Langsung ke konten utama

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI ASIA TIMUR DAN ASIA TENGGARA

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Perkembangan Agama Buddha di Asia Timur
Agama Buddha di Asia Timur berkembang pesat di tiga negara yaitu Negara Cina, Korea, dan Jepang. Di ketiga Negara ini agama Buddha berkembang dengan luas. Sejarah perkembangan agama Buddha di Asia Timur adalah sebagai berikut:
2.1.1      Sejarah Masuknya Agama Buddha di Cina
Agama Buddha di Cina berkembang dimulai pasa abad pertama. Buddhisme pertama kali dibawa ke Cina dari India oleh para misionaris dan pedagang di sepanjang Jalan Sutra yang menghubungkan Cina dengan Eropa pada akhir Dinasti Han (202 SM - 220 M). Pada saat itu, Buddhisme India sudah lebih dari 500 tahun, tetapi iman tidak mulai berkembang di China sampai penurunan dari Dinasti Han dan mengakhiri kepercayaan Konghucu ketat.
7Buddhisme yang memegang di China Buddhisme Mahayana, yang mencakup berbagai bentuk seperti Zen Buddhisme, Buddhisme Tanah Murni dan Tibet Buddhisme - juga dikenal sebagai Lamaism. Agama Buddha masuk ke Cina sacara bertahap pertama melalui Asia Tengah kemudian melalui Asia Tenggara, berdasarkan kronik China perkembangan ini diprakarsai oleh misionaris Khusan. Agama Buddha mulai diperkenalkan pada masa kekuasaan kaisar Ming Ti (57/58–75/76 M) dari dinasti Han (25 M –220 M) yang bermimpi tentang Dewa dari Barat. Kaisar Han mengirim Cai Yin ke India yang kembali ke Cina setelah 3 tahun di India dengan membawa 42 sutra, gambar Buddha yang kemudian disimpan diluar ibu kota Lo- Yang. Cai Yin juga membawa dua Bhiksu bernama La Mo Teng dan Chu Fa Lan untuk berkutbah di Cina dan mengajari cara-cara ibadah.
Kemudian terbentuk komunitas Buddhis di Lo Yang yang  memperkenalkan kitab-kitab suci, teks, dan seni Buddha yang belum ada di Cina. Tahun 147 M dating Bhiksu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha yang menepat di Lo yang. Pada tahun 148 M didirikan kuil Buddha di Lo yang dan pada tahun 166 M kaisar Han Huan mengumumkan dipraktikkannya upacara agama Buddha dan Tao di istana. Pada tahun 220 – 419 terjadi sinkretisme antara Buddhis dengan Taoisme yang memunculkan kaum intelektual di Cina Selatan, sedangkan di Utara terdapat pertunjukan megic oleh penguasa Barbar.
1.      Periodisasi Perkembangan Agama Buddha di Cina
Ensyclopedia Americana cetakan tahun 1978 menyebutkan nama-nama dinasti dan negara (kerajaan) di China dari zaman purba sebagai berikut :
Kerajaan T'ang (legenda)
3.000 tahun SM
Kerajaan Yu (legenda)
3.000 tahun SM
Dinasti Hsia
1994-1523 SM (perkiraan)
Dinasti Shang (Yin)
1523-1028 SM (perkiraan)
Dinasti Chou
Chou barat
Chou timur
1027-256 SM (perkiraan)
1027-770 SM (perkiraan)
770-256 SM
Dinasti Chin
256-206 SM
Dinasti Han
Han barat (awal)
Hsin
Han timur (kemudian)
202 SM – 220 M
202 SM – 9
9-23
25-220
Tiga kerajaan
Shu
Wei
Wu
220-265
221-264
220-265
222-280
Dinasti Chin (Tsin)
Chin barat
Chin timur
265-420
265-317
317-420
Dinasti-dinasti selatan
Liu Sung
Ch'i
Liang
Ch'en
420-589
420-479
479-502
502-557
557-589
Dinasti-dinasti utara
Wei (kemudian)
Wei (timur)
Wei (barat)
Ch'i (utara)
Chou (utara)
385-581
386-535
534-550
535-556
550-557
557-581
Dinasti Sui
581-618
Dinasti T'ang
618-906
5 (lima) dinasti
Liang (kemudian)
Yang (kemudian)
Chin (kemudian)
Han (kemudian)
Chou (kemudian)
907-960
907-923
923-936
936-947
947-950
951-960
10 (sepuluh) kerajaan
Wu
T'ang (selatan)
Ping (selatan)
Ch'u
Shu (awal)
Shu (kemudian)
Wu-yueh
Min
Han (selatan)
Han (utara)
902-979
902-937
937-975
907-963
927-951
907-925
934-965
907-978
909-944
907-971
951-979
Dinasti Sung
Liao
Sung (utara)
His-hsia
Chin (Kin)
Sung (selatan)
960-1279
947-1125
960-1126
990-1227
1115-1234
1127-1279
Dinasti Yuan (MONGOL)
1271-1368
Dinasti Ming
1368-1644
Dinasti Ch'ing (MANCHU)
1644-1911
Republik
sejak 1912 (Agama Buddha di China)

2.      Dinasti Sui (589-617 M)
Pada abad ini Buddhisme berkembang menjadi Agama Negara. Aliran yang berkembang pada 420-558 M adalah.
a.       Chu-She : oleh Paramartha (abad ke- 6) yang disempurnakan oleh Hsuan-Tsang (596-664), terjemahan dari Abhidharma Kosa.
b.      San-Lun : oleh Kumarajiva (344-413), yang disempurnakan oleh Tao-Sheng (360-434), merajuk pada Madhyamika sastra dan Dvadasadvara dari Nagarjuna dana Satasastra dari Aryadeva.
c.       Fa-Hsiang : disempurnakan oleh Hsuan Tsang dan muridnya K’ uei-Chi, Bodhiruci (632-682) yang keluar dari She-Lun yang dikerjakan oleh Paramartha, terjemahan Dharmalaksana dari sekte Yogacara.
3.      Prekembangan dan Penurunan Selama Dinasti Tang (618-906)
Agama Buddha mengalami zaman keemasan di Cina pada saat dinasti Tang, walaupun kaisar Tang menganut Taoisme tetapi mendukung Agama Buddha. Kaisar Tang memperluas Biara-biara serta terdapat pentahbisan dan status hokum biarawan Cina yang menyebut dirinya Ch’en, atau “subjek”. Pada masa ini banyak sarjana yang berziarah ke India yang memperkaya Buddhisme Cina dalam bentuk teks-teks dan inspirasi spiritual.
Sedangkan penurunan yang dialami pada masa dinasti Tang yaitu ketika buddhisme dianggap pesaing Taoisme dan Konfusianisme, karena itu pada tahun 845 kaisar Wu-Tsung menghancurkan 4600 kuil Buddha dan 260.500 biarawan dan biarawati dipaksa kembali kekehidupan awam. Setelah kehancuran pada tahun 845, Buddhisme tetap mempertahankan identitasnya dalam bentuk baru seperti Chen-Yen (Tantra) oleh Subhakarasimha. Agama Buddha kemudian menyatu dengan tradisi Konfusianisme-Neo Konfusianisme dan Taoisme sedangkan sekte terbesar di Cina adalah Ch’an (Zen) dan Tradisi Tanah Murni.
4.      Sekte yang Berkembang di Cina
1)      Theravada, yang terbagi dalam tiga aliran, yaitu :
a.       Cheng-shih (di India dinamakan aliran Sautantika), yang berpandangan bahwa Dhamma dan kehidupan itu hanya realitas maya. Aliran itu berkembang di China sampai abad ke-6, lalu mulai mundur, dan kemudian lenyap pada abad ke-8 setelah aliran San-lun (Mahāyāna) muncul.
b.      Chu-she (di India dinamakan aliran Vaibashika), berpandangan bahwa Dhamma dan kehidupan itu mempunyai realitas. Aliran itu berkembang sampai abad ke-7 dan kemudian lenyap setelah aliran Mahāyāna muncul.
c.       Lu, yaitu aliran yang mempertahankan peraturan yang ketat bagi kehidupan Saṅgha berdasarkan Vinaya Piṭaka. Ajaran dari aliran ini dikembangkan dan disempurnakan oleh Tao­shuan (596-667 M), seorang bhikṣu terkemuka dari Gunung Selatan. Peraturan yang ketat itu termasuk 250 "larangan" bagi bhikṣu dan 348 "larangan" bagi bhikṣuni. Lambat laun aliran tersebut meresapi ajaran-ajaran aliran lain sehingga tidak lagi merupakan aliran tersendiri.
Ketiga aliran tersebut tidak bertahan lama karena masuknya aliran Mahāyāna yang lebih mudah berkembang di China, sehingga pada akhirnya pengaruh Theravāda lenyap dari bumi China.
2)      Mahayana; yang terbagi menjadi tujuh aliran besar yaitu :
a.      Aliran Sun-lun
San-lun artinya Tiga Sūtra. Aliran ini berdasarkan pada tiga karya yang disalin Kumarajiva ke dalam bahasa China. Dua buah di antaranya adalah karya Bhikkhu Nagarjuna dan sebuah lagi merupakan karya muridnya, Deva.
Titik tolak aliran Madhyamika itu berpangkal pada Empat Dalil yang pada intinya menolak setiap pandangan tentang : (1) ada, (2) tidak ada, (3) serentak ada dan tidak ada, (4) serentak ada dan bukan tidak ada.

