaran aliran lain sehingga tidak lagi
merupakan aliran tersendiri.
Ketiga aliran tersebut tidak bertahan lama karena masuknya aliran Mahāyāna
yang lebih mudah berkembang di China, sehingga pada akhirnya pengaruh Theravāda lenyap dari bumi China.
2)
Mahayana; yang terbagi menjadi tujuh aliran besar yaitu :
a.
Aliran Sun-lun
San-lun artinya Tiga Sūtra. Aliran
ini berdasarkan pada tiga karya yang disalin Kumarajiva ke dalam bahasa China. Dua buah di
antaranya adalah karya Bhikkhu Nagarjuna dan sebuah lagi merupakan karya muridnya, Deva.
Titik tolak aliran Madhyamika itu berpangkal pada Empat Dalil yang
pada intinya menolak setiap pandangan tentang : (1) ada, (2) tidak ada, (3)
serentak ada dan tidak ada, (4) serentak ada dan bukan tidak ada.
b.
Aliran Wei-shih
Wei-shih itu bermakna “Hanya Kesadaran”.
Aliran ini di India dikenal dengan nama vijñānavāda yang dibangun oleh Asanga. Sebelum karya Asanga disalin ke dalam
bahasa China, aliran ini dikenal dengan sebutan She-lun. Aliran ini
belakangan dikenal sebagai aliran Fahsiang (Dharmakāya), dibangun
oleh Huan-Tsang (596-664 M), seorang bhikṣu, penulis, dan cendekiawan. Beliau
melakukan perjalanan ke India, setelah pulang kembali ke China, beliau dengan
tekun menyalin karya-karya kaum vijñānavāda, terutama karya Bhikkhu Dhammapāla yang berjudul
Vijñāpti-Matrata-Siddhi (Sistematika dari Hanya Kesadaran, Cheng Wei Shih
Lun). Semenjak itu aliran ini lebih dikenal dengan sebutan Aliran Wei-Shih.
c.
Aliran Tien-tai
Aliran Tien-tai dalam agama Buddha mendapatkan kedudukan
penting dalam filsafat China. Di Jepang disebut dengan aliran Nichiren.
Pada mulanya aliran ini berdasarkan pada Saddharma-Pundarika-Sūtra (Seroja dari Hukum
Terbaik), tetapi dalam perkembangannya, penafsiran terhadap karya tersebut yang
diberikan oleh Chih-kai (538-597 M) menjadi pegangan utama. Chih-kai adalah nama seorang Bhikṣu
yang berasal dari wilayah Gunung Tien-Tai di provinsi Chekiang, tempat Bhikṣu
Chih-kai membuka perguruannya.
Pandangan-pandangan Chih-kai dicatat dan dihimpun oleh muridnya, Kuan-ting, dan merupakan tiga karya besar dari aliran Tien-tai,
yaitu :
1.
Fa-hua wen-chu, tentang kata dan kalimat di dalam Seroja.
2.
Fa-hua hsuan-i, tentang pengertian yang lebih dalam dari Seroja.
3.
Mo-ho chi-kuan, tentang kesadaran dan renungan.
d.
Aliran Hua-yen
Aliran Hua-yen bermakna Kalung Bunga (Flower Garland School). Aliran
Hua-yen ini berdasarkan Avatamsaka-Sūtra, sebuah karya dari India
Utara, yang mengemukakan ajaran Sakyamuni dalam kedudukannya sebagai penjelmaan
Buddha Vairochana. Aliran tersebut di India sendiri tidak pernah ada.
Aliran ini mula-mula dibangun oleh Tua-shun (557-640 M), kemudian
dikembangkan dan disempurnakan oleh Fa-tsang (643-712 M), seorang Guru
Besar dari Hsien-show. Dengan demikian aliran ini berasal dari daerah
asal guru besarnya.
Pokok ajaran utama dalam aliran Hua-yen adalah Kausalitas
Univeral, yaitu Hukum Sebab Akibat yang Universal. Alam semesta itu
tercipta dengan serentak dan ini yang disebut alam Hukum (Dharmadhatu)
oleh aliran Hua-yen.
e.
Aliran Chan
Aliran Chan di China dikenal di India dengan sebutan aliran Dhyāna
dan di Jepang dikenal dengan sebutan aliran Zen. Dhyāna berarti meditasi
(samādhi). ”Chan” dan ”Zen” adalah perubahan bunyi
(transliterasi) dari dhyāna menurut dialek China dan dialek Jepang.
Aliran Chan bersifat mistik. Buddha Gotama pada masa hidup-Nya,
menurut aliran Chan, tidak memberikan dan membukakan ”Ilmu Tertinggi”
kepada siapapun, kecuali kepada seorang murid-Nya yang amat penting, Bhikkhu
Mahā Kassapa, satu-satunya murid yang sanggup memahaminya. Bhikkhu Mahā
Kassapa dipandang sebagai Bhikkhu Pertama (Dirs Patriarch) menurut
silsilah di dalam aliran Chan.
f.
Aliran Ching-tu
Aliran Ching-tu biasa disebut aliran Sukhavati (Happy Land
School), didasarkan pada Sukhavati-Vyusha-Sūtra
Keadaan di dalam Sukhavati digambarkan dengan keadaan yang sangat
menggiurkan siapapun. Kesenangan yang bagaimanapun sempurnanya di dunia ini
tidak berarti bila dibandingkan dengan kesenangan yang bakal dinikmati di dalam
Sukhavati. Oleh karena itulah aliran Ching-tu memperoleh pengaruh
yang kuat dan luas dari kalangan umum di seluruh China. Para pengikut aliran Ching-tu
sangat mengutamakan samatha, ketenangan batin.
g.
Aliran Chen-yen
Chen-yen bermakna ”Kata yang Benar”. Aliran Chen-yen
berpendirian bahwa alam semesta itu berisi tiga misteri, yaitu pikiran, ucapan,
dan perbuatan. Tiga misteri itu menyimpan kodrat-kodrat yang bersifat magis.
Seluruh alam lahir yang merupakan penjelmaan pikiran, ucapan, dan perbuatan
itu adalah manifestasi dari ”Buddha-Matahari Terbesar”. Di sana
dirasakan pengaruh mitologi Yunani, yang pada abad ketiga sebelum masehi dibawa
oleh pasukan Yunani yang menguasai Asia Tengah dan anak benua India. Orang
Yunani pada waktu itu memuja Dewa Matahari (Zeus).
Mayahana Buddhisme adalah jenis Buddhisme di Cina. Ini awalnya dikembangkan
di Kekaisaran Kushan bahwa Cina disebut Yuezhi. Kemudian berbagai sekolah sekte
yang dikembangkan di Cina dan menjadi populer di negara-negara lain seperti
Jepang. Tidak ada jajak pendapat religius, tapi mungkin ada ratusan juta orang
yang percaya suatu kombinasi dari Buddhisme dan Taoisme di Cina. Satu perbedaan
Buddhisme Cina jauh dibandingkan dengan ajaran-ajaran yang asli adalah
keyakinan bahwa Buddha bukan hanya seorang guru yang mengajarkan apa yang harus
dilakukan tetapi adalah tuhan untuk didoakan untuk membantu dan keselamatan.
Cina Buddha bisa berdoa untuk kedua Buddha dan dewa-dewa Tao, dan mereka sering
juga memberi penghormatan kepada leluhur percaya bahwa nenek moyang mereka ingin
membantu mereka. Misalnya, mereka mungkin membakar kertas bahwa nenek moyang
mereka dapat digunakan sebagai uang. Orang yang menyebut diri mereka umat Buddha biasanya memiliki kepercayaan Tao.
5. Peninggalan-peninggalan
Agama Buddha di Cina
1)
Leshan
Giant Buddha, China
Sebelum patung Buddha Bamiyan ditemukan, patung Buddha Giant
di Kota Leshan, Sichuan, China merupakan patung terbesar dan tertinggi di
dunia. Bahkan dijadikan sebagai salah satu situs warisan dunia oleh lembaga
dunia UNESCO pada tahun 1996.
Patung Giant Buddha dibuat di area Gunung Emei yang telah
diukir menyerupai sebuah patung Budha pada masa Dinasti Tang (618-907). Di
bagian kaki gunung itu terdapat Sungai Qingyi yang mengalir cukup pelan.
2) Buddha Maitreya, China
Bangunan Patung Budha Maitreya
dibuat di banyak negara. Mulai dari Korea, India, Jepang, Taiwan dan juga
China. Bagi setiap pengunjung yang memilih datang ke China, maka ukiran patung
Budha Maitreya bisa ditemukan di pegunungan batu Hangzhou China.
3) Tritunggal
Buddha
Unsur-unsur
artistik Buddha-Yunani bisa dirunut semua karya seni Buddha-Tiongkok dengan
beberapa variasi lokal dan waktu, tergantung pada karakter beberapa dinasti
yang telah memeluk agama Buddha.
Beberapa
patung Dinasti Wei Utara bisa dikatakan merupakan reminisensi patung-patung
Buddha berdiri dari Gandhara meski gayanya lebih simbolis. Namun karakternya
secara umum dan pelukisan pakaian masih sama. Patung-patung lain, misalkan dari
Dinasti Qi Utara, juga melestarikan gaya Buddha-Yunani secara umum, tetapi
sifat realisme kurang dan memiliki unsur-unsur simbolis yang lebih kuat.
Beberapa
patung Wei Timur (kiri) menunjukkan gambar Buddha dengan lipatan-lipatan jubah
gaya Yunani yang megah dan dikelilingi tokoh-tokoh terbang yang membawa
rangkaian bunga.
6.
Penyebab Kemajuan Agama Buddha di
Cina
Setelah Sang Buddha Gotama (Sakyamuni) moksya, Agama Buddha berkembang
lewat 2 jalur:
1)
Jalur utara
India --> Afganistan --> Asia
Tengah --> Cina --> Korea --> Jepang
2) Jalur
Selatan
India --> Burma --> Muangthai, Vietnam, Laos, Indonesia
India --> Burma --> Muangthai, Vietnam, Laos, Indonesia
Jalur utara
banyakan dari mazhab Mahayana karena
mazhab Hinayana (Theravada) kurang
dapat di terima karena hidup dengan
empat musim dengan tuntutan vinaya (aturan) yang ketat dan harus
meninggalkan kehidupan duniawi berat
karena masyarakat akan kehilangan
banyak tenaga produktif. Meski demikian
awal perkembangannya banyak menemui kesulitan, penyebabnya antara lain anjuran untuk menjadi Bhiksu bertentangan dengan anak laki2
harus bertanggung jawab dan berbakti
pada orang tua dan leluhur. Tapi fleksibilitas mazhab Mahayana terhadap tradisi dan budaya tanpa menghilangkan inti ajaran Buddha
membuat masyarakat Cina secara luas
dapat menerimanya.
Sementara itu aliran-aliran baru dari India terus masuk ke
Cina. Dan berpengaruh besar terhadap
Ajaran Buddha Sakyamuni. Kedudukan
sentral Buddha Sakyamuni tergantikan dengan Buddha-Buddha
lain yang dibabarkan oleh Sakyamuni sebelumnya
yaitu : Buddha Amitabha dan Buddha Mahavairocana. Padahal keberadaan Buddha-Buddha tersebut sebenarnya dibabarkan untuk mematahkan pandangan
"hanya satu Buddha". Akibat
kekeliruan ini, Agama Buddha di Cina
bercampur-aduk dengan ajaran di luar
Buddha sehingga menemui keruntuhannya. Dengan
demikian Agama Buddha berangsur-angsur mengalami sinkretisme dengan filsafat
tradisional Cina yaitu Konfucianisme
dan Taoisme.
7. Kemunduran Agama Buddha di Cina
Sedangkan penurunan yang dialami
pada masa dinasti Tang yaitu ketika buddhisme dianggap pesaing Taoisme dan
Konfusianisme, karena itu pada tahun 845 kaisar Wu-Tsung menghancurkan 4600
kuil Buddha dan 260.500 biarawan dan biarawati dipaksa kembali kekehidupan
awam. Setelah kehancuran pada tahun 845, Buddhisme tetap mempertahankan
identitasnya dalam bentuk baru seperti Chen-Yen (Tantra) oleh Subhakarasimha.
Agama Buddha kemudian menyatu dengan tradisi Konfusianisme-Neo Konfusianisme
dan Taoisme sedangkan sekte terbesar di Cina adalah Ch’an (Zen) dan Tradisi
Tanah Murni.
2.1.2
Sejarah Masuknya Agama Buddha di
Korea
Dalam rangka untuk memahami agama Buddha Korea, pertama-tama kita harus
melihat pada sejarah. Diperkenalkan dari Cina pada 372 Masehi, Buddhisme
dikombinasikan dengan Shamanisme pribumi. Selama periode Tiga Kerajaan,
Buddhisme perlahan-lahan dikembangkan. Setelah penyatuan semenanjung di 668
oleh Shilla, usia keemasan Periode Shilla terpadu (668-935) diikuti oleh ritual
Koryo (935-1392). Penganiayaan berlari tinggi pada Periode Choson seperti
Konfusianisme Neo memperoleh mendukung keluarga yang berkuasa. Pada tahun 1945,
setelah tiga puluh enam tahun, penjajahan Jepang Korea berakhir: Korea
Buddhisme mengalami pembaharuan.
Pada abad ke-4 Masehi, pada saat Buddhisme pertama kali
diperkenalkan ke Korea, semenanjung Korea terbagi menjadi tiga kerajaan
terpisah: Koguryo, Paekje dan Shilla. Buddhisme tiba lebih dulu di kerajaan
utara Koguryo dan secara bertahap menyebar ke Paekje, di barat daya, akhirnya
mencapai Shilla tenggara pada abad ke-5 dengan bukti adanya
makam dekat P’yongyang berdekorasi motif Buddha Pada langit-langitnya.