b.      Aliran Wei-shih
Wei-shih itu bermakna “Hanya Kesadaran”. Aliran ini di India dikenal dengan nama vijñānavāda yang dibangun oleh Asanga. Sebelum karya Asanga disalin ke dalam bahasa China, aliran ini dikenal dengan sebutan She-lun. Aliran ini belakangan dikenal sebagai aliran Fahsiang (Dharmakāya), dibangun oleh Huan-Tsang (596-664 M), seorang bhikṣu, penulis, dan cendekiawan. Beliau melakukan perjalanan ke India, setelah pulang kembali ke China, beliau dengan tekun menyalin karya-karya kaum vijñānavāda, terutama karya Bhikkhu Dhammapāla yang berjudul Vijñāpti-Matrata-Siddhi (Sistematika dari Hanya Kesadaran, Cheng Wei Shih Lun). Semenjak itu aliran ini lebih dikenal dengan sebutan Aliran Wei-Shih.
c.       Aliran Tien-tai
Aliran Tien-tai dalam agama Buddha mendapatkan kedudukan penting dalam filsafat China. Di Jepang disebut dengan aliran Nichiren.
Pada mulanya aliran ini berdasarkan pada Saddharma-Pundarika-Sūtra (Seroja dari Hukum Terbaik), tetapi dalam perkembangannya, penafsiran terhadap karya tersebut yang diberikan oleh Chih-kai (538-597 M) menjadi pegangan utama. Chih-kai adalah nama seorang Bhikṣu yang berasal dari wilayah Gunung Tien-Tai di provinsi Chekiang, tempat Bhikṣu Chih-kai membuka perguruannya.
Pandangan-pandangan Chih-kai dicatat dan dihimpun oleh muridnya, Kuan-ting, dan merupakan tiga karya besar dari aliran Tien-tai, yaitu :
1.   Fa-hua wen-chu, tentang kata dan kalimat di dalam Seroja.
2.   Fa-hua hsuan-i, tentang pengertian yang lebih dalam dari Seroja.
3.   Mo-ho chi-kuan, tentang kesadaran dan renungan.
d.      Aliran Hua-yen
Aliran Hua-yen bermakna Kalung Bunga (Flower Gar­land School). Aliran Hua-yen ini berdasarkan Avatamsaka-Sūtra, sebuah karya dari India Utara, yang mengemukakan ajaran Sakyamuni dalam kedudukannya sebagai penjelmaan Buddha Vairochana. Aliran tersebut di India sendiri tidak pernah ada. Aliran ini mula-mula dibangun oleh Tua-shun (557-640 M), kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Fa-tsang (643-712 M), seorang Guru Besar dari Hsien-show. Dengan demikian aliran ini berasal dari daerah asal guru besarnya.
Pokok ajaran utama dalam aliran Hua-yen adalah Kausalitas Univeral, yaitu Hukum Sebab Akibat yang Universal. Alam semesta itu tercipta dengan serentak dan ini yang disebut alam Hukum (Dharmadhatu) oleh aliran Hua-yen.
e.       Aliran Chan
Aliran Chan di China dikenal di India dengan sebutan aliran Dhyāna dan di Jepang dikenal dengan sebutan aliran Zen. Dhyāna berarti meditasi (samādhi). ”Chan” dan ”Zen” adalah perubahan bunyi (transliterasi) dari dhyāna menurut dialek China dan dialek Jepang. Aliran Chan bersifat mistik. Buddha Gotama pada masa hidup-Nya, menurut aliran Chan, tidak memberikan dan membukakan ”Ilmu Tertinggi” kepada siapapun, kecuali kepada seorang murid-Nya yang amat penting, Bhikkhu Mahā Kassapa, satu-satunya murid yang sanggup memahaminya. Bhikkhu Mahā Kassapa dipandang sebagai Bhikkhu Pertama (Dirs Patriarch) menurut silsilah di dalam aliran Chan.
f.        Aliran Ching-tu
Aliran Ching-tu biasa disebut aliran Sukhavati (Happy Land School), didasarkan pada Sukhavati-Vyusha-Sūtra
Keadaan di dalam Sukhavati digambarkan dengan keadaan yang sangat menggiurkan siapapun. Kesenangan yang bagaimanapun sempurnanya di dunia ini tidak berarti bila dibandingkan dengan kesenangan yang bakal dinikmati di dalam Sukhavati. Oleh karena itulah aliran Ching-tu memperoleh pengaruh yang kuat dan luas dari kalangan umum di seluruh China. Para pengikut aliran Ching-tu sangat mengutamakan samatha, ketenangan batin.
g.      Aliran Chen-yen
Chen-yen bermakna ”Kata yang Benar”. Aliran Chen-yen berpendirian bahwa alam semesta itu berisi tiga misteri, yaitu pikiran, ucapan, dan perbuatan. Tiga misteri itu menyimpan kodrat-­kodrat yang bersifat magis.
Seluruh alam lahir yang merupakan penjelmaan pikiran, ucapan, dan perbuatan itu adalah manifestasi dari ”Buddha-Matahari ­Terbesar”. Di sana dirasakan pengaruh mitologi Yunani, yang pada abad ketiga sebelum masehi dibawa oleh pasukan Yunani yang menguasai Asia Tengah dan anak benua India. Orang Yunani pada waktu itu memuja Dewa Matahari (Zeus).
Mayahana Buddhisme adalah jenis Buddhisme di Cina. Ini awalnya dikembangkan di Kekaisaran Kushan bahwa Cina disebut Yuezhi. Kemudian berbagai sekolah sekte yang dikembangkan di Cina dan menjadi populer di negara-negara lain seperti Jepang. Tidak ada jajak pendapat religius, tapi mungkin ada ratusan juta orang yang percaya suatu kombinasi dari Buddhisme dan Taoisme di Cina. Satu perbedaan Buddhisme Cina jauh dibandingkan dengan ajaran-ajaran yang asli adalah keyakinan bahwa Buddha bukan hanya seorang guru yang mengajarkan apa yang harus dilakukan tetapi adalah tuhan untuk didoakan untuk membantu dan keselamatan. Cina Buddha bisa berdoa untuk kedua Buddha dan dewa-dewa Tao, dan mereka sering juga memberi penghormatan kepada leluhur percaya bahwa nenek moyang mereka ingin membantu mereka. Misalnya, mereka mungkin membakar kertas bahwa nenek moyang mereka dapat digunakan sebagai uang. Orang yang menyebut diri mereka umat Buddha biasanya memiliki kepercayaan Tao.
5.      Peninggalan-peninggalan Agama Buddha di Cina
1)      Leshan Giant Buddha, China
Patung Buddha raksasa Leshan adalah sebuah mahakarya umat manusia. Patung Buddha ini dipahat di sebuah lembah yang langsung menghadap ke laut di Sichuan, bagian barat Cina. Mulai dibuat selama Dinasti Tang tahun 713, patung ini baru selesai tahun 803 (90 tahun) dan melibatkan usaha dari ribuan seniman dan pemahat. Sebagai salah satu patung terbesar di dunia, patung ini juga disebut-sebut dalam puisi, lagu dan cerita.
Sebelum patung Buddha Bamiyan ditemukan, patung Buddha Giant di Kota Leshan, Sichuan, China merupakan patung terbesar dan tertinggi di dunia. Bahkan dijadikan sebagai salah satu situs warisan dunia oleh lembaga dunia UNESCO pada tahun 1996.
Patung Giant Buddha dibuat di area Gunung Emei yang telah diukir menyerupai sebuah patung Budha pada masa Dinasti Tang (618-907). Di bagian kaki gunung itu terdapat Sungai Qingyi yang mengalir cukup pelan.
2)      Buddha Maitreya, China
Bangunan Patung Budha Maitreya dibuat di banyak negara. Mulai dari Korea, India, Jepang, Taiwan dan juga China. Bagi setiap pengunjung yang memilih datang ke China, maka ukiran patung Budha Maitreya bisa ditemukan di pegunungan batu Hangzhou China.
3)     Tritunggal Buddha
 Tritunggal Buddha, Wei sebelah timur (534-550), China.
Unsur-unsur artistik Buddha-Yunani bisa dirunut semua karya seni Buddha-Tiongkok dengan beberapa variasi lokal dan waktu, tergantung pada karakter beberapa dinasti yang telah memeluk agama Buddha.
Beberapa patung Dinasti Wei Utara bisa dikatakan merupakan reminisensi patung-patung Buddha berdiri dari Gandhara meski gayanya lebih simbolis. Namun karakternya secara umum dan pelukisan pakaian masih sama. Patung-patung lain, misalkan dari Dinasti Qi Utara, juga melestarikan gaya Buddha-Yunani secara umum, tetapi sifat realisme kurang dan memiliki unsur-unsur simbolis yang lebih kuat.
Beberapa patung Wei Timur (kiri) menunjukkan gambar Buddha dengan lipatan-lipatan jubah gaya Yunani yang megah dan dikelilingi tokoh-tokoh terbang yang membawa rangkaian bunga.


6.      Penyebab Kemajuan Agama Buddha di Cina
Setelah Sang Buddha Gotama (Sakyamuni) moksya, Agama Buddha berkembang lewat 2 jalur:
1)      Jalur utara
India --> Afganistan --> Asia Tengah --> Cina --> Korea --> Jepang
2)      Jalur Selatan
India --> Burma --> Muangthai, Vietnam, Laos, Indonesia
Jalur utara banyakan dari mazhab Mahayana karena mazhab Hinayana (Theravada) kurang dapat di terima karena hidup dengan empat musim dengan tuntutan vinaya (aturan) yang ketat dan harus meninggalkan kehidupan duniawi berat karena masyarakat akan kehilangan banyak tenaga produktif. Meski demikian awal perkembangannya banyak menemui kesulitan, penyebabnya antara lain anjuran untuk menjadi Bhiksu bertentangan dengan anak laki2 harus bertanggung jawab dan berbakti pada orang tua dan leluhur. Tapi fleksibilitas mazhab Mahayana terhadap tradisi dan budaya tanpa menghilangkan inti ajaran Buddha membuat masyarakat Cina secara luas dapat menerimanya.
Sementara itu aliran-aliran baru dari India terus masuk ke Cina. Dan berpengaruh besar terhadap Ajaran Buddha Sakyamuni. Kedudukan sentral Buddha Sakyamuni tergantikan dengan Buddha-Buddha lain yang dibabarkan oleh Sakyamuni sebelumnya yaitu : Buddha Amitabha dan Buddha Mahavairocana. Padahal keberadaan Buddha-Buddha tersebut sebenarnya dibabarkan untuk mematahkan pandangan "hanya satu Buddha". Akibat kekeliruan ini, Agama Buddha di Cina bercampur-aduk dengan ajaran di luar Buddha sehingga menemui keruntuhannya. Dengan demikian Agama Buddha berangsur-angsur mengalami sinkretisme dengan filsafat tradisional Cina yaitu Konfucianisme dan Taoisme.
7.      Kemunduran Agama Buddha di Cina
Sedangkan penurunan yang dialami pada masa dinasti Tang yaitu ketika buddhisme dianggap pesaing Taoisme dan Konfusianisme, karena itu pada tahun 845 kaisar Wu-Tsung menghancurkan 4600 kuil Buddha dan 260.500 biarawan dan biarawati dipaksa kembali kekehidupan awam. Setelah kehancuran pada tahun 845, Buddhisme tetap mempertahankan identitasnya dalam bentuk baru seperti Chen-Yen (Tantra) oleh Subhakarasimha. Agama Buddha kemudian menyatu dengan tradisi Konfusianisme-Neo Konfusianisme dan Taoisme sedangkan sekte terbesar di Cina adalah Ch’an (Zen) dan Tradisi Tanah Murni.
2.1.2      Sejarah Masuknya Agama Buddha di Korea
Dalam rangka untuk memahami agama Buddha Korea, pertama-tama kita harus melihat pada sejarah. Diperkenalkan dari Cina pada 372 Masehi, Buddhisme dikombinasikan dengan Shamanisme pribumi. Selama periode Tiga Kerajaan, Buddhisme perlahan-lahan dikembangkan. Setelah penyatuan semenanjung di 668 oleh Shilla, usia keemasan Periode Shilla terpadu (668-935) diikuti oleh ritual Koryo (935-1392). Penganiayaan berlari tinggi pada Periode Choson seperti Konfusianisme Neo memperoleh mendukung keluarga yang berkuasa. Pada tahun 1945, setelah tiga puluh enam tahun, penjajahan Jepang Korea berakhir: Korea Buddhisme mengalami pembaharuan.
Pada abad ke-4 Masehi, pada saat Buddhisme pertama kali diperkenalkan ke Korea, semenanjung Korea terbagi menjadi tiga kerajaan terpisah: Koguryo, Paekje dan Shilla. Buddhisme tiba lebih dulu di kerajaan utara Koguryo dan secara bertahap menyebar ke Paekje, di barat daya, akhirnya mencapai Shilla tenggara pada abad ke-5 dengan bukti adanya makam dekat P’yongyang berdekorasi motif Buddha Pada langit-langitnya.
1.      Periodesasi Perkembangan Agama Buddha di Korea
1)      Tiga Wilayah
·         Koguryo
Pada 372 Masehi, seorang bhikkhu diundang dari Cina ke Kerajaan Koguryo utara. Ia membawa teks-teks Cina dan undang-undang dengan dia. Buddhisme dengan cepat diterima oleh royalti Koguryo dan mata pelajaran mereka. Buddhisme di Cina pada waktu itu, adalah dasar dalam bentuk. Orang-orang percaya pada hukum sebab dan akibat - "seperti yang Anda tabur, itulah yang kau tuai" - dan mencari kebahagiaan. Ini filosofi sederhana memiliki banyak kesamaan dengan kepercayaan adat Dukun dan mungkin telah menjadi alasan untuk asimilasi cepat Buddhisme oleh rakyat Koguryo.
Bhiksu Sundo (Shun Tao) dikirim Fu Jian/Fu Chien(357-384) dari dinasti Qin ke raja Sosurim (371-383) dari kerajaan Goguryeo pada tahun 372 M, Ajaran Bhiksu sundo memiliki kesamaan dengan Shamanisme sehingga kuil Shamanisme di jadikan kuil agama Buddha, sekte awal adalah sekte Samnon (San Lun)/Madhyamika.
·         Paekje
Buddhisme dibawa dari Koguryo ke kerajaan barat daya Paekje pada tahun 384 AD dan di sana juga, keluarga kerajaan menerimanya. Mengajar tampaknya telah mirip dengan yang di Koguryo. Raja Asin (392-450 Masehi), misalnya. Menyatakan bahwa Korea "orang harus percaya pada Buddhisme dan mencari kebahagiaan". Selama pemerintahan Raja Song (523-554 AD) ada catatan seorang biksu, Kyomik, kembali dari India dengan teks baru. Dia dianggap sebagai pendiri salah satu sekolah utama Buddhisme periode itu. Mulai 530 Masehi, biarawan Korea pergi ke Jepang untuk mengajar orang Jepang tentang Buddhisme. Arsitek dan pelukis sering accompained para biarawan. Pengrajin ini dibangun kuil besar di Jepang.
Bhiksu Marananda / malananda (dari India ? / dari sarindian/XinJiang Asia Tengah tiba di Baekje pada tahun 384 M, Sekte awal yang popular di Negeri ini adalah Smnon dan Gyeyul (Vinaya).
·         Shilla
Dalam Shilla, itu adalah orang-orang biasa yang pertama kali tertarik pada agama Buddha. Di antara beberapa bangsawan, ada resistensi yang cukup besar dengan budaya baru. Barulah setelah kemartiran Ich'adon, selama pemerintahan Raja Pophung (514-540) di 527 AD, bahwa Buddhisme secara bertahap menjadi diakui sebagai agama nasional Shilla.
Ich'adon adalah seorang pejabat pengadilan yang menonjol. Suatu hari ia menemui raja dan mengumumkan bahwa ia telah menjadi seorang Buddhis. Raja telah dia dipenggal. Ketika algojo memenggal kepalanya, susu dituangkan keluar bukan darah. Lukisan keajaiban ini dapat dilihat pada dinding candi (di Haein-sa Temple misalnya). Sebuah monumen batu di Museum Nasional kematian Kyongju Ich'adon penghargaan itu.
Raja Chinhung (540-575 M) terutama didorong pertumbuhan Buddhisme. Selama pemerintahannya, sebuah lembaga pelatihan khusus, Hwarangdo, dibentuk. Terpilih pemuda dilatih secara fisik dan rohani sesuai dengan prinsip-prinsip Buddhis sehingga mereka bisa mengatur dan mempertahankan bangsa. Menjelang akhir hidupnya, Raja Chinhung menjadi seorang biarawan.
            Bhiksu A-do dari Goguryeo pada abad ke 5 tiba di Silla, tahun 257 Ichando memperkenalkan kepada raja Pophung/ Bopheung (514-540) bahwa ia beragama Buddha, Raja Bopheung menjadi pemeluk agama Buddha, masa raja Chin Hung (540-576), Agama Buddha diakui sebagai agama Nasional, Bhiksu-Bhiksu korea pergi ke Cina untuk belajar Bhudhisme terutama pada akhir abad ke- 6, Bhiksu Banya (562-613 ?) pergi ke India untuk belajar sansekerta dan Vinaya, Dua bhiksu menyebarkan agama Buddha ke Jepang atas undangan penguasa Jepang pada tahun 577 M, Bhiksu Jajang (590-658) berperan menjadikan agama Buddha sebagai agama Negara, mendirika Sangha, dan Vihara Tongdosa di korea, Akhir tiga periode muncul sekte Wonyung/Yuanrong yang kemudian dikenal dengan Hwaeom.
2.      Perkembangan Masa Silla Bersatu (668-935)
Sekte yang berkembang yaitu Wonyung, Yosik (Yogacara), Joengto (Tanah Suci) dan Sekte Korea Beopseong (Dharma sekte alam); Won Hyo//Weonhyo (617-686 M) mengajarkan sekte “Tanah Suci” dengan praktek Yeombul (Nianfo); Won Hyo bersama Uisang membuat interpretasi Buddhisme (Tongbulgyo) yang member sumbangan pada pemikiran Hwaeom; Karya Won Hyo mempengaruhi pengembangan sekte, Beopeong, Haedong, dan Jungdo; Pengaruh Buddhisme pada budaya Silla adalah adanya lukisan, sastra, patung, dan arsitektur pada dibangunnya vihara Bulguksa dan Gua Seokguram.
            Muncul sekte Seon/son (Chan/zen) oleh Sinhaeng (704-779) pada abad ke- 8 dan oleh Doui/Toui (- 825) pada awal abad ke- 9. Peziarah Korea belajar Chaan di Cina dan setelah kembali kenegerinya mendirikan sekte= “9 gunung” / (Gusan) yaitu:
a.       Sekte Kaji-San (Ka Chi Shan) yang didirikan di Vihara Porim Sa (vihara Po) dibawah pengaruh Toui (Moral,d. 825) dan Ch’ejing (Cheng; 804-890), Chizo (735-814), dan Baizhang (749-814)
b.      Sekte Songju San yang didirikan oleh Muyom (800-888 yang menerima gelar Inga India mungkun dari Magu Baoche (Ma Po Valley, Toru; b. 720).?
c.       Sekte The Silsang San (realitas gunung) yang didirikan oleh Hong Ch’ok (Hong-Zhi; Fl 830)
d.      Sekte San Huiyang (Xi Yangshan) yang didirikan oleh Pomnang dan Chison Tohon (Chi Shan road, Xian, 824-882)
e.       Sekte San Pongnim yang didirikan oleh Wongam Hyon’uk (Yuen Kam Yuen Yu; 787-869) dan muridnya Simhui (sidang Yunani, fl 9c)
f.       Sekte San Tongni (Tong Li Shan) yang didirikan oleh Hyech’ol (Hiu Toru; 785-861)
g.      Sekte Sn Sagul yang didirikan oleh Pomil (Vatikan Jepang; 810-889)
h.      Sekte San Saja (Lion Rock) yang didirikan oleh Toyun (Tao Yun; 797-868)
i.        Sekte Sumi San (Sumeru) didirikan oleh IOM ( Li Yan; 869-936) pengembangan dari Caotong (Cao Dong)
3.      Masa Disnasti Goryeo/Koryo (935-1392)
Sekte Hwaeom berkembang dengan karya dari Gyunyeo (923-973) sebagai litelatur Hwaeom. Uicheon (1015-1101) berusaha menyatukan Seol dan Gyo dengan mengajarkan Cheo Ntae (Ti’en Tai) tetapi tidak berhasil Perkembangan agama Buddha sekte Seon atas prakarsa Bhiksu Jinul/ Chinul/ Master Pojo (1158-1210), yaitu: Menyatakan persamaan sekte soen dengan sekte Gyo dengan memasukan ajaran Gwanhwa. Menjadikan Seon sebagai agama Negara. mendirikan vihara Songgwangsa di Mt. Jogye
Sekte Seon dipengaruhi ajaran guru Linji dari Cina setelah Gyeong Han Baeg’un (1298-1374), Taego Bou (1301-1382) dan Naong Hyegeun (1320-1376) pergi ke Yuan Cina untuk mempelajari Linji (Imje)/ Gwanhwa yang dipopulerkan Jinul. Diproduksi Tripitaka dalam balok kayu yaitu edisi pertama (1210-1231) terbakar, edisi ke 2 (1214-1259) oleh raja Kojong tersimpan di vihara Heinsa. Pada akhir dinasti Goryeo/Koryo agama Buddha semakin berkembang yaitu;
Banyak orang menjadi biarawan dan biarawati untuk menghindari pajak. Banyak candi yang dilindingi dan banyak ritual yang rumit dilakukan. Dukungan terhadap agama Buddha mempengaruhi perekonomian Nasional, semantara dikalangan pemerintah terjadi korupsi dan perang diperbatasan Utara dan Timur, dan pada masa ini mulai berkembang Neo- Konfusianisme
1.      Masa Dinasti Joseon/ Yi (1392-1910)
Pemerintah yang didukung Neo-Konfusian menyebabkan kemunduran Buddhisme, yaitu : Pengurangan jumlah vihara oleh raja Chueng Jong. Pengurangan sekte oleh raja Sejong. Pembatasan anggota Sangha. Bhiksu dan Bhiksuni menyingkir kepegunungan. Penyatuan Seon dan Gyo menjadi Seon saja. Raja Sejo mendukung agama Buddha tetapi ia berumur pendek. Raja Sung Jong menghapuskan upacara-negara yang menggunakan tradisi agama Buddha.
Disisilain agama Buddhisme masih eksis yaitu: Giwha (Hamheo Deugtong 1376-1433) menulis risalah berjudul Hyeon Jeong Non sebagai penyatuan tiga ajaran (Buddha, Kong Hu Cu dan Tao). Berkembang pada masa ratu MunJeong, yang mencabut tindakan anti Buddha, dan menjadikan Bhiksu Bou,(1515-1565) sebagai ketua sekte Seon. Seosan Hyujeong (1520-1604) mengirim Bhiksi ke Medan perang selama delapan tahun ketika invasi jepang ke Korea (1952 dan 1598). Seosan adalah tokoh kebangkitan agama Buddha pada masa Josean kerena menyatukan ajaran buddhisme yang dipengaruhi oleh Wonhyo, Jinul, dan Giwha. Kaum milisi Buddha secara suka rela aktif membela Korea ketika Manchu menyerang tahun 1627 dan 1637.
2.      Perkembangan di Korea Selatan
Kampanye agama Buddha dari jepang oleh Syngman Rhee (1950-an) membuat agama Buddha melemah.  Tahun 1980  Presiden Chun Doo-hwan menyerang vihara, ratusan bhiksu ditanah dan disiksa.  Tahun 1990-an konflik pemerintah bersama agama Kristern, dengan pemimpin agama Buddha terus berlanjut. Pengrusakan petung Buddha dan Dangun (agama local). Terjadi pembakaran candi, lukisan dan patung di vihara oleh kaun Kristen, salip merah dilukis didinding candi, mural dan patung-patung, serta mahasiswa diuniversitas agama Buddha di konfersi berpindah kekampus Kristen pada tahun 1980-an dan 1990-an. Diskriminasi terhadap agama Buddha oleh Preseden Lee Myung-bak yang mendukung agama Protestan pada tahun 2006 dengan mengharapka vihara di Korea runtuh. Peda decade terakhir terjadi pembakaraan vihara-vihara dan patung-patung Buddha yang dianggap sebagai berhala oleh penganut Protestan. Penduduk Korea Selatan yang beragama Buddha adalah  25,3% dari jumlah penduduk. Tahun 1964 dilakukan penerjemahan Kanon Tripitaka di Hae-in Sa dari bahasa Cina ke bahasa Korea modern, yang dilakukan oleh Donggok university.
3.      Perkembangan di Korea Utara
Agama Buddha mendapat perlindungan dibandingkan agama Kristen yang mendapat tekanan oleh otoritas. Pemerintah memberikan kesempatan agama Buddha untuk berkembang kerena berperan penting dalam pengembangan budaya tradisional Korea. Agama Buddha Korea saat ini adalah Seon yang berhubungan dengan tradisi Mahayana terutama Ch’an di Cina sera Zen di jepang. Sekte lainnya adalah Taego (kebangkitan dari Cheontae), Jingak (sekte esoteric modern) dan won.
4.      Sekte yang Berkembang di Korea
Periode awal : Sarvastivada, Cheontae (tiantai), Hua-Yen dan Satyasiddhi (Chengshi). Sekte yang berkembang popular adalah:
1)      Sekte Samnon (Sm-Lun) berpedoman pada doktrin Madhyamika di India, popular di Koguryo dan Baekje.
2)      Sekte Gyeyul (Vinaya) disiplin moral (sila) popular di Baekje
3)      Sekte Yeolban (Nirvana) berdasarkan Mahaparanirvana Sutra popular di Silla.
4)      Sekte yang berkembang sekarang adalah Seon, Teago, Jingak, (Esoterik modern), dan Won.