1.
Periodesasi
Perkembangan Agama Buddha di Korea
1)
Tiga
Wilayah
·
Koguryo
Pada 372 Masehi, seorang bhikkhu diundang dari Cina ke Kerajaan Koguryo
utara. Ia membawa teks-teks Cina dan undang-undang dengan dia. Buddhisme dengan
cepat diterima oleh royalti Koguryo dan mata pelajaran mereka. Buddhisme di
Cina pada waktu itu, adalah dasar dalam bentuk. Orang-orang percaya pada hukum
sebab dan akibat - "seperti yang Anda tabur, itulah yang kau tuai" -
dan mencari kebahagiaan. Ini filosofi sederhana memiliki banyak kesamaan dengan
kepercayaan adat Dukun dan mungkin telah menjadi alasan untuk asimilasi cepat
Buddhisme oleh rakyat Koguryo.
Bhiksu Sundo (Shun Tao) dikirim Fu
Jian/Fu Chien(357-384) dari dinasti
Qin ke raja Sosurim (371-383) dari kerajaan Goguryeo pada tahun 372 M, Ajaran Bhiksu sundo memiliki kesamaan dengan
Shamanisme sehingga kuil Shamanisme
di jadikan kuil agama Buddha, sekte awal adalah sekte Samnon (San Lun)/Madhyamika.
·
Paekje
Buddhisme dibawa dari Koguryo ke kerajaan barat daya
Paekje pada tahun 384 AD dan di sana juga, keluarga kerajaan menerimanya.
Mengajar tampaknya telah mirip dengan yang di Koguryo. Raja Asin (392-450 Masehi),
misalnya. Menyatakan bahwa Korea "orang harus percaya pada Buddhisme dan
mencari kebahagiaan". Selama pemerintahan Raja Song (523-554 AD) ada
catatan seorang biksu, Kyomik, kembali dari India dengan teks baru. Dia
dianggap sebagai pendiri salah satu sekolah utama Buddhisme periode itu. Mulai
530 Masehi, biarawan Korea pergi ke Jepang untuk mengajar orang Jepang tentang
Buddhisme. Arsitek dan pelukis sering accompained para biarawan. Pengrajin ini
dibangun kuil besar di Jepang.
Bhiksu Marananda /
malananda (dari India ? / dari sarindian/XinJiang Asia Tengah tiba di Baekje
pada tahun 384 M, Sekte awal yang popular di Negeri ini adalah Smnon dan Gyeyul
(Vinaya).
·
Shilla
Dalam Shilla, itu adalah orang-orang biasa yang pertama kali tertarik pada
agama Buddha. Di antara beberapa bangsawan, ada resistensi yang cukup besar
dengan budaya baru. Barulah setelah kemartiran Ich'adon, selama pemerintahan
Raja Pophung (514-540) di 527 AD, bahwa Buddhisme secara bertahap menjadi
diakui sebagai agama nasional Shilla.
Ich'adon adalah seorang pejabat pengadilan yang menonjol. Suatu hari ia
menemui raja dan mengumumkan bahwa ia telah menjadi seorang Buddhis. Raja telah
dia dipenggal. Ketika algojo memenggal kepalanya, susu dituangkan keluar bukan
darah. Lukisan keajaiban ini dapat dilihat pada dinding candi (di Haein-sa
Temple misalnya). Sebuah monumen batu di Museum Nasional kematian Kyongju
Ich'adon penghargaan itu.
Raja Chinhung (540-575 M) terutama didorong pertumbuhan Buddhisme. Selama
pemerintahannya, sebuah lembaga pelatihan khusus, Hwarangdo, dibentuk. Terpilih
pemuda dilatih secara fisik dan rohani sesuai dengan prinsip-prinsip Buddhis
sehingga mereka bisa mengatur dan mempertahankan bangsa. Menjelang akhir
hidupnya, Raja Chinhung menjadi seorang biarawan.
Bhiksu A-do dari Goguryeo pada abad ke 5 tiba di Silla, tahun 257 Ichando memperkenalkan kepada raja Pophung/ Bopheung (514-540) bahwa ia beragama Buddha, Raja Bopheung menjadi pemeluk agama Buddha, masa raja Chin Hung (540-576), Agama Buddha diakui sebagai agama Nasional, Bhiksu-Bhiksu korea pergi ke Cina untuk belajar Bhudhisme terutama pada akhir abad ke- 6, Bhiksu Banya (562-613 ?) pergi ke India untuk belajar sansekerta dan Vinaya, Dua bhiksu menyebarkan agama Buddha ke Jepang atas undangan penguasa Jepang pada tahun 577 M, Bhiksu Jajang (590-658) berperan menjadikan agama Buddha sebagai agama Negara, mendirika Sangha, dan Vihara Tongdosa di korea, Akhir tiga periode muncul sekte Wonyung/Yuanrong yang kemudian dikenal dengan Hwaeom.
Bhiksu A-do dari Goguryeo pada abad ke 5 tiba di Silla, tahun 257 Ichando memperkenalkan kepada raja Pophung/ Bopheung (514-540) bahwa ia beragama Buddha, Raja Bopheung menjadi pemeluk agama Buddha, masa raja Chin Hung (540-576), Agama Buddha diakui sebagai agama Nasional, Bhiksu-Bhiksu korea pergi ke Cina untuk belajar Bhudhisme terutama pada akhir abad ke- 6, Bhiksu Banya (562-613 ?) pergi ke India untuk belajar sansekerta dan Vinaya, Dua bhiksu menyebarkan agama Buddha ke Jepang atas undangan penguasa Jepang pada tahun 577 M, Bhiksu Jajang (590-658) berperan menjadikan agama Buddha sebagai agama Negara, mendirika Sangha, dan Vihara Tongdosa di korea, Akhir tiga periode muncul sekte Wonyung/Yuanrong yang kemudian dikenal dengan Hwaeom.
2.
Perkembangan Masa Silla Bersatu
(668-935)
Sekte
yang berkembang yaitu Wonyung, Yosik (Yogacara), Joengto (Tanah Suci) dan Sekte
Korea Beopseong (Dharma sekte alam); Won Hyo//Weonhyo (617-686 M) mengajarkan sekte “Tanah Suci”
dengan praktek Yeombul (Nianfo); Won Hyo bersama Uisang membuat interpretasi Buddhisme (Tongbulgyo) yang
member sumbangan pada pemikiran Hwaeom; Karya Won Hyo mempengaruhi pengembangan sekte, Beopeong,
Haedong, dan Jungdo; Pengaruh
Buddhisme pada budaya Silla adalah adanya lukisan, sastra, patung, dan
arsitektur pada dibangunnya vihara Bulguksa dan Gua Seokguram.
Muncul sekte Seon/son (Chan/zen)
oleh Sinhaeng (704-779) pada abad ke- 8 dan oleh Doui/Toui (- 825) pada awal
abad ke- 9. Peziarah
Korea belajar Chaan di Cina dan setelah kembali kenegerinya mendirikan sekte=
“9 gunung” / (Gusan) yaitu:
a. Sekte Kaji-San (Ka Chi Shan) yang
didirikan di Vihara Porim Sa (vihara Po) dibawah pengaruh Toui (Moral,d. 825)
dan Ch’ejing (Cheng; 804-890), Chizo (735-814), dan Baizhang (749-814)
b. Sekte Songju San yang didirikan oleh
Muyom (800-888 yang menerima gelar Inga India mungkun dari Magu Baoche (Ma Po
Valley, Toru; b. 720).?
c. Sekte The Silsang San (realitas
gunung) yang didirikan oleh Hong Ch’ok (Hong-Zhi; Fl 830)
d. Sekte San Huiyang (Xi Yangshan) yang
didirikan oleh Pomnang dan Chison Tohon (Chi Shan road, Xian, 824-882)
e. Sekte San Pongnim yang didirikan
oleh Wongam Hyon’uk (Yuen Kam Yuen Yu; 787-869) dan muridnya Simhui (sidang
Yunani, fl 9c)
f. Sekte San Tongni (Tong Li Shan) yang
didirikan oleh Hyech’ol (Hiu Toru; 785-861)
g. Sekte Sn Sagul yang didirikan oleh
Pomil (Vatikan Jepang; 810-889)
h. Sekte San Saja (Lion Rock) yang
didirikan oleh Toyun (Tao Yun; 797-868)
i.
Sekte
Sumi San (Sumeru) didirikan oleh IOM ( Li Yan; 869-936) pengembangan dari
Caotong (Cao Dong)
3.
Masa Disnasti Goryeo/Koryo
(935-1392)
Sekte
Hwaeom berkembang dengan karya dari Gyunyeo (923-973) sebagai litelatur Hwaeom. Uicheon (1015-1101) berusaha
menyatukan Seol dan Gyo dengan mengajarkan Cheo Ntae (Ti’en Tai) tetapi tidak
berhasil Perkembangan agama Buddha sekte Seon
atas prakarsa Bhiksu Jinul/ Chinul/ Master Pojo (1158-1210), yaitu: Menyatakan
persamaan sekte soen dengan sekte Gyo dengan memasukan ajaran Gwanhwa. Menjadikan
Seon sebagai agama Negara. mendirikan vihara Songgwangsa di Mt. Jogye
Sekte Seon dipengaruhi ajaran guru Linji dari
Cina setelah Gyeong Han Baeg’un (1298-1374), Taego Bou (1301-1382) dan Naong
Hyegeun (1320-1376) pergi ke Yuan Cina untuk mempelajari Linji (Imje)/ Gwanhwa
yang dipopulerkan Jinul. Diproduksi Tripitaka dalam balok kayu yaitu
edisi pertama (1210-1231) terbakar, edisi ke 2 (1214-1259) oleh raja Kojong
tersimpan di vihara Heinsa. Pada akhir dinasti
Goryeo/Koryo agama Buddha semakin berkembang yaitu;
Banyak orang menjadi biarawan dan biarawati untuk
menghindari pajak. Banyak candi yang dilindingi dan banyak ritual yang rumit
dilakukan. Dukungan terhadap agama Buddha mempengaruhi perekonomian Nasional,
semantara dikalangan pemerintah terjadi korupsi dan perang diperbatasan Utara
dan Timur, dan pada masa ini mulai berkembang Neo- Konfusianisme
1.
Masa Dinasti Joseon/ Yi (1392-1910)
Pemerintah yang didukung Neo-Konfusian menyebabkan
kemunduran Buddhisme, yaitu : Pengurangan jumlah vihara oleh raja Chueng Jong.
Pengurangan sekte oleh raja Sejong. Pembatasan anggota Sangha. Bhiksu dan
Bhiksuni menyingkir kepegunungan. Penyatuan Seon dan Gyo menjadi Seon saja.
Raja Sejo mendukung agama Buddha tetapi ia berumur pendek. Raja Sung Jong
menghapuskan upacara-negara yang menggunakan tradisi agama Buddha.
Disisilain agama Buddhisme masih eksis yaitu: Giwha (Hamheo
Deugtong 1376-1433) menulis risalah berjudul Hyeon Jeong Non sebagai penyatuan
tiga ajaran (Buddha, Kong Hu Cu dan Tao). Berkembang pada masa ratu MunJeong,
yang mencabut tindakan anti Buddha, dan menjadikan Bhiksu Bou,(1515-1565)
sebagai ketua sekte Seon. Seosan Hyujeong (1520-1604) mengirim Bhiksi ke Medan
perang selama delapan tahun ketika invasi jepang ke Korea (1952 dan 1598).
Seosan adalah tokoh kebangkitan agama Buddha pada masa Josean kerena menyatukan
ajaran buddhisme yang dipengaruhi oleh Wonhyo, Jinul, dan Giwha. Kaum milisi
Buddha secara suka rela aktif membela Korea ketika Manchu menyerang tahun 1627
dan 1637.
2.
Perkembangan di Korea Selatan
Kampanye agama Buddha dari jepang
oleh Syngman Rhee (1950-an) membuat agama Buddha melemah. Tahun 1980
Presiden Chun Doo-hwan menyerang vihara, ratusan bhiksu ditanah dan
disiksa. Tahun 1990-an konflik
pemerintah bersama agama Kristern, dengan pemimpin agama Buddha terus
berlanjut. Pengrusakan petung Buddha dan Dangun (agama local). Terjadi
pembakaran candi, lukisan dan patung di vihara oleh kaun Kristen, salip merah
dilukis didinding candi, mural dan patung-patung, serta mahasiswa diuniversitas
agama Buddha di konfersi berpindah kekampus Kristen pada tahun 1980-an dan
1990-an. Diskriminasi terhadap agama Buddha oleh Preseden Lee Myung-bak yang
mendukung agama Protestan pada tahun 2006 dengan mengharapka vihara di Korea
runtuh. Peda decade terakhir terjadi pembakaraan vihara-vihara dan patung-patung
Buddha yang dianggap sebagai berhala oleh penganut Protestan. Penduduk Korea
Selatan yang beragama Buddha adalah
25,3% dari jumlah penduduk. Tahun 1964 dilakukan penerjemahan Kanon
Tripitaka di Hae-in Sa dari bahasa Cina ke bahasa Korea modern, yang dilakukan
oleh Donggok university.
3.
Perkembangan di Korea Utara
Agama Buddha mendapat perlindungan
dibandingkan agama Kristen yang mendapat tekanan oleh otoritas. Pemerintah
memberikan kesempatan agama Buddha untuk berkembang kerena berperan penting
dalam pengembangan budaya tradisional Korea. Agama Buddha Korea saat ini adalah
Seon yang berhubungan dengan tradisi Mahayana terutama Ch’an di Cina sera Zen
di jepang. Sekte lainnya adalah Taego (kebangkitan dari Cheontae), Jingak
(sekte esoteric modern) dan won.