5.      Peninggalan Agama Buddha di Korea
1)      Haeinsa Janggyeong Panjeon, perpustakaan Tripitaka Koreana
Haeinsa adalah kuil Buddha tempat penyimpanan kitab suci Tripitaka Koreana. Dibangun pada tahun 802 M di puncak Gunung Gaya di propinsi Gyeongsang Selatan.
Tripitaka Koreana adalah kitab suci Buddha yang tersusun dari ukiran tulisan di blok-blok kayu, berjumlah 81.258 buah blok kayu yang tersusun rapi. Semua tulisannya diukir dalam aksara Tionghoa (hanja). Haeinsa menjadi daftar Warisan Dunia di UNESCO pada tahun 1995.
Haeinsa atau Kuil Haein adalah kuil Buddha utama dari sekte Jogye di Korea Selatan dan menyimpan Tripitaka Koreana, cetakan Tripitaka kayu yang berjumlah 81.258 pres kayu sejak tahun 1398.[1] Sebagai salah satu Tiga Kuil Mustika, Haeinsa melambangkan Dharma. Haeinsa dan perpustakaan untuk pres kayu Tipitaka Koreana, dimasukkan oleh UNESCO sebagai bagian dari Situs Warisan Dunia pada tahun 1995, sementara Tripitaka Koreana secara khusus dihargai sebagai Memory of the World Register (Warisan Pustaka Dunia) pada tahun 2007.
Haeinsa terletak di puncak Gunung Gaya, propinsi Gyeongsang Selatan. Sampai meninggalnya di tahun 1993, biksu Seongcheol yang berpengaruh dalam perkembangan Buddhisme di Korea tinggal di sini. Sejarah pembangunan Haeinsa dimulai tahun 802 pada masa kerajaan Silla. Menurut legenda, dua orang biksu yang kembali dari Tiongkok, Suneung dan Ijeong berhasil menyembuhkan penyakit permaisuri Raja Aejang. Sebagai rasa syukur kepada Buddha, raja membangun kuil ini.
Komplek kuil direnovasi beberapa kali tahun 900-an, 1488, 1622, dan 1644. Hirang, biksu kepala Haeinsa, mendapat bantuan dari Raja Taejo untuk melakukan renovasi pada zaman Goryeo. Haeinsa terbakar pada tahun 1817 dan aula utama dibangun lagi tahun 1818. Pada renovasi tahun 1964 ditemukan jubah Raja Gwanghaegun yang melakukan renovasi pada tahun 1622. Aula utama, Daejeokkwangjeon, difungsikan sebagai tempat pemujaan Wairocana berbeda dengan kebanyakan kuil Buddha di Korea yang menempatkan Shakyamuni.
6.      Faktor Kemunduran Agama Buddha di Korea
1)      Kampanye agama Buddha dari jepang oleh Syngman Rhee (1950-an) membuat agama Buddha melemah.
2)      Presiden Chun Doo-hwan menyerang vihara, ratusan bhiksu ditanah dan disiksa.
3)      Konflik pemerintah bersama agama Kristern, dengan pemimpin agama Buddha terus berlanjut.
4)      Pengrusakan petung Buddha dan Dangun (agama local).
5)      Terjadi pembakaran candi, lukisan dan patung di vihara oleh kaun Kristen, salip merah dilukis didinding candi, mural dan patung-patung, serta mahasiswa diuniversitas agama Buddha di konfersi berpindah kekampus Kristen pada tahun 1980-an dan 1990-an.
6)      Diskriminasi terhadap agama Buddha oleh Preseden Lee Myung-bak yang mendukung agama Protestan.
7)      Pembakaraan vihara-vihara dan patung-patung Buddha yang dianggap sebagai berhala oleh penganut Protestan.
7.      Faktor kemajuan Agama Buddha di Korea
1)      Penerjemahan Kanon Tripitaka di Hae-in Sa dari bahasa Cina ke bahasa Korea modern, yang dilakukan oleh Donggok university.
2)      Agama Buddha mendapat perlindungan dibandingkan agama Kristen yang mendapat tekanan oleh otoritas.
3)      Pemerintah memberikan kesempatan agama Buddha untuk berkembang kerena berperan penting dalam pengembangan budaya tradisional Korea.
2.1.3        Sejarah Awal perkembangan Agama Buddha Di Jepang
Agama Buddha di Jepang berasal dari Negara Tentanganya yaitu Korea yang di perkirakan pada tahun 550/552 M dengan datangnya Bhiksu yang datang ke Jepang atas Undangan dari Penguasa yang ada di Jepang. Perkembangan agama Buddha di Jepang mendapat perhatian dan dukungan keluarga Soga yaitu Pangeran Shotuku yang pernah menjabat tahun 592-628 dan Ratu Suiko 573-628 M yang meresmikan Agama Buddha sebagai agama resmi negara Jepang.
1.      Masa Pendudukan Jepang (1910-1945)
Pendudukan Jepang pada 1910-1945 membawa dampak bagi perkembangan Buddhisme yaitu :
1)      Sangha harus mematuhi peraturan Jepang. Munculnya agama Buddha Won/Wonbol Gyo (kesempurnaan Buddhisme) oleh Chung Bin (1891-1943). Munculnya misionaris Kristen. Jepang mengijinkan Bhiksu dan Bhiksuni menikah. Karya seni Korea di kirim ke Jepang. Komunitas Korea menyatukan sekte Zen dan sekte Chogye di Korea Selatan (1945-1953).
2)      Kebangkitan Buddhisme pada zaman modern terjadi ketika Kyongho Sunim (1849-1912) mengajarkan selama 20 tahun dengan cara ortodok. Mangong Sunim (1871-1946) aktif pada “zaman kegelapan” pendudukan Jepang. Kusan Sunim (1909-1983) mendirikan pusat pelatihan di vihara Barat, Songgawang Sa. Master Kusan mengunjungi AS dan Eropa dengan meresmikan vihara Zen Korea. Master Zen Korea pindah ke Barat seperti; Seung Khe Sunim/Soen Sa Nim (1927-) mendirikan pusat ajaran Zen dan Samu Sunim (1941-) mendirikan Zen Lutus Society di Toronto.
2.      Periodesasi Perkerkembangan Agama Buddha di Jepang
a      Periode menyalin
Pada peride ini terjadi sebelum tahun 700 SM dengan adanya 4 sekte yang berkembang, yaitu sekte Jojitsu (625) yang didasari dari terjemahan Kumarajiva tentang Satyasiddhi; yang kedua adalah sekte Sanron (625) yang hanya mempelajari tiga karya dari Nagarjuna Aryadeva; yang ketiga adalah Hosso (625) yang mengambil buku Yuishiki yang menguraikan prinsip-prinsip Vijnanavada; yang ke empat adalah sekte Kusha (254) yang mempelajari Abhidammakosa dari Visubandhu.
b      Periode heian (797-1186)
Pada periode ini didominasi oleh dua sekte yaitu sekte Tendai dan sekte Shingon yang pusatnya ada di dua gunung.

c      Periode 1160 samapi 1260
Pada masa ini agama Buddha mulai berkembang lagi setelah kemunduranya dan memunculkan ke Aslian nilai Buddhisnya dan Tenaga Kreatifnya.
d     Periode Kamakura (1192-1335)
Pada masa periode ini berkembang juga dua aliran yang di perbarui yaitu aliran Amida dan Aliran Zen.
e      Periode Mappo (1253)
Pada masa ini berkembang aliran Buddha Nichiren adalah seorang anak nelayan, yang mempunyai jiwa nasionalistik dan mempunyai sifat suka berselisih, dan tidak mempunyai toleran sangat berbeda sekali dengan ajaran Buddha itu sendiri.
3.      Sekte- Sekte Yang berkembang di Jepang
1)      Jojitsu
Seperti yang sudah dijelaskan sekte ini ada pada tahun 625 yang hanya mempelajari terjemahan dari seorang Bikkhu yang Bernama Kumarajiva tentang Satyasiddhi dari Harivarman.
2)      Sanron
Sekte Sanron berkembang sejak tahun 625 yang hanya mempelajari tiga karya dari Nagarjjuna dan Aryadewa yang juga berkembang di Cina sebagai dasar dari sekolah Buddhis San-Lun.
3)      Hosso
Sekte ini juga berkembang sebelum tahun 700 M tepatnya sekitar tahun 625 M yang hanya menerangkan tentang prinsip-prinsip Vijnanavada dari Yuan-Tsang dan K’ue-ki
4)      Kusha
Sekte Kusha muncul pada tahun 658 yang lebih sepesifik mempelajari tentang Abhidharmakosa dari Vasubandhu.