4.
Sekte yang Berkembang di Korea
Periode
awal : Sarvastivada, Cheontae (tiantai), Hua-Yen dan Satyasiddhi (Chengshi).
Sekte yang berkembang popular adalah:
1) Sekte Samnon (Sm-Lun) berpedoman
pada doktrin Madhyamika di India, popular di Koguryo dan Baekje.
2) Sekte Gyeyul (Vinaya) disiplin moral
(sila) popular di Baekje
3) Sekte Yeolban (Nirvana) berdasarkan
Mahaparanirvana Sutra popular di Silla.
4) Sekte yang berkembang sekarang
adalah Seon, Teago, Jingak, (Esoterik modern), dan Won.
5.
Peninggalan Agama Buddha di Korea
1) Haeinsa
Janggyeong Panjeon,
perpustakaan Tripitaka Koreana
Haeinsa
adalah kuil Buddha tempat penyimpanan kitab suci Tripitaka Koreana. Dibangun
pada tahun 802 M di puncak Gunung Gaya di propinsi Gyeongsang Selatan.
Tripitaka Koreana adalah kitab suci
Buddha yang tersusun dari ukiran tulisan di blok-blok kayu, berjumlah 81.258
buah blok kayu yang tersusun rapi. Semua tulisannya diukir dalam aksara
Tionghoa (hanja). Haeinsa menjadi daftar Warisan Dunia di UNESCO pada tahun
1995.
Haeinsa atau Kuil Haein adalah kuil
Buddha utama dari sekte Jogye di Korea Selatan dan menyimpan Tripitaka Koreana,
cetakan Tripitaka kayu yang berjumlah 81.258 pres kayu sejak tahun 1398.[1]
Sebagai salah satu Tiga Kuil Mustika, Haeinsa melambangkan Dharma. Haeinsa dan perpustakaan untuk pres
kayu Tipitaka Koreana, dimasukkan oleh UNESCO sebagai bagian dari Situs Warisan
Dunia pada tahun 1995, sementara Tripitaka Koreana secara khusus dihargai
sebagai Memory of the World Register (Warisan Pustaka Dunia) pada tahun 2007.
Haeinsa terletak di puncak Gunung
Gaya, propinsi Gyeongsang Selatan. Sampai meninggalnya di tahun 1993, biksu
Seongcheol yang berpengaruh dalam perkembangan Buddhisme di Korea tinggal di
sini. Sejarah pembangunan Haeinsa dimulai
tahun 802 pada masa kerajaan Silla. Menurut legenda, dua orang biksu yang
kembali dari Tiongkok, Suneung dan Ijeong berhasil menyembuhkan penyakit
permaisuri Raja Aejang. Sebagai rasa syukur kepada Buddha, raja membangun kuil
ini.
Komplek kuil direnovasi beberapa
kali tahun 900-an, 1488, 1622, dan 1644. Hirang, biksu kepala Haeinsa, mendapat
bantuan dari Raja Taejo untuk melakukan renovasi pada zaman Goryeo. Haeinsa
terbakar pada tahun 1817 dan aula utama dibangun lagi tahun 1818. Pada renovasi
tahun 1964 ditemukan jubah Raja Gwanghaegun yang melakukan renovasi pada tahun
1622. Aula utama, Daejeokkwangjeon, difungsikan sebagai tempat pemujaan
Wairocana berbeda dengan kebanyakan kuil Buddha di Korea yang menempatkan
Shakyamuni.
6.
Faktor Kemunduran Agama Buddha di
Korea
1) Kampanye agama Buddha dari jepang
oleh Syngman Rhee (1950-an) membuat agama Buddha melemah.
2) Presiden Chun Doo-hwan menyerang
vihara, ratusan bhiksu ditanah dan disiksa.
3) Konflik pemerintah bersama agama
Kristern, dengan pemimpin agama Buddha terus berlanjut.
4) Pengrusakan petung Buddha dan Dangun
(agama local).
5) Terjadi pembakaran candi, lukisan
dan patung di vihara oleh kaun Kristen, salip merah dilukis didinding candi,
mural dan patung-patung, serta mahasiswa diuniversitas agama Buddha di konfersi
berpindah kekampus Kristen pada tahun 1980-an dan 1990-an.
6) Diskriminasi terhadap agama Buddha
oleh Preseden Lee Myung-bak yang mendukung agama Protestan.
7) Pembakaraan vihara-vihara dan
patung-patung Buddha yang dianggap sebagai berhala oleh penganut Protestan.
7.
Faktor kemajuan Agama Buddha di
Korea
1) Penerjemahan Kanon Tripitaka di
Hae-in Sa dari bahasa Cina ke bahasa Korea modern, yang dilakukan oleh Donggok
university.
2)
Agama
Buddha mendapat perlindungan dibandingkan agama Kristen yang mendapat tekanan oleh
otoritas.
3)
Pemerintah
memberikan kesempatan agama Buddha untuk berkembang kerena berperan penting
dalam pengembangan budaya tradisional Korea.
2.1.3
Sejarah
Awal perkembangan Agama Buddha Di Jepang
Agama
Buddha di Jepang berasal dari Negara Tentanganya yaitu Korea yang di perkirakan
pada tahun 550/552 M dengan datangnya Bhiksu yang datang ke Jepang atas
Undangan dari Penguasa yang ada di Jepang. Perkembangan agama Buddha di Jepang
mendapat perhatian dan dukungan keluarga Soga yaitu Pangeran Shotuku yang pernah
menjabat tahun 592-628 dan Ratu Suiko 573-628 M yang meresmikan Agama Buddha
sebagai agama resmi negara Jepang.
1.
Masa Pendudukan Jepang (1910-1945)
Pendudukan
Jepang pada 1910-1945 membawa dampak bagi perkembangan Buddhisme yaitu :
1) Sangha harus mematuhi peraturan
Jepang. Munculnya agama Buddha Won/Wonbol Gyo (kesempurnaan Buddhisme) oleh
Chung Bin (1891-1943). Munculnya misionaris Kristen. Jepang mengijinkan Bhiksu
dan Bhiksuni menikah. Karya seni Korea di kirim ke Jepang. Komunitas Korea
menyatukan sekte Zen dan sekte Chogye di Korea Selatan (1945-1953).
2) Kebangkitan Buddhisme pada zaman
modern terjadi ketika Kyongho Sunim (1849-1912) mengajarkan selama 20 tahun
dengan cara ortodok. Mangong Sunim (1871-1946) aktif pada “zaman kegelapan”
pendudukan Jepang. Kusan Sunim (1909-1983) mendirikan pusat pelatihan di vihara
Barat, Songgawang Sa. Master Kusan mengunjungi AS dan Eropa dengan meresmikan
vihara Zen Korea. Master Zen Korea pindah ke Barat seperti; Seung Khe
Sunim/Soen Sa Nim (1927-) mendirikan pusat ajaran Zen dan Samu Sunim (1941-)
mendirikan Zen Lutus Society di Toronto.
2.
Periodesasi
Perkerkembangan Agama Buddha di Jepang
a Periode
menyalin
Pada
peride ini terjadi sebelum tahun 700 SM dengan adanya 4 sekte yang berkembang,
yaitu sekte Jojitsu (625) yang didasari dari terjemahan Kumarajiva tentang
Satyasiddhi; yang kedua adalah sekte Sanron (625) yang hanya mempelajari tiga
karya dari Nagarjuna Aryadeva; yang ketiga adalah Hosso (625) yang mengambil
buku Yuishiki yang menguraikan prinsip-prinsip Vijnanavada; yang ke empat
adalah sekte Kusha (254) yang mempelajari Abhidammakosa dari Visubandhu.
b Periode
heian (797-1186)
Pada
periode ini didominasi oleh dua sekte yaitu sekte Tendai dan sekte Shingon yang
pusatnya ada di dua gunung.
c Periode
1160 samapi 1260
Pada
masa ini agama Buddha mulai berkembang lagi setelah kemunduranya dan
memunculkan ke Aslian nilai Buddhisnya dan Tenaga Kreatifnya.
d Periode
Kamakura (1192-1335)
Pada
masa periode ini berkembang juga dua aliran yang di perbarui yaitu aliran Amida
dan Aliran Zen.
e Periode
Mappo (1253)
Pada
masa ini berkembang aliran Buddha Nichiren adalah seorang anak nelayan, yang
mempunyai jiwa nasionalistik dan mempunyai sifat suka berselisih, dan tidak
mempunyai toleran sangat berbeda sekali dengan ajaran Buddha itu sendiri.
3.
Sekte-
Sekte Yang berkembang di Jepang
1) Jojitsu
Seperti yang sudah
dijelaskan sekte ini ada pada tahun 625 yang hanya mempelajari terjemahan dari
seorang Bikkhu yang Bernama Kumarajiva tentang Satyasiddhi dari Harivarman.
2) Sanron
Sekte Sanron berkembang
sejak tahun 625 yang hanya mempelajari tiga karya dari Nagarjjuna dan Aryadewa
yang juga berkembang di Cina sebagai dasar dari sekolah Buddhis San-Lun.
3) Hosso
Sekte ini juga
berkembang sebelum tahun 700 M tepatnya sekitar tahun 625 M yang hanya menerangkan
tentang prinsip-prinsip Vijnanavada dari Yuan-Tsang dan K’ue-ki
4) Kusha
Sekte Kusha muncul pada
tahun 658 yang lebih sepesifik mempelajari tentang Abhidharmakosa dari
Vasubandhu.
5) Hua-yen/Kagon
Sekte ini berkembang sejak tahun
730 namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kagon sekte ini lebih
mengkhususkan pemujaan Vairocana sebagai Rosana atau Birushna.
6) Winaya/Risshu
Sekte ini ada sejak
tahun 753 yaitu berusaha mengenalkan peraturan-peraturan penahbisan bhikkhu
namun justru sekte ini tidak bertahan lama.
7) Tendai
Sekte Tendai berada
pada periode Heian yaitu yang dibangun oleh Kobo Daishi pada tahun 767-822 yang
mempertahankan doktrin Tien-t-ai dari China, pusatnya yaitu di Hieizan di dekat
ibu kota Kyoto. Di kota ini, terdapat 3000 vihara. Kalangan Tendai mempunyai
pengaruh terhadap seni dan mempunyai hubungan sebagai dasar perkembangan sekte
selanjutnya. Kobo Daishi mempunyai nama yang lebih terkena dan disukai oleh
lingkungan Kekaisaran dan mempunyai kesan bagi masyarakat umum, bagi rakyat Ia
adalah pahlawan dengan legenda yang tak terhitung bannyaknya. Bagi pengikutnya
Kobo Daishi adalah perwujudan dari Budddha Vairocana.
8) Singon
Sekte Singon memiliki
perkembangan yang sama dengan sekte Tendai hanya saja ia mempunyai pusat di
Gunung Koyasan dan Dengyo Daishi sebagai tokohnya. Sekte ini menjadikan upacara
ritual sebagai aktivitas utamanya.
Selain itu mereka mengembangkan seni lukisan dan seni pahat mahluk luhur
Tantra. Mereka juga menjalankan pertapaan dan hidup di gunung-gunung dan
hutan-hutan liar namun justru tidak menimbulkan daya tarik bagi masyarakat
umum.
9) Amida
Sekte ini pertama lebih
dikenal Yuzu Nembutsu yang dikenal pada tahun 1124 yang didirikan oleh Ryonim
yang lebih melihat Jalan penyelamatan dengan melafal “Nebutshu” terus menerus
dengan melafalkan Namu Amida Butsuhinga 60.000 Kali sehari. Sekte ini juga mengajarkan
pengulangan ini lebih baik juga diulangi untuk orang lain daripada diri
sendiri. Namun sekte ini tidak banyak pengikutnya dari pada sekte lain.
10) Zen
Sekte Zen berkembang
sejak tahun 1141 yang juga dikenal dengan sekte Lin-Chi atau juga sebagai Rinzai,
zen lebih menyebar di kalangan para samurai, kusunya dalam bentuk Rinzai untuk
para Jendral. Sen juga menciptakan jalan Bushido “ Jalan Ksatria”, Zen juga
banyak merangsang kepekaan bangsa Jepang terhadap keindahan seperti apa yang
dilakukan Ch’an di China. Menerut para samurai kematian adalah salah satu
tujuan latihan Zen. Dibahawah Ashikaga Shogun (1335-1373), Zen memiliki
dukungan pemerintah. Pengaruh Zen lebih mencapai puncaknya dan tersebar di
masyarakat umum karena isinya lebih mengutamakan tindakan nyata daripada
pikiran-pikiran spekulatif. Tindakan-tindakan haruslah sederhana, namun
mendalam dan indah bersahaja.
11) Jodo
atau Sekte Tanah Suci
Yang deperkenalkan oleh
Bikshu Honen yang luar biasa dan lembut pada tahun 1133-1212, sekte ini lebih
banyak diminati oleh masyarakat di Jepang ketika awal perkembanganya.
12) Shinren
Sekte ini dikenal sejak
1173 dikembangkan oleh murid dari Bhiksu Honen, kata Shin dalah hasil
penyingkatan dari kata Jodo Shinshu “
jodo sejati”. Aliran ini mempunya perbedaan yaitu Bhiksu diijinkan untuk
menikah, dan mengulang kata Amitabha atau Nembutsu secara berulang-ulang tidak
lah perlu dan menegaskan bahwa dengan menyebut Amida sekali saja dengan hati
yang percaya sudah cukup untuk dilahirkan di surga. Mengenai masalah moral ,
Shinran menegaskan bahwa orang jahat lebih mungkin masuk ke tanah Amida dari
pada orang yang baik, karena ia tidak begitu mengandalkan kekuatan dan
kebaikan-kebaikanya sendiri. Rasa bakti Amida menjadikan patung-patung Amida
diperbanyak dan pujian-pujian dalam bahasa Jepang dikarang. Namun ternyata
sekte ini memiliki tujuan meruntuhkan penghalang antara umat awam dengan agama.