5)     Hua-yen/Kagon
Sekte ini berkembang sejak tahun 730 namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kagon sekte ini lebih mengkhususkan pemujaan Vairocana sebagai Rosana atau Birushna.
6)      Winaya/Risshu
Sekte ini ada sejak tahun 753 yaitu berusaha mengenalkan peraturan-peraturan penahbisan bhikkhu namun justru sekte ini tidak bertahan lama.
7)      Tendai
Sekte Tendai berada pada periode Heian yaitu yang dibangun oleh Kobo Daishi pada tahun 767-822 yang mempertahankan doktrin Tien-t-ai dari China, pusatnya yaitu di Hieizan di dekat ibu kota Kyoto. Di kota ini, terdapat 3000 vihara. Kalangan Tendai mempunyai pengaruh terhadap seni dan mempunyai hubungan sebagai dasar perkembangan sekte selanjutnya. Kobo Daishi mempunyai nama yang lebih terkena dan disukai oleh lingkungan Kekaisaran dan mempunyai kesan bagi masyarakat umum, bagi rakyat Ia adalah pahlawan dengan legenda yang tak terhitung bannyaknya. Bagi pengikutnya Kobo Daishi adalah perwujudan dari Budddha Vairocana.
8)      Singon
Sekte Singon memiliki perkembangan yang sama dengan sekte Tendai hanya saja ia mempunyai pusat di Gunung Koyasan dan Dengyo Daishi sebagai tokohnya. Sekte ini menjadikan upacara ritual sebagai aktivitas utamanya.  Selain itu mereka mengembangkan seni lukisan dan seni pahat mahluk luhur Tantra. Mereka juga menjalankan pertapaan dan hidup di gunung-gunung dan hutan-hutan liar namun justru tidak menimbulkan daya tarik bagi masyarakat umum.
9)      Amida
Sekte ini pertama lebih dikenal Yuzu Nembutsu yang dikenal pada tahun 1124 yang didirikan oleh Ryonim yang lebih melihat Jalan penyelamatan dengan melafal “Nebutshu” terus menerus dengan melafalkan Namu Amida Butsuhinga 60.000 Kali sehari. Sekte ini juga mengajarkan pengulangan ini lebih baik juga diulangi untuk orang lain daripada diri sendiri. Namun sekte ini tidak banyak pengikutnya dari pada sekte lain.
10)  Zen
Sekte Zen berkembang sejak tahun 1141 yang juga dikenal dengan sekte Lin-Chi atau juga sebagai Rinzai, zen lebih menyebar di kalangan para samurai, kusunya dalam bentuk Rinzai untuk para Jendral. Sen juga menciptakan jalan Bushido “ Jalan Ksatria”, Zen juga banyak merangsang kepekaan bangsa Jepang terhadap keindahan seperti apa yang dilakukan Ch’an di China. Menerut para samurai kematian adalah salah satu tujuan latihan Zen. Dibahawah Ashikaga Shogun (1335-1373), Zen memiliki dukungan pemerintah. Pengaruh Zen lebih mencapai puncaknya dan tersebar di masyarakat umum karena isinya lebih mengutamakan tindakan nyata daripada pikiran-pikiran spekulatif. Tindakan-tindakan haruslah sederhana, namun mendalam dan indah bersahaja.
11)  Jodo atau Sekte Tanah Suci
Yang deperkenalkan oleh Bikshu Honen yang luar biasa dan lembut pada tahun 1133-1212, sekte ini lebih banyak diminati oleh masyarakat di Jepang ketika awal perkembanganya.
12)  Shinren
Sekte ini dikenal sejak 1173 dikembangkan oleh murid dari Bhiksu Honen, kata Shin dalah hasil penyingkatan dari kata Jodo Shinshu “  jodo sejati”. Aliran ini mempunya perbedaan yaitu Bhiksu diijinkan untuk menikah, dan mengulang kata Amitabha atau Nembutsu secara berulang-ulang tidak lah perlu dan menegaskan bahwa dengan menyebut Amida sekali saja dengan hati yang percaya sudah cukup untuk dilahirkan di surga. Mengenai masalah moral , Shinran menegaskan bahwa orang jahat lebih mungkin masuk ke tanah Amida dari pada orang yang baik, karena ia tidak begitu mengandalkan kekuatan dan kebaikan-kebaikanya sendiri. Rasa bakti Amida menjadikan patung-patung Amida diperbanyak dan pujian-pujian dalam bahasa Jepang dikarang. Namun ternyata sekte ini memiliki tujuan meruntuhkan penghalang antara umat awam dengan agama.
13)  Nichiren
Nichiren didirikan tahun 1253 oleh Nichiren , anak seorang nelayan namun aliran ini berbeda dengan aliran Buddha lainya karena Nichiren yang mempunyai jiwa Nasionalis, suka berselisih, dan sikapnya yang tidak toleran. Semangat patriotik Nichiren diperkirakan karena sentimen-senyimen nasionalisme pada waktu itu sangat berkobar dengan ancaman invasi dari Mongol yang sudah berjalan lama, yang akhirnya memukul arama-arama kubilai tahun 1274 dan 1281, Nichiren menggantikan kata-kata Namu Myoho Renge-Kyo “ hormat kepada Saddharmapundarika sutra “ Sutra Teratai Hukum Kebenaran” dan menyatakan bahwa ungkapan ini saja sudah cukup untuk periode akhir dalam periode Mappo. Nichiren berbicara seperi nabi-nabi Yahudi dengan penuh semangat menuntut sekte-sekte lainya dirindas kecuali sektenya. “karena Nembutsu adalah “neraka”, zen adalah setan dan Shingon adalah kehancuran nasionl dan Risshu adalah penghianat negara. Pada peristiwa ini agama Buddha dengan sendirinya mengembangkan antitesisnya.
14)  Sekte Amadis
Sekte ini didirikan  oleh Ippen pada tahun 1276 dan disebut “Ji” atau “Sang Waktu”, yang menyatakan sekte ini adalah agama yang tepat untuk masa-masa kemerosotan, sekte ini menganggap pelafalan nama Amida atau Nembutsu tidaklah perlu karena pelafalan nama Amida akan berhasil sebagai akibat suara itu sendiri sebagaimana adanya.
4.      Pasang Surut Agama Buddha Di Jepang
Dari awal dikenalnya agama Buddha pada tahun 550 sampai pada tahun 700 sangat mendapat perhatian masyarakat Jepang atas dukungan dari pangeran Shotoku dan Ratu Suiko yang menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi di Jepang.
Perkembangan kedua terjadi ketika periode Heian dengan adanya dua sekte yaitu Tendai dan Saigon yang mampu mengembangkan dan mendirikan sekitar 3000 vihara dikalangan ibukota Kyoto.
            Dan faktor lain dengan adanya penyatuan nilai Buddha dengan seni Jepang itu sendiri sehinga mendorong kemajuan Agama Buddha di Jepang, namun ternyata di faktor lain agama Buddha lebih dikenal dengan keajaiban-keajaiban yang didapat dari budaya mengulang Kata Amitaba atau Amida yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit, mara bahaya seperti mencegah wabah, gempa bumi dan bencana-bencana lainya.
Namun kemajuan selalu diiringi dengan kemunduran agama Buddha di Jepang karena tindakan lembaga fiodal yang terdiri dari para prajurit upahan yang beraksi membakar habis vihara-vihara di Kyoto dibawah perintah pendeta-pendeta.
Pada tahun 1160 agama Buddha mulai bangkit kembali mengalami perkembangan dengan adanya kemunculan sekte Zen dan Amida dalam versi baru dan juga Jodo atau tanah suci, dengan mengenalkan nilai-nilai Buddhis yang baru dan praktis dalam pelaksanaanya sehinga lebih diminati oleh masyarakat. Kususnya aliran Zen yang mampu menarik perhatian para Jendral dan Para Samurai yang menduduki pemerintahan. Ditandai dengan adanya upacara minum teh yang disistematisi oleh guru-guru Zen dan para seniman percaya bahwa Zen dan seni adalah satu.
Namun pada tahun 1500 ternyata agama Buddha tidak mampu bertahan karena kekuatan kreatifnya telah memudar dan kekuatan politiknya telah pecah. Nabunaga menghancurkan kubu Tendai di Hieizan pada tahun 1571, dan Hodeyoshi melakukan penyerangan di pusat Shigon di Negoro pada tahun 1585. Dan Agama Buddha di gantikan oleh Konfuisme atas dukungan Tokugawa (1603-1867) selanjutnya abad ke 18 M agama Shinto juga bangkit kembali. Agama Buddha hanya berkembang di balik layar karena organisasi dan aktiftas Bhiksu di awasi oleh pemerintah dan menghambat pendapatan vihara-vihara.
            Setelah kemunduranya agama Buddha kembali mencoba memperkenalkan Agama Buddha Rinzai oleh Hakuin, dan pujanga Basho gaya puisi bari. Pada tahun 1655, sekte Zen masuk dari China yang tetap mengunakan karakteristik Khas China. Dan tahun 1890 agama Buddha meningkat dan pada tahun 1950 dua pertiga dari penduduk Jepang menganut salah satu sekte utama. Walaupun agama Kristen lebih banyak di negara ini. Namun diakhir-akhir ini Zen Jepang mendapat perhatian di Eropa dan Amerika.
2.1  Perkembangan Agama Buddha di Asia Tenggara
Selain di Asia Timur agama Buddha juga berkembang di Asia Tenggara. Perkembangan agama Buddha di Asia Tenggara mengalami perkembangan yang pesat dan meluas diberbagai negara, diantaranya adalah: 
2.1.2        Sejarah masuknya agama Buddha di Kamboja
            Agama Buddha mulai nampak pada Abad ke 5 yaitu pada masa pemerintahan kerajaan Funan yang awalnya mayoritas masyarakatnya memeluk Brahmanisme dengan bukti penemuan-penemuan arkeologi serta berita-berita dari China. Selain itu pada abad ke 10 Raja Yasovarman membangun Saugatasrama untuk para Bhikkhu dan mengeluarkan peraturan mengenai penggunaan bangunan tersebut. Funan merupakan kerajaan yang aktif dalam dunia perdagangan kususnya dengan negara cina dan India maka dengan adanya hubungan tersebut memungkinkan masuknya agama Buddha di Kamboja  lewat jalur perdagangan. Bukan hanya agama yang berkembang di funan tetapi Bahasa Sansekerta di gunakan sebagai bahasa istana, selanjutnya Bahasa pali masuk ke wilayah selatan kerajaan Funan.
            Setelah kerajaan Funan mengalami keruntuhan kekuasaan di pegang oleh kerajaan Khmer yang di dirikan oleh Raja Jayawarman II yang juga keturunan dari wangsa Syalendra  Jawa Tengah (Kerajaan Sriwijaya), pada masa kerajaan Khmer Agama Buddha yang berkembang adalah Buddha Mahayana, namun pada Abad ke 13 di pengaruhi oleh agama Buddha Theravada dari Sri lanka. Khmer pada masa kejayaanya juga menguasai kerajaan Sukhothai yang ada di Thailand yang juga memeluk Buddha Theravada pada abad ke 12.  
1.      Periodisasi perkembangan agama Buddha di Kamboja
            Pada Abad ke 5 Masa pemerintahan kerajaan funan, yang berkembang adalah Buddha Theravada yang berasal dari India atas dukungan dari Raja Bhavavarman.
            Abad ke 7 sampai abad ke 9 Masa pemerintahan kerajaan Khmer, agama Buddha masih di dominasi oleh agama siavisme namun mengalami perkembangan pada abad ke 11 (1181-1220) oleh Raja Jayawarman VII  sebagai pemeluk agama Buddha  melakukan kebajikan dengan membangun 798 candi dan 102 rumah sakit sehinga mendapat gellar Anumerta Mahaparamasaugata.
            Abad ke 12 agama Buddha juga berkembang atas dukungan dari Raja Dharanindra II yang merupakan anak dari Jayawarman VII, dengan adanya bukti patung Buddha yang di perkirakan mulai ada sejak abad ke 12, dan bukti inskripsi dari cina.
            Abad ke 13 Masa kerajaan Khmer,  yang berkembang adalah agama Buddha Theravada yang berasal dari Sri Lanka.
            Abad ke 14 masa kerajaan ayutthaya, ( kerajaan Asli Thailand) yang juga memeluk agama Buddha Theravada dari Sri lanka .
            Abad ke 18 (1863) M kamboja di kuasai oleh negara Perancis, agama Buddha kurang mendapat perhatian sehinga agama Buddha mengalami kemunduran dan juga pada saat itu di kuasai oleh negara Jepang (1940).
            Abad ke 19 (1948) M Agama buddha di Kamboja di menjadi dasar secara nasional.
            Pada tahun 1953 tangal 9 November mendapat kemerdekaan dari Perancis, setelah kemerdekaan Kamboja menjadi  negara konstitusional yang di pimpin Raja Norodom Sihanouk.
            Pada tahun 1960 terjadi perang saudara Peristiwa ini terjadi karena Raja Norodom Sihanouk yang beraliansi dengan Khmer Merah untuk merebut tahtanya kembali dari tangan Jenderal Lon Nol dan Pangeran Sirik Matak (aliansi pro-AS).
            Pada tahun 1975 Atas pimpinan Pol Pot Khmer Merah akhirnya berhasil menguasai daerah ini dan mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik
Demokratik Kamboja. Dengan segera masyarakat perkotaan dipindahkan ke wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif. Pemerintah yang baru ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang terjadi pada abad 11. Namun mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat Kamboja kelaparan dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja.