13) Nichiren
Nichiren didirikan
tahun 1253 oleh Nichiren , anak seorang nelayan namun aliran ini berbeda dengan
aliran Buddha lainya karena Nichiren yang mempunyai jiwa Nasionalis, suka
berselisih, dan sikapnya yang tidak toleran. Semangat patriotik Nichiren
diperkirakan karena sentimen-senyimen nasionalisme pada waktu itu sangat
berkobar dengan ancaman invasi dari Mongol yang sudah berjalan lama, yang
akhirnya memukul arama-arama kubilai tahun 1274 dan 1281, Nichiren menggantikan
kata-kata Namu Myoho Renge-Kyo “ hormat kepada Saddharmapundarika sutra “ Sutra
Teratai Hukum Kebenaran” dan menyatakan bahwa ungkapan ini saja sudah cukup untuk
periode akhir dalam periode Mappo. Nichiren berbicara seperi nabi-nabi Yahudi
dengan penuh semangat menuntut sekte-sekte lainya dirindas kecuali sektenya.
“karena Nembutsu adalah “neraka”, zen adalah setan dan Shingon adalah
kehancuran nasionl dan Risshu adalah penghianat negara. Pada peristiwa ini
agama Buddha dengan sendirinya mengembangkan antitesisnya.
14) Sekte
Amadis
Sekte ini
didirikan oleh Ippen pada tahun 1276 dan
disebut “Ji” atau “Sang Waktu”, yang menyatakan sekte ini adalah agama yang
tepat untuk masa-masa kemerosotan, sekte ini menganggap pelafalan nama Amida
atau Nembutsu tidaklah perlu karena pelafalan nama Amida akan berhasil sebagai
akibat suara itu sendiri sebagaimana adanya.
4.
Pasang
Surut Agama Buddha Di Jepang
Dari
awal dikenalnya agama Buddha pada tahun 550 sampai pada tahun 700 sangat
mendapat perhatian masyarakat Jepang atas dukungan dari pangeran Shotoku dan
Ratu Suiko yang menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi di Jepang.
Perkembangan
kedua terjadi ketika periode Heian dengan adanya dua sekte yaitu Tendai dan
Saigon yang mampu mengembangkan dan mendirikan sekitar 3000 vihara dikalangan
ibukota Kyoto.
Dan faktor lain dengan adanya
penyatuan nilai Buddha dengan seni Jepang itu sendiri sehinga mendorong
kemajuan Agama Buddha di Jepang, namun ternyata di faktor lain agama Buddha
lebih dikenal dengan keajaiban-keajaiban yang didapat dari budaya mengulang
Kata Amitaba atau Amida yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit, mara bahaya
seperti mencegah wabah, gempa bumi dan bencana-bencana lainya.
Namun
kemajuan selalu diiringi dengan kemunduran agama Buddha di Jepang karena tindakan
lembaga fiodal yang terdiri dari para prajurit upahan yang beraksi membakar
habis vihara-vihara di Kyoto dibawah perintah pendeta-pendeta.
Pada
tahun 1160 agama Buddha mulai bangkit kembali mengalami perkembangan dengan
adanya kemunculan sekte Zen dan Amida dalam versi baru dan juga Jodo atau tanah
suci, dengan mengenalkan nilai-nilai Buddhis yang baru dan praktis dalam
pelaksanaanya sehinga lebih diminati oleh masyarakat. Kususnya aliran Zen yang
mampu menarik perhatian para Jendral dan Para Samurai yang menduduki
pemerintahan. Ditandai dengan adanya upacara minum teh yang disistematisi oleh
guru-guru Zen dan para seniman percaya bahwa Zen dan seni adalah satu.
Namun
pada tahun 1500 ternyata agama Buddha tidak mampu bertahan karena kekuatan
kreatifnya telah memudar dan kekuatan politiknya telah pecah. Nabunaga
menghancurkan kubu Tendai di Hieizan pada tahun 1571, dan Hodeyoshi melakukan
penyerangan di pusat Shigon di Negoro pada tahun 1585. Dan Agama Buddha di
gantikan oleh Konfuisme atas dukungan Tokugawa (1603-1867) selanjutnya abad ke
18 M agama Shinto juga bangkit kembali. Agama Buddha hanya berkembang di balik layar
karena organisasi dan aktiftas Bhiksu di awasi oleh pemerintah dan menghambat
pendapatan vihara-vihara.
Setelah
kemunduranya agama Buddha kembali mencoba memperkenalkan Agama Buddha Rinzai
oleh Hakuin, dan pujanga Basho gaya puisi bari. Pada tahun 1655, sekte Zen
masuk dari China yang tetap mengunakan karakteristik Khas China. Dan tahun 1890
agama Buddha meningkat dan pada tahun 1950 dua pertiga dari penduduk Jepang
menganut salah satu sekte utama. Walaupun agama Kristen lebih banyak di negara
ini. Namun diakhir-akhir ini Zen Jepang mendapat perhatian di Eropa dan Amerika.
2.1 Perkembangan
Agama Buddha di Asia Tenggara
Selain di Asia Timur agama Buddha juga berkembang di Asia
Tenggara. Perkembangan agama Buddha di Asia Tenggara mengalami perkembangan
yang pesat dan meluas diberbagai negara, diantaranya adalah:
2.1.2
Sejarah masuknya agama Buddha di Kamboja
Agama Buddha mulai nampak pada Abad ke 5 yaitu pada masa pemerintahan kerajaan Funan
yang awalnya mayoritas masyarakatnya memeluk Brahmanisme dengan bukti penemuan-penemuan arkeologi serta
berita-berita dari China. Selain itu pada abad ke 10 Raja Yasovarman membangun Saugatasrama untuk para Bhikkhu dan
mengeluarkan peraturan mengenai penggunaan bangunan tersebut. Funan
merupakan kerajaan yang aktif dalam dunia perdagangan kususnya dengan negara
cina dan India maka dengan adanya hubungan tersebut memungkinkan masuknya agama
Buddha di Kamboja lewat jalur perdagangan.
Bukan hanya agama yang berkembang di funan tetapi Bahasa Sansekerta di gunakan
sebagai bahasa istana, selanjutnya Bahasa pali masuk ke wilayah selatan kerajaan
Funan.
Setelah kerajaan Funan mengalami keruntuhan
kekuasaan di pegang oleh kerajaan Khmer yang di dirikan oleh Raja Jayawarman II
yang juga keturunan dari wangsa Syalendra Jawa Tengah (Kerajaan
Sriwijaya), pada masa kerajaan Khmer Agama Buddha yang berkembang adalah Buddha
Mahayana, namun pada Abad ke 13 di pengaruhi oleh agama Buddha Theravada dari
Sri lanka. Khmer pada masa kejayaanya juga menguasai kerajaan Sukhothai yang
ada di Thailand yang juga memeluk Buddha Theravada pada abad ke 12.
1. Periodisasi perkembangan
agama Buddha di Kamboja
Pada Abad ke 5 Masa pemerintahan kerajaan funan, yang
berkembang adalah Buddha Theravada yang berasal dari India atas dukungan dari
Raja Bhavavarman.
Abad ke 7 sampai abad ke 9 Masa pemerintahan kerajaan
Khmer, agama Buddha masih di dominasi oleh agama siavisme namun mengalami
perkembangan pada abad ke 11 (1181-1220) oleh Raja Jayawarman VII sebagai pemeluk agama Buddha melakukan kebajikan dengan membangun 798
candi dan 102 rumah sakit sehinga mendapat gellar Anumerta Mahaparamasaugata.
Abad ke 12 agama Buddha juga berkembang atas dukungan
dari Raja Dharanindra II yang merupakan anak dari Jayawarman VII, dengan adanya
bukti patung Buddha yang di perkirakan mulai ada sejak abad ke 12, dan bukti
inskripsi dari cina.
Abad ke 13 Masa kerajaan Khmer, yang berkembang adalah agama Buddha Theravada
yang berasal dari Sri Lanka.
Abad ke 14 masa kerajaan ayutthaya, ( kerajaan Asli
Thailand) yang juga memeluk agama Buddha Theravada dari Sri lanka .
Abad ke 18 (1863) M kamboja di kuasai oleh negara
Perancis, agama Buddha kurang mendapat perhatian sehinga agama Buddha mengalami
kemunduran dan juga pada saat itu di kuasai oleh negara Jepang (1940).
Abad ke 19 (1948) M Agama buddha di Kamboja di menjadi
dasar secara nasional.
Pada tahun 1953 tangal 9 November mendapat kemerdekaan dari Perancis,
setelah kemerdekaan Kamboja menjadi
negara konstitusional yang di pimpin Raja Norodom Sihanouk.
Pada tahun 1960 terjadi perang saudara Peristiwa ini terjadi karena Raja
Norodom Sihanouk yang beraliansi dengan Khmer Merah untuk merebut tahtanya
kembali dari tangan Jenderal Lon Nol dan Pangeran Sirik Matak (aliansi pro-AS).
Pada tahun 1975 Atas pimpinan Pol Pot Khmer Merah akhirnya berhasil menguasai daerah ini dan
mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik
Demokratik Kamboja. Dengan segera masyarakat perkotaan dipindahkan ke
wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif. Pemerintah yang baru
ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang terjadi pada abad 11.
Namun mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat Kamboja kelaparan
dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja.
2. Sekte agama Buddha yang
berkembang di Kamboja
Sekte mahasangika yang mulai ada pada abad ke 5 yang
berasal dari India (kasmir) di perkirakan masuk ke Kamboja di bawa oleh
misionaris dari Raja Khaniska, pada masa raja Rudravarman dari Dinasti Funan .
·
Sekte Mahayana yang berkembang
sekitar abad ke 9 hinga abad ke 13.
·
Sekte Theravada yang berasal dari
Sri Lanka pada abad ke 13
3. Pasang surut perkembangan
agama Buddha di Kamboja
Masa Kejayaan Agama Buddha
mulai ada di Kamboja mulai ada abad ke 5 pada masa pemerintahan Raja
Rudravarman dan abad ke 10 Raja Yasovarman membangun Saugatasrama
untuk para Bhikkhu dan mengeluarkan peraturan mengenai penggunaan bangunan
tersebut. Masa kerajaan Khmer masa raja Jayawarman II juga mengalami perkembangan
namun masih di dominasi dengan agama Brahma ( Sivakaivalya) sebagai agama resmi
dengan objek pemujaan terhadap Lingga dengan sebutan Deva-raja pada abad ke 8 ,
dan pada abad ke 9-10 Khmer di dominasi siavisme dengan membangun angkor wat.
Masa Jayawarman I abad ke 10, datang dari kerajaan Buddhis yang memberikan hadiah agama meskipun tetap mempertahankan dewa Raja. Abad ke 11 agama Buddha
Mahayana berkembang dengan adanya bukti inskrisi dari bahasa sansekerta yang di
temukan di Prah Khan, di temukan juga agama Buddha Theravada pun juga
berkembang.
Pada pertengahan abad ke 12 terdapat patung Buddha dengan Raja
Dharanindravarman II sebagai penganut agama Buddha Mahayana. Dharanindravarman II (Paramanishkalapada)
adalah anak dari Jayawarman VII. Agama Buddha Theravada berkembang di Kamboja pada
Abad ke 14 dengan prasasti tertangal 1308 ditemukan dekat Candi Siemreap dalam
bahasa Pali dan sebagaian dalam bahasa Khmer di susun oleh Raja jayawarman III
setelah mempraktekan menjadi Bhikkhu hutan dengan aliran Buddha Theravada.
Pada abad ke 13 agama Buddha sangat berkembang pesat. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari Thailand
(pada masa itu berada dibawah kekuasaan Kamboja). Namun ketika Thailand
berhasil menguasai Khamboja, agama Buddha menjadi dominan. Arca-arca Dewa Hindu
di Angkor Vat diganti menjadi arca-arca Buddha.
Selain itu Raja Jayavarman VII (sekitar tahun 1220 M)
adalah seorang pemeluk agama Buddha
serta mendapatkan gelar kehormatan sebagai Maha parama-saugata. Catatan tentang
masa pemerintahannya menunjukkan pandangan hidup berdasarkan agama Buddha, khususnya mengenai kedermawan
serta kepedulian beliau terhadap alam. Raja menunjukkan peranan yang besar
dalam mendirikan lembaga-lembaga keagamaan. Suatu prasasti dalam bahasa Sansekerta,
peninggalan raja Jayavarman VII memberikan gambaran tentang perhatian yang
besar dari permaisuri Jayarajadevi (dari Campa atau Vietnam).
4. Peninggalan agama Buddha pada
masa lalu di Kamboja
|
Angkor Wat: merupakan
peningalan kerajaan Khmer yang sebelumnya di gunakan sebagai tempat pemujaan
khusunya
Agama Brahma, sivakaivalya, siavisme namun setelah Khmer mengalami keruntuhan karena di serang
kerajaan Ayuttaya dari thailand yang menganut Buddha Theravada maka patung
dewa siwa dan objek pemujaanya di ganti dengan patung-patung Buddha. Di
bangun abad ke 8 dan di ganti menjadi rupang-rupang Buddha abad ke 13.
|
5. Keberadaan agama Buddha pada
masa Kamboja modern
Dari seluruh populasi Kamboja, diperkirakan
82,6% beragama Buddha, hanya 1,2% di antara populasi Kamboja yang Kristen dan
sisahnya beragama islam. Namun pada akhir-akhir ini agama Buddha di Kamboja
mulai terancam karena misionaris kristen mulai masuk ke rumah-rumah penduduk
dan pada tahun 2007 mulai di berlakukan peraturan untuk pelarangan penginjilan
dari rumah ke rumah. Selain masalah
tersebut ada masalah yang terbesar yang di alami penduduk Kamboja yaitu trauma
karena pembantaian yang terjadi tahun 1975-1979 oleh Khmer merah yang ingin
menghapuskan semua agama di Kamboja
dengan membantai 90% para
biarawan Buddhis dan kristen namun sekarang para Bikkhu di Kamboja sudah mencapai
56.301 Bhikku.
Pada 7 januari 2011 di
adakan Kongres Nasional Para Bhikku di kamboja yang di hadiri 800 Bhikku yang
membahas masalah moralitas yang menurun, perdana menteri meminta agar para
Bhikku untuk menanamkan kembali pentingya peningkatan moralitas Buddhis dan
dalam rapat ini mengahasilkan kesepakatan bahwa para Bhikku akan memperkuat
struktur administrasi bhikkhu, serta memperbaiki administrasi vihara-vihara,
studi Buddhis, dan distribusi perundangan dan regulasi berkaitan dengan agama
Buddha, sebuah gerakan untuk membantu menjaga kestabilan, kedamaian, dan
kemajuan sosial.
2.1.3 Sejarah masuknya agama Buddha
di Thailand
Beberapa sarjana mengatakan bahwa Buddhisme
diperkenalkan ke Thailand selama pemerintahan Asoka, kaisar besar India yang
mengutus misionaris Buddha ke berbagai penjuru dunia. Pandangan lain
bahwa Thailand menerima Buddhisme dilihat dari penemuan
arkeologi dan bukti sejarah lainnya.
Buddhisme pertama ada di Thailand ketika
negara itu dihuni oleh ras Mon-Khmer, tepatnya di kota Nakon Pathom (Nagara Prathama), sekitar 50 kilometer di sebelah
barat Bangkok.
Selain itu sumber lain menyatakan bahwa agama
Buddha Theravada masuk sekitar abad ke 11 di Thailand pada masa kerajaan
Sukhothai, yang merupakan etnis tertua dari Negara Thailand.
1.
Periodisasi perkembangan agama Buddha di Thailand
1)
Theravada atau Selatan
Buddhisme
Merupakan Buddhisme pertama dengan adanya bukti peninggalan arkeologi berupa Dharma Chakra
jejak kaki Buddha dan kursi, serta prasasti bahasa pali. Obyek pemujaan Buddhis di
India akibat dari pengaruh Yunani di abad ke 3. Peninggalan berupa rupang
Buddha bergaya Gupta yang menunjukkan misionaris Buddha masuk ke Thailand
berasal dari Magadha (Bihar, India) Ini diperkuat oleh ayat Mahavamsa yang berisi
Raja Asoka yang mengirimkan ke
Suvannabhumi (Burma Selatan, Thailand, Laos, Kamboja, dan Malaya) bernama Sona
dan Uttara abad ke 3 SM (228 SM).
2)
Mahayana Buddhisme Atau Utara
Terjadi pada masa Raja Kanishka Awal abad ke 5 M mulai menyebar dari India
Utara ke Sumatra, Jawa, dan Kamboja, sampai ke Burma, Pegu, dan Dvaravati
(Nakon Pathom di Thailand Barat) .Bukti bahwa Mahayana ada di negara ini adalah
bentuk stupa atau chetiyas dan gambar, termasuk tablet nazar dari Buddha dan
Bodhisatta (Phra Phim), chetiyas di Chaiya (Jaya) dan Nakon Sri Thammarath
(Nagara Sri Dharmaraja) Raja Suryawarman memerintah tertinggi yang menganut
Buddha Mahayana campuran Brahmanisme. Peninggalan berupa prasasti batu di
Museum Nasional Bangkok, dengan Raja Lopburi yang merupakan nenek moyang
Sriwijaya.
3)
Burma (Pagan) Buddhisme
Tahun 1057 M Raja Anuruddha
(Anawratha) berkuasa di Burma menguasai Thailand wilayah Chiengmai, Lopburi,
dan Nakon Pathom. Penyebaran ini dimulai dari misionaris yang dikirim oleh
Asokha. Abad 2 SM rakyat Thailand asli di China bermigrasi ke selatan akibat
gesekan konstan dengan suku-suku tetangga. Sekitar 1257 Masehi (B.E 1800)
mereka mendirikan negara yang independent di Sukhothai (Sukhodaya).
4)
Ceylon (Lankavamsa) Buddhisme
Pada 1153 AD (B.E 1696)
Parakramabahu Agung (1153-1186) menjadi raja Ceylon. Dan 1257 Masehi
(B.E 1800) Thailand mengirimkan bhikkhu ke Ceylon untuk memperoleh vidhi
upasampada, kini disebut Lankavamsa. Pada
tahun 1277 M Raja Kamhaeng
mengundang para bhikkhu untuk mendapatkan dukungan raja dalam menyebarkan
ajaran. Periode dinasti Sukhothai,
raja Maha Dharmaraja dan Raja Borom Trai Lokanath periode Ayudhya awal ,
Bhikkhu Sangha mengundang patriark dari Ceylon, dengan pemimpin upasampadanya
yaitu Maha Sami Sangharaja Sumana. Selama
pemerintahan Raja Boromkot (1733-1758 M) membayar utang dengan mengirimkan
batch bhiksu Buddha dipimpin oleh Upali Thera dan Ariyamuni Thera di Ceylon dan
dikenal sebagai Vamsa Siyamopali atau Siyam Nikaya. Tahun 1747-1781 kekuasaan Raja Kirtisri pentahbisan upasampada
menghilang.
2.
Sekte agama
Buddha yang berkembang di Thailand
Mahanikaya
(sekte tua), adalah sebuah sekte yang
dianut hanya dari keturunan china (China-Thai). Dharmayuttika Nikaya (1833 M) oleh
Raja Mongkut dari Dinasti Chakri (putra dari Raja Rama II). Sekte Dharmayuttika di
dirikan dengan tujuan agar para Bhikkhu menjalani hidup yang lebih disiplin
sesuai dengan ajaran murni Sang Buddha. Pengaruh Theravada Sri Lanka, berpedoman pada
Tipitaka Pali kemudian menggunakan tulisan modern Thailand dan tulisan
Kham dan Tham. Pengaruh Hindu dari Kamboja pada periode Sukhotai, terpengaruh
oleh Veda, juga ritual tertentu yang masih dipraktikkan sampai Dinasti Chakri
di kota Kantharalak, Thailand.
3.
Pasang surut perkembangan agama Buddha di Thailand
1) Kejayaan
agama Buddha di Thailand
Agama
Buddha mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Boromkot (1733-1758 M)
dengan mengirimkan bhiksu Buddha dipimpin oleh Upali Thera dan Ariyamuni Thera
di Ceylon dan dikenal sebagai Vamsa Siyamopali atau Siyam Nikaya. Hal ini
menyebabkan agama Buddha menjadi kuat dan bertahan. Selain itu adanya
misionaris dari Khasmir di India Utara ke wilayah Semenanjung Melayu dan
Nusantara.
2) Kemunduran
agama Buddha di Thailand
Kemunduran agama Buddha di Thailand di sebabkan
karena lunturnya pentahbisan upasampada di Ceylon dibawah pemerintahan Raja Kirtisri
(1747-1781 M) akibat dari konflik/gejolak yang terjadi di negara tersebut. Selain itu
adanya migrasi dari rakyat di Cina yaitu wilayah antara lembah Ho Huang dan Kiang Yangtze ke wilayah selatan, yang juga memungkinkan
terjadinya pencampuran perkawinan dengan kepercayaan lain.
4.
Peninggalan agama Buddha pada masa lalu di Thailand
|
Peningalan di sukhothai
Yaitu
merupakan kerajaan tertua yang berdiri pada tahun 1238). Yang sebelumnya
menjadi bagian dari Kerajaan Khmer di bawah Raja Ramkhamhaeng.
|
|
Peningalan kerajaan Ayutthaya
Berdiri pada pertengahan abad ke-14
oleh Raja Ramathibodi (Uthong) dengan ukuran lebih besar dibandingkan
Sukhothai. Kebudayaan dipengaruhi dengan kuat oleh Tiongkok
dan India.
|
|
Peningalan di Nakon Pathom
Berupa candi
sebagai obyek pemujaan terhadap Buddha dan patung Buddha bergaya Gupta dan
disana juga terdapat Dharma Chakra, jejk kaki Buddha dan kursi serta prasasti
bahasa pali.
|
5.
Keberadaan agama Buddha pada masa Thailand modern
Pada tahun 1826 Siam menandatangani perjanjian
dengan Britania Raya, dan tahun 1833 menjalin hubungan diplomatic dengan
Amerika Serikat. Yang menghasilkan Perjanjian Anglo-Siam. Ini menentukan batas-batas Siam dengan Malaya. Selain itu mengadakan
perjanjian dengan Perancis yang menentukan batas timur yaitu Laos dan Khamboja. Akhirnya
pada tahun 1932 mengakhiri monarki
absolut di Thailand, hingga
muncul awal kerajaan Thailand
modern atau monarki konstitusional. Perubahan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Plaek Pibulsonggram tahun 1939. Tahun1941 terjadi perang Thai-Perancis. Tapi Thailand berhasil merebut
Laos, sedangkan Perancis memenangkan pertempuran laut Koh-Chang. Perang
tersebut berakhir karena peran Jepang dengan melepaskan wilayah sengketa kepada Thailand. Keberadaan agama Buddha di Thailand modern
adalah agama Buddha Theravada yang merupakan ajaran sesepuh.
2.2.3
Sejarah masuknya agama Buddha di Laos
Agama Buddha di kenal di
Laos sejak abad Ke 7 yang pada saat itu terdapat kerajaan Dvaravati yang makmur
pada jaman Huang Tsang. Pada abad ke 8 Siam Dan Laos secara politis merupakan
bagian dari Kamboja hal ini menjadikan Laos di pengaruhi kebudayaan dan agama
Buddha, dimana agama Buddha dan Hindu hidup berdampingan.
1. Periodisasi perkembangan
agama Buddha di Laos
a)
Masa kekuasaan Kamboja
Terjadi pada abad ke 8 Laos
merupakan bagian dari wilayah Kamboja yang merupakan penganut Buddha sejak abad
ke 5 M tepatnya pada masa pemerintahan Dinasti Funan.
b)
Masa kekuasaan Thailand
Terjadi pada abad
pertengahan abad ke 13 dengan berakhirnya politisi Kamboja. Agama Buddha
Theravada cukup berkembang di Laos atas peran seorang Raja Thai yaitu Sri
Suryavamsa Rama Maha Dharmikarajadhiraja beliau selain sorang Raja beliau juga
seorang Bhikku yang aktif menyebarkan agama Buddha keseluruh negeri dan pada
masa kedudukanya mengadakan Sanghasamaya ke 8 di vihara Mahabodhi Arama di
Chiengmai yang sekarang merupakan wilayah Thailand.
c)
Masa kerajan Lan Xang
Merupakan kerajaan setelah
kedudukan kerajaan dari Thailand pada
tahun 1353 Fa Ngum yang berada di Luang Prabang di bagian utara Laos, yang membawa Bikkhu Phramaha yang merupakan penganut sekte Theravada
dari Khmer sebagai penasehat.
d)
Munculnya Liberalisasi
Pada tahun 1979 agama
Buddha berkembang pesat karena munculnya liberalisasi yang membuat agama Buddha
di Laos menjadi terus berkembang sampai sekarang dengan sekte terbesar adalah
Theravada.
2. Sekte agama Buddha yang
berkembang di Laos
Sekte awal adalah
Mahasanghika yang berkembang pada masa pemerintahan Kamboja di Laos pada abad
ke 8. Selanjutnya pada abad ke 13 berkembang Sekte Theravada atas peranan Raja
Thai yang mengantikan kekuasaan Kamboja dan aliran Tantra juga ikut berkembang
pada masa ini.
3. Pasang surut perkembangan
agama Buddha di Laos
Penghambat perkembangan
agama Buddha di Laos terjadi ketika terjadi gerkan komunit yang dinamkan Pathet
Lao yang memenangkan perang saudara di Laos. Pada masa kekuasaan Pathet Lao di berlakukan
kebijakan yang akhirnya membawa dampak kemunduran agama Buddha kebijakan itu
berupa pelarangan penyebaran agama Buddha di Laos akibatnya antara lain :
a)
Sangha atau Bhikkhu di larang berkhotbah
b)
Banyaknya Bhikkhu yang meninggalkan Sangha, seperti Sangharaja Thammoyun, yaitu dengan melarikan diri ke Thailand
c)
Adanya Bhikkhu yang setuju dengan Pathet Lao, dan bergabung dalam Lao
United Buddhist Association.
d)
Jumlah anak laki-laki menurun, sehingga pentahbisan pun ikut menurun, dan
banyaknya Cetiya/ Vihara yang kosong.
Agama Buddha kembali berjaya di Laos di awali dengan berlakunya paham
liberalisme di Laos yang kemudian memberi dampak positif anata lain :
a) Meningkatnya jumlah
bhikkhu pada tahun 1993 yang berpusat di Vientiane dan Lembah Mekong.
b) Berdirinya sekolah-sekolah Buddhis yang
mengarah pada kurikulum politik, dan para Bhikkhu bertindak sebagai guru.
c) Adanya sebuah reformasi ekonomi, berupa
sumbangan kepada vihara dan kemajuan agama Buddha.
d) Meningkatnya
pentahbisan bhikkhu serta adanya undangan dari masyarakat dalam upacara
pemberkatan.
e) Buddhisme Theravada
dapat mempersatukan antara Buddhisme dengan Kebudayaan setempat.