2.      Sekte agama Buddha yang berkembang di Kamboja
            Sekte mahasangika yang mulai ada pada abad ke 5 yang berasal dari India (kasmir) di perkirakan masuk ke Kamboja di bawa oleh misionaris dari Raja Khaniska, pada masa raja Rudravarman dari Dinasti Funan .
·         Sekte Mahayana yang berkembang sekitar abad ke 9 hinga abad ke 13.
·         Sekte Theravada yang berasal dari Sri Lanka pada abad ke 13
3.      Pasang surut perkembangan agama Buddha di Kamboja
Masa Kejayaan Agama Buddha mulai ada di Kamboja mulai ada abad ke 5 pada masa pemerintahan Raja Rudravarman dan abad ke 10 Raja Yasovarman membangun Saugatasrama untuk para Bhikkhu dan mengeluarkan peraturan mengenai penggunaan bangunan tersebut. Masa kerajaan Khmer masa raja Jayawarman II juga mengalami perkembangan namun masih di dominasi dengan agama Brahma ( Sivakaivalya) sebagai agama resmi dengan objek pemujaan terhadap Lingga dengan sebutan Deva-raja pada abad ke 8 , dan pada abad ke 9-10 Khmer di dominasi siavisme dengan membangun angkor wat. Masa Jayawarman I abad ke 10, datang dari kerajaan Buddhis yang memberikan  hadiah agama meskipun tetap mempertahankan dewa Raja. Abad ke 11 agama Buddha Mahayana berkembang dengan adanya bukti inskrisi dari bahasa sansekerta yang di temukan di Prah Khan, di temukan juga agama Buddha Theravada pun juga berkembang.
Pada pertengahan abad ke 12 terdapat patung Buddha dengan Raja Dharanindravarman II sebagai penganut agama Buddha Mahayana. Dharanindravarman II (Paramanishkalapada) adalah anak dari Jayawarman VII. Agama Buddha Theravada berkembang di Kamboja pada Abad ke 14 dengan prasasti tertangal 1308 ditemukan dekat Candi Siemreap dalam bahasa Pali dan sebagaian dalam bahasa Khmer di susun oleh Raja jayawarman III setelah mempraktekan menjadi Bhikkhu hutan dengan aliran Buddha Theravada.
Pada abad ke 13 agama Buddha sangat berkembang pesat. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari Thailand (pada masa itu berada dibawah kekuasaan Kamboja). Namun ketika Thailand berhasil menguasai Khamboja, agama Buddha menjadi dominan. Arca-arca Dewa Hindu di Angkor Vat diganti menjadi arca-arca Buddha.
Selain itu Raja Jayavarman VII (sekitar tahun 1220 M) adalah seorang pemeluk agama Buddha serta mendapatkan gelar kehormatan sebagai Maha parama-saugata. Catatan tentang masa pemerintahannya menunjukkan pandangan hidup berdasarkan agama Buddha, khususnya mengenai kedermawan serta kepedulian beliau terhadap alam. Raja menunjukkan peranan yang besar dalam mendirikan lembaga-lembaga keagamaan. Suatu prasasti dalam bahasa Sansekerta, peninggalan raja Jayavarman VII memberikan gambaran tentang perhatian yang besar dari permaisuri Jayarajadevi (dari Campa atau Vietnam).
4.      Peninggalan agama Buddha pada masa lalu di Kamboja
Angkor Wat: merupakan peningalan kerajaan Khmer yang sebelumnya di gunakan sebagai tempat pemujaan khusunya Agama Brahma, sivakaivalya, siavisme namun setelah Khmer mengalami keruntuhan karena di serang kerajaan Ayuttaya dari thailand yang menganut Buddha Theravada maka patung dewa siwa dan objek pemujaanya di ganti dengan patung-patung Buddha. Di bangun abad ke 8 dan di ganti menjadi rupang-rupang Buddha abad ke 13.

5.      Keberadaan agama Buddha pada masa Kamboja modern
Dari seluruh populasi Kamboja, diperkirakan 82,6% beragama Buddha, hanya 1,2% di antara populasi Kamboja yang Kristen dan sisahnya beragama islam. Namun pada akhir-akhir ini agama Buddha di Kamboja mulai terancam karena misionaris kristen mulai masuk ke rumah-rumah penduduk dan pada tahun 2007 mulai di berlakukan peraturan untuk pelarangan penginjilan dari rumah ke rumah. Selain  masalah tersebut ada masalah yang terbesar yang di alami penduduk Kamboja yaitu trauma karena pembantaian yang terjadi tahun 1975-1979 oleh Khmer merah yang ingin menghapuskan semua agama di Kamboja
dengan membantai 90% para biarawan Buddhis dan kristen namun sekarang para Bikkhu di Kamboja sudah mencapai 56.301 Bhikku.
Pada 7 januari 2011 di adakan Kongres Nasional Para Bhikku di kamboja yang di hadiri 800 Bhikku yang membahas masalah moralitas yang menurun, perdana menteri meminta agar para Bhikku untuk menanamkan kembali pentingya peningkatan moralitas Buddhis dan dalam rapat ini mengahasilkan kesepakatan bahwa para Bhikku akan memperkuat struktur administrasi bhikkhu, serta memperbaiki administrasi vihara-vihara, studi Buddhis, dan distribusi perundangan dan regulasi berkaitan dengan agama Buddha, sebuah gerakan untuk membantu menjaga kestabilan, kedamaian, dan kemajuan sosial.
2.1.3      Sejarah masuknya agama Buddha di Thailand
Beberapa sarjana mengatakan bahwa Buddhisme diperkenalkan ke Thailand selama pemerintahan Asoka, kaisar besar India yang mengutus misionaris Buddha ke berbagai penjuru dunia. Pandangan lain bahwa Thailand menerima Buddhisme dilihat dari penemuan arkeologi dan bukti sejarah lainnya.  Buddhisme pertama ada di Thailand ketika negara itu dihuni oleh ras Mon-Khmer, tepatnya di kota Nakon Pathom (Nagara Prathama), sekitar 50 kilometer di sebelah barat Bangkok.
Selain itu sumber lain menyatakan bahwa agama Buddha Theravada masuk sekitar abad ke 11 di Thailand pada masa kerajaan Sukhothai, yang merupakan etnis tertua dari Negara Thailand.
1.      Periodisasi perkembangan agama Buddha di Thailand
1)      Theravada atau Selatan Buddhisme
Merupakan Buddhisme pertama dengan adanya bukti peninggalan arkeologi berupa Dharma Chakra jejak kaki Buddha dan kursi, serta prasasti bahasa pali. Obyek pemujaan Buddhis di India akibat dari pengaruh Yunani di abad ke 3. Peninggalan berupa rupang Buddha bergaya Gupta yang menunjukkan misionaris Buddha masuk ke Thailand berasal dari Magadha (Bihar, India) Ini diperkuat oleh ayat Mahavamsa yang berisi Raja Asoka yang mengirimkan  ke Suvannabhumi (Burma Selatan, Thailand, Laos, Kamboja, dan Malaya) bernama Sona dan Uttara abad ke 3 SM (228 SM).
2)      Mahayana Buddhisme Atau Utara
            Terjadi pada masa Raja Kanishka  Awal abad ke 5 M mulai menyebar dari India Utara ke Sumatra, Jawa, dan Kamboja, sampai ke Burma, Pegu, dan Dvaravati (Nakon Pathom di Thailand Barat) .Bukti bahwa Mahayana ada di negara ini adalah bentuk stupa atau chetiyas dan gambar, termasuk tablet nazar dari Buddha dan Bodhisatta (Phra Phim), chetiyas di Chaiya (Jaya) dan Nakon Sri Thammarath (Nagara Sri Dharmaraja) Raja Suryawarman memerintah tertinggi yang menganut Buddha Mahayana campuran Brahmanisme. Peninggalan berupa prasasti batu di Museum Nasional Bangkok, dengan Raja Lopburi yang merupakan nenek moyang Sriwijaya.
3)      Burma (Pagan) Buddhisme
            Tahun 1057 M Raja Anuruddha (Anawratha) berkuasa di Burma menguasai Thailand wilayah Chiengmai, Lopburi, dan Nakon Pathom. Penyebaran ini dimulai dari misionaris yang dikirim oleh Asokha. Abad 2 SM rakyat Thailand asli di China bermigrasi ke selatan akibat gesekan konstan dengan suku-suku tetangga. Sekitar 1257 Masehi (B.E 1800) mereka mendirikan negara yang independent di Sukhothai (Sukhodaya).
4)      Ceylon (Lankavamsa) Buddhisme
            Pada 1153 AD (B.E 1696) Parakramabahu Agung (1153-1186) menjadi raja Ceylon. Dan 1257 Masehi (B.E 1800) Thailand mengirimkan bhikkhu ke Ceylon untuk memperoleh vidhi upasampada, kini disebut Lankavamsa. Pada  tahun 1277 M  Raja Kamhaeng mengundang para bhikkhu untuk mendapatkan dukungan raja dalam menyebarkan ajaran. Periode dinasti Sukhothai, raja Maha Dharmaraja dan Raja Borom Trai Lokanath periode Ayudhya awal , Bhikkhu Sangha mengundang patriark dari Ceylon, dengan pemimpin upasampadanya yaitu Maha Sami Sangharaja Sumana. Selama pemerintahan Raja Boromkot (1733-1758 M) membayar utang dengan mengirimkan batch bhiksu Buddha dipimpin oleh Upali Thera dan Ariyamuni Thera di Ceylon dan dikenal sebagai Vamsa Siyamopali atau Siyam Nikaya. Tahun 1747-1781 kekuasaan Raja Kirtisri pentahbisan upasampada menghilang.

2.      Sekte agama Buddha yang berkembang di Thailand
            Mahanikaya (sekte tua), adalah sebuah sekte yang dianut hanya dari keturunan china (China-Thai). Dharmayuttika Nikaya (1833 M) oleh Raja Mongkut dari Dinasti Chakri (putra dari Raja Rama II). Sekte Dharmayuttika di dirikan dengan tujuan agar para Bhikkhu menjalani hidup yang lebih disiplin sesuai dengan ajaran murni Sang Buddha. Pengaruh Theravada Sri Lanka, berpedoman pada Tipitaka Pali kemudian menggunakan tulisan modern Thailand dan tulisan Kham dan Tham. Pengaruh Hindu dari Kamboja pada periode Sukhotai, terpengaruh oleh Veda, juga ritual tertentu yang masih dipraktikkan sampai Dinasti Chakri di kota Kantharalak, Thailand.
3.      Pasang surut perkembangan agama Buddha di Thailand
1)      Kejayaan agama Buddha di Thailand
Agama Buddha mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Boromkot (1733-1758 M) dengan mengirimkan bhiksu Buddha dipimpin oleh Upali Thera dan Ariyamuni Thera di Ceylon dan dikenal sebagai Vamsa Siyamopali atau Siyam Nikaya. Hal ini menyebabkan agama Buddha menjadi kuat dan bertahan. Selain itu adanya misionaris dari Khasmir di India Utara ke wilayah Semenanjung Melayu dan Nusantara.
2)      Kemunduran agama Buddha di Thailand
Kemunduran agama Buddha di Thailand di sebabkan karena lunturnya pentahbisan upasampada di Ceylon dibawah pemerintahan Raja Kirtisri (1747-1781 M) akibat dari konflik/gejolak yang terjadi di negara tersebut. Selain itu adanya migrasi dari rakyat di Cina yaitu wilayah antara lembah Ho Huang dan Kiang Yangtze ke wilayah selatan, yang juga memungkinkan terjadinya pencampuran perkawinan dengan kepercayaan lain.






4.      Peninggalan agama Buddha pada masa lalu di Thailand
Peningalan di sukhothai
Yaitu merupakan kerajaan tertua yang berdiri pada tahun 1238). Yang sebelumnya menjadi bagian dari Kerajaan Khmer di bawah Raja Ramkhamhaeng.
Peningalan kerajaan Ayutthaya
Berdiri  pada pertengahan abad ke-14 oleh Raja Ramathibodi (Uthong) dengan ukuran lebih besar dibandingkan Sukhothai. Kebudayaan dipengaruhi dengan kuat oleh Tiongkok dan India.

Peningalan di Nakon Pathom
Berupa candi sebagai obyek pemujaan terhadap Buddha dan patung Buddha bergaya Gupta dan disana juga terdapat Dharma Chakra, jejk kaki Buddha dan kursi serta prasasti bahasa pali.