4. Peninggalan agama Buddha pada
masa lalu di Laos
a)
Candi Luang Prabang, sebuah Candi/ Kuil dengan arsitektur Buddha yang Indah. Candi ini dibuat seiktar abad ke 16 dan digunakan oleh keluarga
kerajaan pada upacara-upacara penting. Kini
candi ini banyak dikunjungi oleh para Biarawan.
b)
Pha That Luang sebuah kuil yang didirikan sekitar abad ke-3. Pada masa Misionaris Buddha dari Kekaisaran Maurya yang diyakini telah dikirim
oleh Kaisar Asoka, termasuk Kubur Chan atau Praya Chanthabury Pasithisak dan
lima bhikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat yang
membawa relik suci yang di yakini adalah reliks
bagian
dada Sang Buddha yang di letakan di Stupa ini.
c)
That Dam adalah
stupa besar di Vientiane, Laos.
Disebut juga stupa hitam. Banyak yang percaya di stupa ini
dihuni oleh tujuh naga yang mencoba
untuk melindungi mereka dari tentara dari Siam. Terjemahan bahasa Inggris dari nama Laos "Dam
itu".
d)
Wat Si Saket adalah berupa Candi
berdindingkan lebih dari 2.000 keramik dan gambar Buddha perak. Disebut juga
rumah museum, yang dibangun tahun 1818 atas perintah raja Anouvong (Sethathirath
V.). Candi ini mungkin
sekarang candi tertua yang masih berdiri di Vientiane.
5. Keberadaan agama Buddha pada
masa Laos modern
Agama Buddha Theravada pada
masa sekarang ini menjadi agama Buddha mayoritas terutama Agama Buddha dengan
sekte Theravada karena adanya sinkretisme dengan budaya Laos. Masyarakat Laos
yang beragama Buddha mencapai 65 %.
2.2.4
Sejarah masuknya agama Buddha di Vietnam
Masuk dari dua
arah, yakni Asia Tengah di utara (jalur darat) dan dari India melalui jalur
perdagangan laut di selatan. Kepercayaan awal adalah Hindu
dan Agama Buddha mulai dikenal sejak sebelum abad 3 M dengan bukti penemuan
rupang Buddha dari bahan perungu pada masa Jaman Amaravati. Catatan resmi di
cina memberitakan, bahwa ketika Cina menguasai Champa tentara kerajaan Cina
membawa pergi 1.350 untuk di pekerjakan. Perkiraan awal agama Buddha di Vietnam
berasal dari Cina berkaitan dengan pada masa kejayaan agama Buddha di Cina
mulai berkembang pada abad ke 2 M dan pada masa itu juga wilayah Vietnam juga
masih dikuasai bangsa Cina. Untuk selanjutnya aliran mahayana juga mulai
terlihat pada masa pemerintahan Champa abad ke-8 di Vietnam atas peran raja
Jaya Idrawarman II terlihat dari peningalan-peningalan yang ada di Dong-duong
yang bercorak Mahayana yang dipengaruhi kebudayaan dari India dan Nusantara.
1.
Periodisasi perkembangan agama Buddha di Vietnam
Periodisasi perkembangan agama buddha di Vietnam dilihat dari
periodisasi sejarah di Vietnam :
a)
Masa pra-Dinasti :
Pada masa ini 214 SM
Vietnam adalah bagian dari wilayah Tiongkok yang dipimpin oleh kaisar Qin,
namun pada abad ke 293 SM kekaisaran Qin terpuruk kedalam kekacauan. pemimpin
milter Qin di Nanhai yang sekarang adalah Vietnam sebelah utara membentuk
negara sendiri. Jadi Vietnam mengenal agama Buddha ini sama dengan Cina
mengenal agama Buddha. Namun bukti lain menyatakan bahwa pada abad ke 3 Vietnam
mulai mengenal agama Buddha. Pada tahun 557-640 aliran Ch’an atau Zen lebih
berkembang pesat di Vietnam.
b)
Masa Dinasti.
Pada masa ini kebudayaan
cina sudah merasuk kedalam kehidupan sosial budaya bangsa Vietnam. Seperti
nilai ajaran Konghucu,Teoisme. Pada masa setelah keruntuhan kekaisaran Qin
vietnam mulai berdiri kerajaan atau dinasti-dinasti dari utara seperti dinasti
Han, dinasti Dong Wu, dinasti Jin, dinasti Sui dan dinasti Tang hal ini
memunculkan kerajaan baru seperti Champa di selatan dan Dai Viet di utara. Kerajaan Champa mulai terbentuk tahun 192 dan
berakhir sekitar tahun 1700 an seiring mulai masuknya desakan dari kekuatan-kekuatan luar. Di masa
lalu, kerajaan tersebut telah menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit di
Nusantara.
Di masa Kerajaan Champa, pengaruh budaya India deras masuk ke Vietnam.
Pengaruh agama Budha dan Hindu serta kultur India mendominasi kehidupan
masyarakat, yang terlihat pada bangunan-bangunan arsitektural dan kehidupan
ritual masyarakatnya. Pengaruh budaya India ke Vietnam ini sebagian juga dibawa
melalui Nusantara. Periode Champa ini juga dikenal sebagai masa keemasan.
Awalnya kerajaan terbagi dalam empat nagari, yaitu Amaravati (Quang Nam),
Vijaya (Binh Dinh), Kauthara (Nha Trang), dan Panduranga (Phan Rang). Keempat
nagari itu memiliki kekuatan armada laut yang kuat dan sering digunakan untuk
mendukung kegiatan perdagangan. Pada tahun 400an Masehi, keempat nagari
tersebut disatukan dalam suatu pemerintahan terpusat di bawah kendali Raja
Bhadravarman. Pada 939 CE, orang-orang Vietnam berhasil mengalahkan militer
Tiongkok di Sungai Bach Dang dan mendapatkan kemerdekaan setelah 10 abad di
bawah kontrol Tiongkok. Mereka mendapatkan otonomi secara lengkap satu abad
kemudian.
Pada masa pemerintahan Dinasti Tran, Dai Viet mengalahkan tiga usaha invasi Mongol di bawah Dinasti Yuan.
Tiga kali dengan pasukan yang sangat besar juga dengan persipan yang hati-hati
untuk serangan mereka, tetapi tiga kali berturut-turut orang-orang Mongol
dikalahkan sama sekali oleh Dai Viet. Secara kebetulan, pertempuran terakhir dimana
jendral Vietnam Tran Hung Dao mengalahkan kebanyakan militer Mongol diadakan
lagi di Sungai Bach Dang seperti nenek moyangnya kurang lebih 300 tahun yang
lalu. Feudalisme di Vietnam mencapai titik puncaknya saat Dinasti Le pada abad
ke 15, khususnya selama masa pemerintahan Kaisar Le Thanh Tong. Antara abad ke
11 dan 15, Vietnam memperluas wilayahnya ke arah Sealatan dalam proses yang
disebut Nam Tien (Perluasan ke Selatan). Mereka akhirnya menaklukan kerajaan
Champa dan banyak kekaisaran Khmer.
c)
Masa kolonialisme perancis
Kemerdekaan Vietnam berakhir pada pertengahan abad 19 AD (Setelah Masehi),
ketika Vietnam dikolonialisasikan oleh Kerajaan Perancis. Pemerintahan Perancis
menanamkan perubahan signifikan dalam bidang politik dan kebudayaan pada
masyarakat Vietnam. Sistem pendidikan modern gaya Barat dikembangkan dan agama
Kristen diperkenalkan kepada masyarakat Vietnam. Pengembangan ekonomi
perkebunan untuk mempromosikan ekspor tembakau, nila (indigo), teh dan kopi,
Perancis mengabaikan permintaan akan pemerintahan sendiri (self-government) dan
hak-hak sipil yang terus meningkat. Sebuah pergerakan politik nasionalis dengan
cepat muncul, dan pemimpin muda Ho Chi Minh memimpin permintaan akan
kemerdekaan kepada League of Nations (Liga Bangsa-Bangsa). Tetapi, Perancis
memelihara dominasi kontrol terhadap koloni-koloninya hingga Perang Dunia II,
ketika perang Jepang di Pasifik memicu penyerbuan ke Indochina. Sumber daya
alam Vietnam dieksploitasi untuk kepentingan kampanye militer Jepang ke Burma,
Semenanjung Malay dan India. Pada tahun terkahir perang, pemberontakan
nasionalis berpasukan muncul di bawah Ho Chi Minh, melakukan kemerdekaan dan
komunisme.
Menyusul kekalahan Jepang,
pasukan nasionalis melawan pasukan kolonial Perancis pada Perang Indochina
Pertama yang dimulai pada tahun 1945 hingga 1954. Perancis mengalami kekalahan
besar pada Pertempuran Dien Bien Phu dan dalam waktu singkat setelah itu
ditarik dari Vietnam. Negara-negara yang berperang dalam Perang Vietnam membagi
Vietnam pada 17th parallel menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan sesuai
Perjanjian Geneva (Geneva Accords).
d)
Masa perang Vietnam
Perang Vietnam, juga disebut Perang Indochina Kedua, adalah sebuah perang yang terjadi antara 1957 dan 1975 di Vietnam. Perang ini merupakan
bagian dari Perang Dingin antara dua kubu ideologi besar, yaitu Komunis dan Liberal. Dua kubu yang saling
berperang adalah Republik Vietnam (Vietnam
Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina bersekutu
dengan Vietnam selatan, sedangkan USSR dan Tiongkok mendukung Vietnam Utara.
Jumlah
korban yang meninggal diperkirakan adalah 280.000 di pihak Selatan dan
1.000.000 di pihak Utara. Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga Vietnam ke negara lain,
terutamanya Amerika Serikat, Australia dan
negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan
komunitas Vietnam yang cukup besar. Setelah berakhirnya perang ini, kedua
Vietnam tersebut pun pada akhirnya bersatu pada tahun 1976.
2. Sekte agama Buddha yang
berkembang di Vietnam
I-Tsing memberitahukan
bahwa agama Buddha di Champa pada umumnya beraliran Aryasamitiya di samping
berkembang juga aliran lain seperti Sarvastivada. Dari bukti peningalan
prasasti abad ke 8 berkembang juga aliran Sravakayana dan Mahayana muncul
terlihat dari peningalan di Dong-duong oleh Raja Jaya Indrawarman II pada tahun
875 agama Mahayana bertahan hinga Abad ke 15 dan setelah masuknya bangsa Annam
berkembang juga agama Buddha aliran dari Cina yang kemudian mengantikan aliran
lama seprti aliran Chan ( Zen), Konfuisme, Taoisme, Konghucu. Theravada juga
berkembang di Vietnam dengan adanya pembangunan vihara Theravada pertama pada
tahun 1940 yang bernama Vihara Buu Quang (Ratana Ramsyarama) di dirikan di
Saigon kepala viharanya adalah Ven Bikkhu Ho Tong (Vansarakkhita) yang di tasbiskan di Kamboja
oleh Ven Bikkhu Chuong Nath, Sangharaja kamboja.
3. Pasang surut perkembangan
agama Buddha di Vietnam
Kejayaan agama Buddha masa
lalu di Vietnam diawali munculnya kerajaan Champa dengan dukungan dari para
Raja – Raja Champa, peranan serta
raja-raja dalam menyokong agama Buddha antara lain:
1)
Indrawarman II (854-893) : Mendirikan bangunan besar
Buddha, sebagai tepat suci agama Buddha yang terdapat di Dong-duong Di sebelah
tengara Mison bercorak Mahayana. Indrawarman II mendirikan enam dinasti dalam sejarah Champa.
Raja-rajanya lebih aktif daripada yang sebelumnya dalam perhatiannya pada
kehidupan di negeri itu. Mereka bukan saja mendirikan tempat-tempat suci baru,
tetapi juga melindungi bangunan-bangunan keagamaan itu dari para perampok dan
memperbaikinya kembali jika rusak.
2)
Parameswaraman I
Beliau menekan pemberontakan di propinsi bagian selatan dan
berusaha mengembangkan hubungan baik dengan kedua Annam dan Cina dengan
sering-sering mengirim misi dan berupaya memajukan kembali kerajaan.
3)
Hariwarman IV dinasti IX
Menjayakan agama Buddha dengan memperbaiki kerusakan bangunan yang disebabkan oleh penyerangan dan
membangkitkan kesejahteraan tahun 1155 memperbaiki kembali kerusakan-kerusakan
karena perang dengan menggunakan sebagian barang jarahannya untuk memperbaiki
candi-candi dan membangun yang baru. Beliau juga mengirim utusan ke Cina dan
menenangkan Annam dengan membayar upeti secara teratur. Pada tahun 1663 mulai
berkembang di tandai dengan adanya bangunan Pagoda Thien Mu yang di dirikan
oleh dinasti Nguyen Huang. Pada tahun 1960 Thich Nhat Hanh mendirikan
organisasi sosial School of Youth For Social Service (SYSS) di Saigon dan
membantu memperbaiki serta membangun desa-desa, sekolahan, dan pusat perawatan
kesehatan. Dan atas peranNya kini agama Buddha dapat perhatian dari dunia Luar
dan dapat berkembang pesat di Vietnam dengan aliran Zen sampai saat ini.