5.             Keberadaan agama Buddha pada masa Thailand modern
Pada tahun 1826 Siam menandatangani perjanjian dengan Britania Raya, dan tahun 1833 menjalin hubungan diplomatic dengan Amerika Serikat. Yang menghasilkan Perjanjian Anglo-Siam. Ini menentukan batas-batas Siam dengan Malaya. Selain itu mengadakan perjanjian dengan Perancis yang menentukan batas timur yaitu Laos dan Khamboja. Akhirnya pada tahun 1932 mengakhiri monarki absolut di Thailand, hingga  muncul awal  kerajaan Thailand modern atau monarki konstitusional. Perubahan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Plaek Pibulsonggram tahun 1939. Tahun1941 terjadi perang Thai-Perancis. Tapi Thailand berhasil merebut Laos, sedangkan Perancis memenangkan pertempuran laut Koh-Chang. Perang tersebut berakhir karena peran Jepang dengan melepaskan wilayah sengketa kepada Thailand. Keberadaan agama Buddha di Thailand modern adalah agama Buddha Theravada yang merupakan ajaran sesepuh.
2.2.3        Sejarah masuknya agama Buddha di Laos
Agama Buddha di kenal di Laos sejak abad Ke 7 yang pada saat itu terdapat kerajaan Dvaravati yang makmur pada jaman Huang Tsang. Pada abad ke 8 Siam Dan Laos secara politis merupakan bagian dari Kamboja hal ini menjadikan Laos di pengaruhi kebudayaan dan agama Buddha, dimana agama Buddha dan Hindu hidup berdampingan.           
1.      Periodisasi perkembangan agama Buddha di Laos
a)        Masa kekuasaan Kamboja
Terjadi pada abad ke 8 Laos merupakan bagian dari wilayah Kamboja yang merupakan penganut Buddha sejak abad ke 5 M tepatnya pada masa pemerintahan Dinasti Funan.
b)        Masa kekuasaan Thailand
Terjadi pada abad pertengahan abad ke 13 dengan berakhirnya politisi Kamboja. Agama Buddha Theravada cukup berkembang di Laos atas peran seorang Raja Thai yaitu Sri Suryavamsa Rama Maha Dharmikarajadhiraja beliau selain sorang Raja beliau juga seorang Bhikku yang aktif menyebarkan agama Buddha keseluruh negeri dan pada masa kedudukanya mengadakan Sanghasamaya ke 8 di vihara Mahabodhi Arama di Chiengmai yang sekarang merupakan wilayah Thailand.
c)        Masa kerajan Lan Xang
Merupakan kerajaan setelah kedudukan kerajaan dari Thailand pada tahun 1353 Fa Ngum yang berada di Luang Prabang di bagian utara Laos, yang membawa Bikkhu Phramaha yang merupakan penganut sekte Theravada dari Khmer sebagai penasehat.



d)       Munculnya Liberalisasi
Pada tahun 1979 agama Buddha berkembang pesat karena munculnya liberalisasi yang membuat agama Buddha di Laos menjadi terus berkembang sampai sekarang dengan sekte terbesar adalah Theravada.
2.      Sekte agama Buddha yang berkembang di Laos
Sekte awal adalah Mahasanghika yang berkembang pada masa pemerintahan Kamboja di Laos pada abad ke 8. Selanjutnya pada abad ke 13 berkembang Sekte Theravada atas peranan Raja Thai yang mengantikan kekuasaan Kamboja dan aliran Tantra juga ikut berkembang pada masa ini.
3.      Pasang surut perkembangan agama Buddha di  Laos
            Penghambat perkembangan agama Buddha di Laos terjadi ketika terjadi gerkan komunit yang dinamkan Pathet Lao yang memenangkan perang saudara di Laos. Pada  masa kekuasaan Pathet Lao di berlakukan kebijakan yang akhirnya membawa dampak kemunduran agama Buddha kebijakan itu berupa pelarangan penyebaran agama Buddha di Laos akibatnya antara lain :
a)      Sangha atau Bhikkhu di larang berkhotbah
b)      Banyaknya Bhikkhu yang meninggalkan Sangha, seperti Sangharaja Thammoyun, yaitu dengan melarikan diri ke Thailand
c)      Adanya Bhikkhu yang setuju dengan Pathet Lao, dan bergabung dalam Lao United Buddhist Association.
d)     Jumlah anak laki-laki menurun, sehingga pentahbisan pun ikut menurun, dan banyaknya Cetiya/ Vihara yang kosong.
Agama Buddha kembali berjaya di Laos di awali dengan berlakunya paham liberalisme di Laos yang kemudian memberi dampak positif anata lain :
    a)     Meningkatnya jumlah bhikkhu pada tahun 1993 yang berpusat di Vientiane dan Lembah Mekong.
   b)     Berdirinya sekolah-sekolah Buddhis yang mengarah pada kurikulum politik, dan para Bhikkhu bertindak sebagai guru.
    c)     Adanya sebuah reformasi ekonomi, berupa sumbangan kepada vihara dan kemajuan agama Buddha.
   d)     Meningkatnya pentahbisan bhikkhu serta adanya undangan dari masyarakat dalam upacara pemberkatan.
    e)     Buddhisme Theravada dapat mempersatukan antara Buddhisme dengan Kebudayaan setempat.
4.      Peninggalan agama Buddha pada masa lalu di Laos
a)      Candi Luang Prabang, sebuah Candi/ Kuil dengan arsitektur Buddha yang Indah. Candi  ini dibuat seiktar  abad ke 16 dan digunakan oleh keluarga kerajaan pada upacara-upacara penting. Kini candi ini banyak dikunjungi oleh para Biarawan.

b)      Pha That Luang sebuah kuil yang didirikan sekitar abad ke-3. Pada masa Misionaris Buddha dari Kekaisaran Maurya yang diyakini telah dikirim oleh Kaisar Asoka, termasuk Kubur Chan atau Praya Chanthabury Pasithisak dan lima bhikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat yang membawa relik suci yang di yakini adalah reliks
bagian dada Sang Buddha yang di letakan di Stupa ini.
c)      That Dam adalah stupa besar di Vientiane, Laos. Disebut juga stupa hitam. Banyak yang percaya di stupa ini dihuni oleh tujuh naga  yang mencoba untuk melindungi mereka dari tentara dari Siam. Terjemahan bahasa Inggris dari nama Laos "Dam itu".

d)     Wat Si Saket adalah berupa Candi berdindingkan lebih dari 2.000 keramik dan gambar Buddha perak. Disebut juga rumah museum, yang dibangun tahun 1818 atas perintah raja Anouvong (Sethathirath V.). Candi ini mungkin sekarang candi tertua yang masih berdiri di Vientiane.

5.      Keberadaan agama Buddha pada masa Laos modern
Agama Buddha Theravada pada masa sekarang ini menjadi agama Buddha mayoritas terutama Agama Buddha dengan sekte Theravada karena adanya sinkretisme dengan budaya Laos. Masyarakat Laos yang beragama Buddha mencapai 65 %.
2.2.4        Sejarah masuknya agama Buddha di Vietnam
Masuk  dari dua arah, yakni Asia Tengah di utara (jalur darat) dan dari India melalui jalur perdagangan laut di selatan. Kepercayaan awal adalah Hindu dan Agama Buddha mulai dikenal sejak sebelum abad 3 M dengan bukti penemuan rupang Buddha dari bahan perungu pada masa Jaman Amaravati. Catatan resmi di cina memberitakan, bahwa ketika Cina menguasai Champa tentara kerajaan Cina membawa pergi 1.350 untuk di pekerjakan. Perkiraan awal agama Buddha di Vietnam berasal dari Cina berkaitan dengan pada masa kejayaan agama Buddha di Cina mulai berkembang pada abad ke 2 M dan pada masa itu juga wilayah Vietnam juga masih dikuasai bangsa Cina. Untuk selanjutnya aliran mahayana juga mulai terlihat pada masa pemerintahan Champa abad ke-8 di Vietnam atas peran raja Jaya Idrawarman II terlihat dari peningalan-peningalan yang ada di Dong-duong yang bercorak Mahayana yang dipengaruhi kebudayaan dari India dan Nusantara.
1.      Periodisasi perkembangan agama Buddha di Vietnam
Periodisasi perkembangan agama buddha di Vietnam dilihat dari periodisasi sejarah di Vietnam :
a)      Masa pra-Dinasti :
Pada masa ini 214 SM Vietnam adalah bagian dari wilayah Tiongkok yang dipimpin oleh kaisar Qin, namun pada abad ke 293 SM kekaisaran Qin terpuruk kedalam kekacauan. pemimpin milter Qin di Nanhai yang sekarang adalah Vietnam sebelah utara membentuk negara sendiri. Jadi Vietnam mengenal agama Buddha ini sama dengan Cina mengenal agama Buddha. Namun bukti lain menyatakan bahwa pada abad ke 3 Vietnam mulai mengenal agama Buddha. Pada tahun 557-640 aliran Ch’an atau Zen lebih berkembang pesat di Vietnam.