Selain hal di atas adapun
Penghambat perkembangan agama Buddha di Vietnam antara lain :
1)
Abad XI merupakan masa
kehancuran Champa. Champa kehilangan Propisinya karena direbut oleh Annam.
Mereka mengirim misi ke Cina berturut-turut dan tahun 1030 bersekutu dengan
Suryawarman I dari Angkor. Tahun 1044 Annam melakukan penyerangan besar-besaran
terhadap Champa dan Champa mengalami kehancuran. Ibukota Vijaya direbut dan
Raja Jayasimhawarman II dinaikan pangkatnya.
2)
Khmer juga mulai menyerang
Champa, bagian utara Champa telah berada dibawah kekuasaan Khmer. Tetapi di
bagian selatan Panduranga, seorang raja baru, Jaya Hariwarman I, bangkit tahun
1147. Kemudian setelah mendesak keluar pasukan Khmer, ia terus menyerang dan
mengembalikan Wijaya dan menyatukan kembali kerajaan.
3)
Islam masuk ke Vietnam antara abad ke 11 – 14
dibawa oleh pedagang Timur Tengah dan Asia Barat. Komunitas Islam – yang di
seantero negeri jumlahnya baru mencapai sekitar 66.000 orang itu – banyak
berada di wilayah yang didiami oleh suku Champa dan provinsi bagian selatan.
Islam di Vietnam terbagi dalam dua kelompok, yaitu Camp Ba-ni, biasa disebut
kelompok Islam kuno dan Camp Islam atau kelompok Islam baru.
4)
Pada abad ke ke 19 Vietnam
menduduki daerah Vietnam dan pada masa ini agama Buddha terancam atas masuknya
agama Kristen dari Prancis.
5)
Pada masa perang Vietnam tahun
1957 agama Buddha mendapat tekanan dari Amerika yang akhirnya terjadi peristiwa
bakar diri oleh Bikkhu Thich
Quang Duc.
4. Peninggalan agama Buddha pada
masa lalu di Vietnam
1)
Vihara di Dong duong yang dibangun
oleh raja Jaya Indrawarman II tahun 875 kolese Buddhis
tersebut didirikan oleh Raja Indravarman II pada tahun 875 dan memainkan sebuah
bagian penting di Indrapura, ibukota Negara Kerajaan Champa. Kolese Buddhis
Dong Duong berada di Komunitas Binh Dinh Bac Wilayah Thang Binh di Propinsi
Quang Nam. Pada tahun 1902, seorang arsitek sekaligus arkeolog Perancis, H.
Parmentier pertama kali menggali peninggalan Dong Duong, menemukan sisa-sisa
kuil utama dan banyak karya patung yang berharga. Hal ini menggambarkan bahwa
kuil utama dan menara-menara di sekelilingnya disusun dari barat ke timur
dengan panjang 1.300 meter. Kuil utama terletak di area persegi yang memiliki
panjang 326 meter dan luas 155 meter. Mayoritas karya patung tersebut dipajang
di Museum Patung Da Nang dan mengandung unsur-unsur Buddhisme Mahayana dan
Hinduisme dari pertengahan akhir abad kesembilan. Berdasarkan pada nilai budaya dan sejarahnya, kementerian budaya
Vietnam mengakui Kolese Buddhis tersebut sebagai sebuah situs Warisan Nasional
pada 21 September 2000.
2)
Pagoda long song
Satu bangunan penting agama Buddha di Vietnam berada
di Nha Trang, kotaVietnambagian selatan, yakni Pagoda Long Son (Chua
Long Son). Berada di distrik Phuong Son,
kaki pegunungan Trai Thuy. Long Son aslinya berlokasi agak ke atas bukit,
dibangun pada tahun 1886 dengan nama Dang Long Tu yang ketika itu jadi tempat
tinggal para rahib di bawah pimpinan Thich Ngo Chi (1856 - 1935). Sebelum
bergabung di Dang Long Tu, Thich Ngo Chi aktif jadi pendukung gerakan
anti-Prancis. Dang Long Tu kemudian rusak berat akibat badai, sehingga pada tahun
1900 harus dipindahkan ke lokasi sekarang.
3)
Pagoda Taifung di Propinsi Ha Tai
telah berdiri sejak tahun 1554.
4)
Pagoda Huong Tich di propinsi yang
sama juga telah dibangun sejak abad ke-11.
5)
Pagoda Thien Mu ( Lady surgawi
pagoda )
Di bangun pada tahun 1601 di
buktit Khe Ha di kota Hue, merupakan situs peningalan agama Buddha. Di latar
pagoda ini tersimpan juga mobil yang di gunakan Thich Quang Duc yaitu seorang
bikkhu yang telah membakar dirinya di saingon sebagai aksi demontrasi atas
kebijakan amerika yang melarang agama Buddha untuk melaksanakan ritual ke
agamaan.
Bangunan ini mulai konstruksi pada tahun 1601 di bawah Lord Nguyen Hoang, dan
kembali direnovasi oleh Lord Nguyen Phuc Tan pada tahun 1665 . Pagoda rusak
berat pada tahun 1943 maka sepenuhnya direnovasi selama lebih dari 30 tahun
sesudahnya.
5. Keberadaan agama Buddha pada
masa Vietnam modern
Kebijakan terhadap agama di
Vietnam mengikuti amanat Ho Chi Minh sehari setelah pernyataan kemerdekaan pada
tanggal 3 September 1945. Ada enam hal penting yang disampaikan oleh Ho, satu
di antaranya adalah kepastian adanya kebebasan bagi warganegara untuk mengikuti
atau tidak mengikuti agama. Karena itu sejak konstitusinya yang pertama
kebebasan beragama merupakan salah satu dari lima hak dan kewajiban yang utama
dari warganegara. Pada Pasal 10 konstitusi itu menyatakan bahwa hak terhadap
kebebasan berbicara, kebebasan melakukan penerbitan, kebebasan untuk
berorganisasi dan berkumpul, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk melakukan
perjalanan baik di dalam negeri maupun di luarnegeri. Kebebasan beragama (juga
kebebasan untuk tidak beragama) diatur pula dalam Konstitusi 1959 dan terakhir
dalam Konstitusi 1992. Salah satu pasal Konstitusi 1992 yang masih berlaku
sampai saat ini menyatakan, bahwa setiap warganegara memiliki hak untuk bebas
beragama baik menjadi pengikut agama maupun tidak menjadi pengikut agama. Semua
agama mempunyai persamaan di depan hukum. Tempat beribadat umat beragama
dilindungi oleh undang-undang. Tak seorang pun diperbolehkan mengganggu kebebasan
berkepercayaan dan beragama, atau mengambil keuntungan dari agama secara
melawan undang-undang dan kebijakan negara.
Agama Buddha
hidup subur diVietnam, bahkan jadi agama mayoritas. Dengan populasi umat Buddha
hampir 35 juta jiwa, Vietnam menduduki
tempat ketiga negara dengan penduduk beragama Buddha terbanyak di dunia setelah
Tiongkok, Jepang, dan Thailand.
Agama Buddha sudah berusia 19 abad di Vietnam, masuk dari dua arah, yakni Asia
Tengah di utara (jalur darat) dan dari India melalui jalur perdagangan laut di
selatan.
Pada saat ini Majelis Agama
Budha di Vietnam memiliki empat buah institut agama Buddha, 38 sekolah agama
Buddha, dan lebih 5.000 orang biksu/biksuni. Vietnam pada waisak ke 2555 BE
menjadi tuan rumah perayaan waisak se Asia.
2.2.5
Perkembangan Agama Buddha di Burma (Myanmar)
1. Awal Mula Agama Buddha di Myanmar
Negara
Myanmar sebelum mengenal agama Buddha masyarakat asli atau orang Mon (Khmer)
mempercayai kepada roh-roh. Dalam sejarah agama buddha Myanmar yang bersumber
pada Sasanavamsa yang merupakan yang ditulis oleh Bhikkhu Pannasami mengenai
cerita kunjungan Buddha ke Myanmar.
a)
Kunjungan ke Aparanta
Punna, Pedagang Sunaparanta menjadi Bhikkhu (dalam
Punnovada Sutta), ketika kembali ke negaranya ia membangun vihara cendana merah
untuk Buddha (Raja dari Pagan, Alaungsithu membangun candi). Punna mengundang
Bhikkhu beserta 500 pengikut-Nya dengan menaiki tandu yang dibuat dewa Sakka,
tetapi hanya terisi 499 karena satu tandhu untuk petapa Saccabandha di gunung
Saccabandhadi pusat Myanmar. Dalam perjalanan pulang Buddha diundang raja naga
bernama Nammada di sungai Nammada dekat gunung Saccabandha. Beliau meninggalkan
jejak kaki (Siripada) yang dipuja oleh etnis Mon, Pyu dan Myanmar. Jejak kaki
sempat tidak dikenal pada abad ke-15, sampai ditemukan kembali pada tahun 1638
oleh Raja Thalun dan menjadi tempat ziarah.
b)
Kunjungan ke Arakan
Raja dari Dhannavati bernama Candrasuriya berniat
mengunjungi Buddha, karena harus melewati tempat berbahaya, akhirnya Buddha
memutuskan untuk mengunjungi Raja. Buddhamemberi peninggalan gambar pada logam
yang disimpan di candi Mahamuni di Dhannavati. Gambar tersebut pada tahun1784
ketika Raja Bodawpaya menaklukan Arakan, dipindahkan ke Pagoda Arakan di
Mandalay.
c)
Diyakini bahwa pedagang dari Ukkala bernama Tapussa
dan Bhallika bertemu Buddha setelah tujuh minggu setelah pencapaian
kebuddhaan-Nya mereka diberi delapan helai rambut Buddha yang kemudian relik
rambut tersebut dihormati di Pagoda Swedagon di Yangon, yang dibangun setinggi
27 kaki namun sekarang menjadi 370 kaki. Tapussa dan Bhallika menemukan tempat
bernama Bukit Singuttara atas bantuan Raja Ukkalapa.
d)
Setelah konsili ketiga, Raja Asoka mengirim Bhikkhu
Sona dan Uttara ke Suvannabhumi di Thaton dengan mengajarkan Brahmajala Sutta.
e)
Pada abad 11 bangsa mramas (Tibet-Dravida)
mengembangan agama Buddha Tantrayana,sedangkan di Thaton berkembang agama
Buddha yang berdampingan dengan agama Hindu.
f)
Pada tahun 1044, Raja Anawrata mempersatukan Mon dan
Pyu menjadi Pegan, kemudian mengembangkan Buddhisme Theravada setelah
terjalinnya persahabatan antara dirinya dengan Raja Srilanka bernama
Vijayabahu.
2. Perkembangan agama Buddha sejak kerajaan Pyu –
sekarang
a)
Perkembangan di wilayah Pyu (110 SM – 840 M)
Lower
Myanmar (Pagan) dihuni etni Pyu yang beribukotakan Sri Ksetra (dektar Prome)
sebagai pengikut Theravada. Berdasarkan temuan arkeologis bahwa pada sekitar
abad 1 atau 2 Pali teks Buddhis termasuk Abhidhamma teks dipelajari di Pyu,
yaitu :
1.
Piring emas dengan prasasti yang berisi bagian dari
Abhidhamma pitaka.
2.
Buku dengan 20 daun emas yang berisi ajaran
Paticcasamuppada dan Vipassana - nana serta kutipan Abhidhamma dan pitaka
lainnya. Prasasti tersebut identik dengan prasasti di India Selatan pada abad
ke- 3 sampai abad ke- 6 M.
3.
Patung dan relief di Hmawza (dekat Prome) yang
menyerupai gaya peninggalan Buddhisme di Amarawati, India, serta situs tempat
ibadah Mahayana asal India. Peziarah Cina menyebutkan bahwa pada pertengahan
abad ke- 3 terdapat kerajaan Lin – Yang (di sebelah Barat Kamboja, kemungkinan
kerajaan Prome) yang menghormati Buddha dan terdapat beberapa ribu bhikkhu.
4.
Vihara dari batu bata dengan stupa dan candi di
dekatnya dibangun pada abad ke- 4 ditemukan di Beikthano, identik dengan vihara
dari Nagarjunakonda pusat agama Buddha di India Selatan. Pada abad ke- 5 para
bhikkhu dari Deccan, India Selatan adalah guru dari etnis Mon dan Pyu dalam
seni, ilmu dan agama Buddha Theravada. Agama Buddha Theravada lebih berkembang
di Pyu yang memiliki peradaban lebih maju daripada Mon, karena di sekitar Prome
ditemukan situs perkotaan paling awal di Asia Tenggara. Dari penemuan
arkeologis tersebut disimpulkan bahwa Pyu mendapat pengaruh Buddhisme dari
India Selatan bukan dari Sri Lanka.
b)
Perkembangan di wilayah Mon/ Upper Burma (abad 9 – 11,
13 – 16, 18 M)
Buddhisme
masuk ke kerajaan Mon pada abad pertama atau kedua masehi berdasarkan temuan
arkeologis. Dalam prasasti raja India Selatan bernama Nagarjunakonda disebutkan
bahwa Cilatas (disebutkan oleh Ptolemeus dan dalam bahasa Sanskerta) bahwa
terdapat bhikkhu yang dikirim untuk mengajarkan agama Buddha kepada etnis
Cilata. Temuan arkeologis kerajaan Mon Myanmar ditemukan di P’ong Tuk di
Thailand Selatan berupa, bangunan berisi potongan – potongan platform dan
fragmen yang mirip Anurudha pura di Sri Lanka, serta patung dari India pada
periode Gupta (320 – 600). Temuan tersebut menunjukkan bahwa peradaban Mon
berasal dari Mon Dvaravati di Thailand Selatan.
Peziarah
Cina Yuan Chwang menjelaskan bahwa negara Mon membentang dari Prome sampai
Cenla Timur termasuk Irawadi dan Sittang pada abad ke- 5, Tathon dan Pegu
(Pago) pertama kali disebutkan dalam komentar literature Buddhis. Raja Pago
bernama Pissa meninggalkan agama Buddha beralih ke Brahma kemudian
menghancurkan gambar Buddha tetapi kemudian ia menganut agama Buddha. Agama
Buddha Theravada berkembang di Mon di Dvaravati dan Tathon, namun peradaban Mon
di Thailand Selata n tidak selamat dari serangan Khmer pada abad ke- 11 yang
menyembah dewa Hindu. Kerajaan Mon ditaklukan oleh Pagon. Buddhisme
di Myanmar bangkit dengan adanya acarya Buddhaghosa yang dipercaya berasal dari
kerajaan Mon di Thaton.
2.2.6
Perkembangan
sejarah agama buddha di Singapura
Agama Buddha
pertama kali masuk ke Singapura diperkirakan terpengaruh oleh Kerajaan
Sriwijaya. Agama Buddha di Singapura dinut oleh mayoritas ernis Cina, kemudian
Sri Lanka, dan Thailand. Sekte yang berkembang paling dominan adalah Mahayana,
Theravada, dan Vajrayana (Tibet). Perwakilan organisasi Buddhis di Singapura
disebut Singapore Buddhist Federation. Pemuda-pemudi Buddhis Singapura
tergabung dalam organisasi yang terdapat di Candi Kong Meng San Kark See,
Singapore Buddhist Mission Youth, WAY (Wat Ananda Youth), The Buddha
Fellowship, NUS Buddhist Society, NTU Buddhist Society, Singapore Polytechnic
Buddhist Society, Nanyang Polytechnic Buddhist Society, Ngee Ann Polytechnic
Buddhist Society, Amitabha Buddhist Centre, Firefly Mission, YBC (Young
Buddhist Chapter), 3GEMS (Buddhist guided tours), dan sebagainya. Perkembangan
agama Buddha didukung oleh bhikkhu-bhikkhu dari Sri Lanka, Thailand, dan dari
Negara Timur Selatan yang mengajarkan Dhamma ke Singapura. Di Singapura, muncul
vihara-vihara Theravada seperti Candi Sakyamuni Buddha Gaya. Muncul organisasi
Buddhis Jepang yaitu Soka Gokai International. Candi Buddha Mahayana Cinadi Singapura
yaitu Vihara Kong Meng San Phor Kark, Vihara Theravada adalah Wat Ananda
Metyarama.
2.2.7
Perkembangan
sejarah agama Buddha di Malaysia
Agama Buddha
adalah agama terbesar kedua di Malaysia yang dianut oleh etnis Cina di
Malaysia. Penyebaran agama Buddha di Malaysia terjadi pada abad ke- 2 SM dan
adanya pedagang India ke tanah Melayu. Periode perkembangan agama Buddha di
Malaysia yaitu :
1.
Periode Awal Masuknya agama Buddha :
a)
Masuknya agama Buddha ke Malaysia terutama di Kedah
adalah datangnya Bhikkhu Sona dan Uttara setelah konsili ke- 3.
b)
Pada abad ke- 5 agama Buddha berkembang baik di
Semenanjung Melayu, dengan ditemukannya peninggalan arkeologi di Kuala
Selinsing, Tanjung Rambutan, Lembah Kinta, Bidor dan beberapa tempat lainnya.
c)
Pada abad ke- 7 agama Buddha Mahayana berkembang di
Semenanjung Melayu di bawah kekuasaan Sriwijaya.
2.
Kemunduran agama Buddha :
a)
Pada abad ke- 10 Raja Parameswara (Phra Ong
Mahawangsa) mendirikan Kesultanan Malaka dengan memeluk agama Islam.
b)
Pada abad ke- 11 Kerajaan Kedah diserang Chola dan
Tamil, sedangkan raja Kedah bernama Phra Ong Mahawangsa mencela agama dari
India.
c)
Pada abad ke- 12 Kerajaan Sriwijaya mengalami
kemunduran termasuk agama Buddha yang mempengaruhi perkembangan Buddhisme di
Semenanjung Malaya.
d)
Pada abad ke- 15 rakyat Semenanjung Melayu memeluk
agama Islam dan menjadi agama utama.
e)
Peninggalan kebudayaan Buddhisme terdapat di Kedah,
Perlis dan Barat dengan pengaruh negeri Thai. Unsur Buddhisme terdapat juga
dalam drama Menora dan wayang kulit.
3.
Periode Kontemporari :
a)
Agama Buddha mengalami kebangkitan kembali dengan
datangnya imigran dari Cina pada abad ke- 17.
b)
Ditemukan patung Buddha dari kuningan, ditemukan di
tambang timah di Pengkalan Pegoh, Ipoh, Perak pada tahun 1931.
c)
Aliran agama Buddha selanjutnya dipengaruhi kebudayaan
Thailand, Sri Lanka, Burma, Jepang, dan Tibet.
d)
Muncul organisasi Buddhis seperti YBAM (Young Buddhist
Association of Malaysia) dan MBA (Indonesian Buddhist Association) pada tahun
1950.
e)
Berdiri organisasi Muda Buddhis Malaysia pada 1955,
yang diprakarsai oleh bhikkhu berkebangsaan Amerika bernama Ven. Sumangalo yang
mendirikan Kumpulan Belia Persatuan Buddhis Pulau Pinang.
f)
Sejak saat itu berdiri organisasi – organisasi Buddhis
di Malaysia yang tergabung dalam Kesatuan Persaudaraan Buddhis Malaysia namun
tidak aktif sejak 1965.
g)
Berdiri Persatuan Belia Buddhis Malaysia (Young
Buddhist Association of Malaysia, YBAM) sebagai hasil seminar pada 25 – 29 Juli
1970 di University Malaya, Kuala Lumpur, yang mengkondisikan munculnya
organisasi yang sampai 1994 berjumlah 260.
h)
Terdapat Buddhist Missionary Society oleh kelompok
pemuda yang melakukan aktivitas keagamaan.
i)
Pada akhir abad ke- 19 terdapat penganut Theravada di
Malaysia yang membentuk organisasi Sasana Abhiwurdhi Wardhana Society (SAWS)
yang beranggotakan imigran dari Sri Lanka.
yang beranggotakan imigran dari Sri Lanka.
j)
Bhikkhu dari Sri Lanka mendirikan vihara seperti
Mahindarama di pulau Penang dipimpin Ven. Pemaratana (1957 – 1997).
k)
Datang Bhikkhu Sumangalo dari Amerika pada tahun 1957.
l)
Terdapat candi bernuansa Burma yaitu Candi
Dhammikarama yang populer setelah Ven Pannavamsa datang pada tahun 1961, dan
terdapat vihara Thailand Wat Ping Ban Onn di Penang sebagai pusat meditasi
Buddhis Malaysia.
4.
Orang Malaysia yang menjadi bhikkhu adalah :
a)
Ven. Sujivo yang menjadi samanera pada tahun 1975 dan mendirikan
pusat meditasi Santisukharama di perkebunan karet Kota Tinggi, Semenanjung,
Malaysia.
b)
Ven. Suvanno yang terkenal sebagai bhikkhu Kharismatik
yang fasih dalam Bahasa Inggris dan Hokkian. Ia mendirikan pertapaan Buddha di
desa sebelah utara dari Lunas.
c)
Ven. Aggacitta yang dihormati atas pengetahuannya
tentang Vinaya dan kitab suci, menerjemahkan buku “in this very life”, dan
mendirikan Buddha Sasanarakkha Sanctuary sebagai vihara hutan untuk latihan
meditasi.
d)
Ven. Mahinda, yang menjadi bhikkhu ketika bertemu
bhikkhu dalam masa belajarnya di New Zealand, namun ia berada di pusat meditasi
Aloka di dekat Sidney, Australia.
e)
Ven. Kattapunna mendirikan Solitude Grove yaitu
pertapaan hutan di Penang.
Ven. K. Sri Dhammananda berperan
penting dalam perkembangan Theravada sejak kedatangannya pada tahun 1951 ketika
diundang oleh SAWS yaitu :
a)
Bertemu kolonial Inggris, Sir Gerals Templar yang
ingin menghilangkan pengaruh komunis dengan memberikan khotbah Buddhis kepada
etnis Cina yang mendukung pemberontak.
b)
Pada tahun 1962 Ven. K. Sri Dhammananda membentuk
Buddhist Missionary Society (BMS) untuk meningkatkan upaya misionernya.
c)
Masyarakat banyak mencetak gambar, buku, dan buklet
Ven. K. Sri Dhammananda sebagai pengenalan Buddhisme secara luas kepada
masyarakat Malaysia.
d)
Memberikan khotbah di Maha Vihara Buddha, Brickfields
di Kuala Lumpur.
e)
Ven. K. Sri Dhammananda mendirikan Ti-Ratana Welfare
Society (Ti-Ratana Kesejahteraan Masyarakat), Panti Asuhan Ti-Ratana (Ti-Ratana
Orphanage), dan Ti-Ratana Community Centre di Kuala Lumpur.
f)
Pada Desember 1976 mengadakan kegiatan Pabbaja
Samanera sehingga beberapa bhikkhu belajar di Sri Lanka dan berdiam di vihara
Brickfields.
g)
Ven. K. Sri Dhammananda dibantu oleh bhikkhu dari Sri
Lanka yaitu :
1)
Ven Gunaratana setelah sepuluh tahun (1958 – 1968) di
Malaysia mendirikan Bhavana Society di West Virginia, Amerika Serikat.
2)
Ven Wimalajothi (1976 – 1987) yang kemudian kembali ke
Sri Lanka mendirikan Pusat Kebudayaan Buddhis.
2.2.8 Perkembangan sejarah agama Buddha
di Filipina
Filipina
mendapat pengaruh Buddhisme Vajrayana pada abad ke- 7 ketika kerajaan Sriwijaya
menguasai Malaysia yang berlangsung selama abad ke- 7 sampai abad ke-13.
Kekuasaan Sriwijaya di Filipina terbukti dengan adanya “Lempeng Tembaga Laguna”
yang ditulis dalam tulisan Kawi, dan bahasa campuran Tagalong, Malay Lama, dan
Sanskerta pada tahun 900 M. Antara abad ke- 14 sampai abad ke- 20 datang
pedagang Cina dan India yang membawa ajaran Buddha dan ikonografi Buddhis
dengan bukti adanya patung Buddha dan artefak pada zaman ini. Sekte yang
berkembang adalah Mahayana, Nichiren, Theravada dan Vajrayana. Sekte Nichiren
diperkenalkan bhikkhu dari Jepang pada abad ke- 13. Sekte Theravada
diperkenalkan dari Sri Lanka dan Thailand. Sekte Vajrayana diperkenalkan dari
Tibet. Di Thailand ditemukan arkeologi dengan penanggalan abad ke- 7 berupa
patung Buddha ikonografi Vajrayana, patung Padmapadi dan Tara Emas yang
ditemukan pada 1917 di Esperanza. Terjadi perdagangan dengan Champa (Vietnam)
pada abad ke- 9 di Butuan (Mindanao, Filipina Selatan) dan di Ma-I (Mindoro,
Filipina Tengah) dengan pengaruh Buddha yang kuat. Pada tahun 1001 M pengauasa
Buddhis Bhutan, Saru Bata Shaja, membuat anak sungai ke Cina diikuti penguasa
Basilan (Filipina Selatan) dan Pangasinan (Filipina Utara) empat ratus
kemudian. Masa penguasaan Spanyol :
a)
Pada tahun 1481 Spanyol menguasai Filipina dengan
mengusir atau menyiksa umat non-Katolik dibawah kekuasaannya dengan izin Paus
Siktus IV.
b)
Pada tahun 1571 Manila tunduk pada hukum dan Uskup
Agung New Galacia (Mexico).
c)
Pada tahun 1595 diangkat Uskup Agung Manila yang
sampai 1898 Spanyol aktif melakukan inkuisisi terhadap Protestan, Buddha,
Hindu, dan Islam.
d)
Terjadi sinkretisme antara agama Hindu, Buddha,
Katolik, dan agama pribumi agar dapat bertahan dari penguasaan Spanyol, dengan
memadukan ibadah dan ikonografi seperti pada patung Bunda Maria yang identik
dengan patung Tara Binondo, juga adanya biskuit Saint Nicholas/ Saniculas yang
populer di kalangan Kapampangan Katolik tetapi memiliki akar Buddhisme. Agama
Buddha hampir menghilang di Filipina selama hampir empat ratus tahun dalam
penguasaan Spanyol.
e)
Masa Penguasaan di Amerika :
1)
Dengan adanya revolusi dan datangnya rezim Kolonial
Amerika pada tahun 1898 terjadi kebebasan beragama.
2)
Dibangun candi Mahayana dan Zen pada 1920 dan 1930
dengan banyaknya penduduk Jepang, Cebu, dan Cina.
3)
Pada 1960 datang pengungsi Vietnam yang mendirikan
kuil di Palawan, dan banyak bermunculan candi–candi Buddha Jepang serta muncul
organisasi Sokka Gakkai Internasional.
f)
Agama Buddha dewasa ini :
1)
Dewasa ini penganut Buddha berjumlah 1 – 3 % dari
penduduk Filipina dengan sekte Mahayana dan Zen yang dianut sedangkan sekte
Theravada dianut oleh warga negara dari Sri Lanka, Thailand, Myanmar, Kamboja,
dan Laos.
2)
Pengaruh linguistic dari konsep Hindu dan Buddha masih
ada di Filipina.
Komentar
Posting Komentar