b)      Masa Dinasti.
Pada masa ini kebudayaan cina sudah merasuk kedalam kehidupan sosial budaya bangsa Vietnam. Seperti nilai ajaran Konghucu,Teoisme. Pada masa setelah keruntuhan kekaisaran Qin vietnam mulai berdiri kerajaan atau dinasti-dinasti dari utara seperti dinasti Han, dinasti Dong Wu, dinasti Jin, dinasti Sui dan dinasti Tang hal ini memunculkan kerajaan baru seperti Champa di selatan  dan Dai Viet di utara. Kerajaan Champa mulai terbentuk tahun 192 dan berakhir sekitar tahun 1700 an seiring mulai masuknya desakan dari kekuatan-kekuatan luar. Di masa lalu, kerajaan tersebut telah menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit di Nusantara.
Di masa Kerajaan Champa, pengaruh budaya India deras masuk ke Vietnam. Pengaruh agama Budha dan Hindu serta kultur India mendominasi kehidupan masyarakat, yang terlihat pada bangunan-bangunan arsitektural dan kehidupan ritual masyarakatnya. Pengaruh budaya India ke Vietnam ini sebagian juga dibawa melalui Nusantara. Periode Champa ini juga dikenal sebagai masa keemasan. Awalnya kerajaan terbagi dalam empat nagari, yaitu Amaravati (Quang Nam), Vijaya (Binh Dinh), Kauthara (Nha Trang), dan Panduranga (Phan Rang). Keempat nagari itu memiliki kekuatan armada laut yang kuat dan sering digunakan untuk mendukung kegiatan perdagangan. Pada tahun 400an Masehi, keempat nagari tersebut disatukan dalam suatu pemerintahan terpusat di bawah kendali Raja Bhadravarman. Pada 939 CE, orang-orang Vietnam berhasil mengalahkan militer Tiongkok di Sungai Bach Dang dan mendapatkan kemerdekaan setelah 10 abad di bawah kontrol Tiongkok. Mereka mendapatkan otonomi secara lengkap satu abad kemudian.
Pada masa pemerintahan Dinasti Tran, Dai Viet mengalahkan tiga usaha invasi Mongol di bawah Dinasti Yuan. Tiga kali dengan pasukan yang sangat besar juga dengan persipan yang hati-hati untuk serangan mereka, tetapi tiga kali berturut-turut orang-orang Mongol dikalahkan sama sekali oleh Dai Viet. Secara kebetulan, pertempuran terakhir dimana jendral Vietnam Tran Hung Dao mengalahkan kebanyakan militer Mongol diadakan lagi di Sungai Bach Dang seperti nenek moyangnya kurang lebih 300 tahun yang lalu. Feudalisme di Vietnam mencapai titik puncaknya saat Dinasti Le pada abad ke 15, khususnya selama masa pemerintahan Kaisar Le Thanh Tong. Antara abad ke 11 dan 15, Vietnam memperluas wilayahnya ke arah Sealatan dalam proses yang disebut Nam Tien (Perluasan ke Selatan). Mereka akhirnya menaklukan kerajaan Champa dan banyak kekaisaran Khmer.
c)      Masa kolonialisme perancis
Kemerdekaan Vietnam berakhir pada pertengahan abad 19 AD (Setelah Masehi), ketika Vietnam dikolonialisasikan oleh Kerajaan Perancis. Pemerintahan Perancis menanamkan perubahan signifikan dalam bidang politik dan kebudayaan pada masyarakat Vietnam. Sistem pendidikan modern gaya Barat dikembangkan dan agama Kristen diperkenalkan kepada masyarakat Vietnam. Pengembangan ekonomi perkebunan untuk mempromosikan ekspor tembakau, nila (indigo), teh dan kopi, Perancis mengabaikan permintaan akan pemerintahan sendiri (self-government) dan hak-hak sipil yang terus meningkat. Sebuah pergerakan politik nasionalis dengan cepat muncul, dan pemimpin muda Ho Chi Minh memimpin permintaan akan kemerdekaan kepada League of Nations (Liga Bangsa-Bangsa). Tetapi, Perancis memelihara dominasi kontrol terhadap koloni-koloninya hingga Perang Dunia II, ketika perang Jepang di Pasifik memicu penyerbuan ke Indochina. Sumber daya alam Vietnam dieksploitasi untuk kepentingan kampanye militer Jepang ke Burma, Semenanjung Malay dan India. Pada tahun terkahir perang, pemberontakan nasionalis berpasukan muncul di bawah Ho Chi Minh, melakukan kemerdekaan dan komunisme.
            Menyusul kekalahan Jepang, pasukan nasionalis melawan pasukan kolonial Perancis pada Perang Indochina Pertama yang dimulai pada tahun 1945 hingga 1954. Perancis mengalami kekalahan besar pada Pertempuran Dien Bien Phu dan dalam waktu singkat setelah itu ditarik dari Vietnam. Negara-negara yang berperang dalam Perang Vietnam membagi Vietnam pada 17th parallel menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan sesuai Perjanjian Geneva (Geneva Accords).
d)     Masa perang Vietnam
Perang Vietnam, juga disebut Perang Indochina Kedua, adalah sebuah perang yang terjadi antara 1957 dan 1975 di Vietnam. Perang ini merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu ideologi besar, yaitu Komunis dan Liberal. Dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina bersekutu dengan Vietnam selatan, sedangkan USSR dan Tiongkok mendukung Vietnam Utara.
Jumlah korban yang meninggal diperkirakan adalah 280.000 di pihak Selatan dan 1.000.000 di pihak Utara. Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga Vietnam ke negara lain, terutamanya Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan komunitas Vietnam yang cukup besar. Setelah berakhirnya perang ini, kedua Vietnam tersebut pun pada akhirnya bersatu pada tahun 1976.
2.      Sekte agama Buddha yang berkembang di Vietnam
I-Tsing memberitahukan bahwa agama Buddha di Champa pada umumnya beraliran Aryasamitiya di samping berkembang juga aliran lain seperti Sarvastivada. Dari bukti peningalan prasasti abad ke 8 berkembang juga aliran Sravakayana dan Mahayana muncul terlihat dari peningalan di Dong-duong oleh Raja Jaya Indrawarman II pada tahun 875 agama Mahayana bertahan hinga Abad ke 15 dan setelah masuknya bangsa Annam berkembang juga agama Buddha aliran dari Cina yang kemudian mengantikan aliran lama seprti aliran Chan ( Zen), Konfuisme, Taoisme, Konghucu. Theravada juga berkembang di Vietnam dengan adanya pembangunan vihara Theravada pertama pada tahun 1940 yang bernama Vihara Buu Quang (Ratana Ramsyarama) di dirikan di Saigon kepala viharanya adalah Ven Bikkhu Ho Tong  (Vansarakkhita) yang di tasbiskan di Kamboja oleh Ven Bikkhu Chuong Nath, Sangharaja kamboja.
3.    Pasang surut perkembangan agama Buddha di  Vietnam
Kejayaan agama Buddha masa lalu di Vietnam diawali munculnya kerajaan Champa dengan dukungan dari para Raja – Raja Champa, peranan serta raja-raja dalam menyokong agama Buddha antara lain:
1)      Indrawarman II (854-893) : Mendirikan bangunan besar Buddha, sebagai tepat suci agama Buddha yang terdapat di Dong-duong Di sebelah tengara Mison bercorak Mahayana. Indrawarman II mendirikan enam dinasti dalam sejarah Champa. Raja-rajanya lebih aktif daripada yang sebelumnya dalam perhatiannya pada kehidupan di negeri itu. Mereka bukan saja mendirikan tempat-tempat suci baru, tetapi juga melindungi bangunan-bangunan keagamaan itu dari para perampok dan memperbaikinya kembali jika rusak.
2)      Parameswaraman I
Beliau menekan pemberontakan di propinsi bagian selatan dan berusaha mengembangkan hubungan baik dengan kedua Annam dan Cina dengan sering-sering mengirim misi dan berupaya memajukan kembali kerajaan.
3)      Hariwarman IV  dinasti IX
Menjayakan agama Buddha dengan memperbaiki kerusakan bangunan  yang disebabkan oleh penyerangan dan membangkitkan kesejahteraan tahun 1155 memperbaiki kembali kerusakan-kerusakan karena perang dengan menggunakan sebagian barang jarahannya untuk memperbaiki candi-candi dan membangun yang baru. Beliau juga mengirim utusan ke Cina dan menenangkan Annam dengan membayar upeti secara teratur. Pada tahun 1663 mulai berkembang di tandai dengan adanya bangunan Pagoda Thien Mu yang di dirikan oleh dinasti Nguyen Huang. Pada tahun 1960 Thich Nhat Hanh mendirikan organisasi sosial School of Youth For Social Service (SYSS) di Saigon dan membantu memperbaiki serta membangun desa-desa, sekolahan, dan pusat perawatan kesehatan. Dan atas peranNya kini agama Buddha dapat perhatian dari dunia Luar dan dapat berkembang pesat di Vietnam dengan aliran Zen sampai saat ini.
Selain hal di atas adapun Penghambat perkembangan agama Buddha di Vietnam antara lain :
1)      Abad XI merupakan masa kehancuran Champa. Champa kehilangan Propisinya karena direbut oleh Annam. Mereka mengirim misi ke Cina berturut-turut dan tahun 1030 bersekutu dengan Suryawarman I dari Angkor. Tahun 1044 Annam melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Champa dan Champa mengalami kehancuran. Ibukota Vijaya direbut dan Raja Jayasimhawarman II dinaikan pangkatnya.
2)      Khmer juga mulai menyerang Champa, bagian utara Champa telah berada dibawah kekuasaan Khmer. Tetapi di bagian selatan Panduranga, seorang raja baru, Jaya Hariwarman I, bangkit tahun 1147. Kemudian setelah mendesak keluar pasukan Khmer, ia terus menyerang dan mengembalikan Wijaya dan menyatukan kembali kerajaan.
3)      Islam masuk ke Vietnam antara abad ke 11 – 14 dibawa oleh pedagang Timur Tengah dan Asia Barat. Komunitas Islam – yang di seantero negeri jumlahnya baru mencapai sekitar 66.000 orang itu – banyak berada di wilayah yang didiami oleh suku Champa dan provinsi bagian selatan. Islam di Vietnam terbagi dalam dua kelompok, yaitu Camp Ba-ni, biasa disebut kelompok Islam kuno dan Camp Islam atau kelompok Islam baru.
4)      Pada abad ke ke 19 Vietnam menduduki daerah Vietnam dan pada masa ini agama Buddha terancam atas masuknya agama Kristen dari Prancis.
5)      Pada masa perang Vietnam tahun 1957 agama Buddha mendapat tekanan dari Amerika yang akhirnya terjadi peristiwa bakar diri oleh Bikkhu  Thich Quang Duc.
4.      Peninggalan agama Buddha pada masa lalu di Vietnam
1)      Vihara di Dong duong yang dibangun oleh raja Jaya Indrawarman II tahun 875 kolese Buddhis tersebut didirikan oleh Raja Indravarman II pada tahun 875 dan memainkan sebuah bagian penting di Indrapura, ibukota Negara Kerajaan Champa. Kolese Buddhis Dong Duong berada di Komunitas Binh Dinh Bac Wilayah Thang Binh di Propinsi Quang Nam. Pada tahun 1902, seorang arsitek sekaligus arkeolog Perancis, H. Parmentier pertama kali menggali peninggalan Dong Duong, menemukan sisa-sisa kuil utama dan banyak karya patung yang berharga. Hal ini menggambarkan bahwa kuil utama dan menara-menara di sekelilingnya disusun dari barat ke timur dengan panjang 1.300 meter. Kuil utama terletak di area persegi yang memiliki panjang 326 meter dan luas 155 meter. Mayoritas karya patung tersebut dipajang di Museum Patung Da Nang dan mengandung unsur-unsur Buddhisme Mahayana dan Hinduisme dari pertengahan akhir abad kesembilan. Berdasarkan pada nilai budaya dan sejarahnya, kementerian budaya Vietnam mengakui Kolese Buddhis tersebut sebagai sebuah situs Warisan Nasional pada 21 September 2000.
2)      Pagoda long song
Satu bangunan penting agama Buddha di Vietnam berada di Nha Trang, kotaVietnambagian selatan, yakni Pagoda Long Son (Chua Long Son). Berada di distrik Phuong Son, kaki pegunungan Trai Thuy. Long Son aslinya berlokasi agak ke atas bukit, dibangun pada tahun 1886 dengan nama Dang Long Tu yang ketika itu jadi tempat tinggal para rahib di bawah pimpinan Thich Ngo Chi (1856 - 1935). Sebelum bergabung di Dang Long Tu, Thich Ngo Chi aktif jadi pendukung gerakan anti-Prancis. Dang Long Tu kemudian rusak berat akibat badai, sehingga pada tahun 1900 harus dipindahkan ke lokasi sekarang.
3)      Pagoda Taifung di Propinsi Ha Tai telah berdiri sejak tahun 1554.
4)      Pagoda Huong Tich di propinsi yang sama juga telah dibangun sejak abad ke-11.
5)      Pagoda Thien Mu ( Lady surgawi pagoda )
Di bangun pada tahun 1601 di buktit Khe Ha di kota Hue, merupakan situs peningalan agama Buddha. Di latar pagoda ini tersimpan juga mobil yang di gunakan Thich Quang Duc yaitu seorang bikkhu yang telah membakar dirinya di saingon sebagai aksi demontrasi atas kebijakan amerika yang melarang agama Buddha untuk melaksanakan ritual ke agamaan. Bangunan ini mulai konstruksi pada tahun 1601 di bawah Lord Nguyen Hoang, dan kembali direnovasi oleh Lord Nguyen Phuc Tan pada tahun 1665 . Pagoda rusak berat pada tahun 1943 maka sepenuhnya direnovasi selama lebih dari 30 tahun sesudahnya.
5.      Keberadaan agama Buddha pada masa Vietnam modern
Kebijakan terhadap agama di Vietnam mengikuti amanat Ho Chi Minh sehari setelah pernyataan kemerdekaan pada tanggal 3 September 1945. Ada enam hal penting yang disampaikan oleh Ho, satu di antaranya adalah kepastian adanya kebebasan bagi warganegara untuk mengikuti atau tidak mengikuti agama. Karena itu sejak konstitusinya yang pertama kebebasan beragama merupakan salah satu dari lima hak dan kewajiban yang utama dari warganegara. Pada Pasal 10 konstitusi itu menyatakan bahwa hak terhadap kebebasan berbicara, kebebasan melakukan penerbitan, kebebasan untuk berorganisasi dan berkumpul, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk melakukan perjalanan baik di dalam negeri maupun di luarnegeri. Kebebasan beragama (juga kebebasan untuk tidak beragama) diatur pula dalam Konstitusi 1959 dan terakhir dalam Konstitusi 1992. Salah satu pasal Konstitusi 1992 yang masih berlaku sampai saat ini menyatakan, bahwa setiap warganegara memiliki hak untuk bebas beragama baik menjadi pengikut agama maupun tidak menjadi pengikut agama. Semua agama mempunyai persamaan di depan hukum. Tempat beribadat umat beragama dilindungi oleh undang-undang. Tak seorang pun diperbolehkan mengganggu kebebasan berkepercayaan dan beragama, atau mengambil keuntungan dari agama secara melawan undang-undang dan kebijakan negara.
Agama  Buddha hidup subur diVietnam, bahkan jadi agama mayoritas. Dengan populasi umat Buddha hampir 35 juta jiwa, Vietnam menduduki tempat ketiga negara dengan penduduk beragama Buddha terbanyak di dunia setelah Tiongkok, Jepang, dan Thailand. Agama Buddha sudah berusia 19 abad di Vietnam, masuk dari dua arah, yakni Asia Tengah di utara (jalur darat) dan dari India melalui jalur perdagangan laut di selatan.
Pada saat ini Majelis Agama Budha di Vietnam memiliki empat buah institut agama Buddha, 38 sekolah agama Buddha, dan lebih 5.000 orang biksu/biksuni. Vietnam pada waisak ke 2555 BE menjadi tuan rumah perayaan waisak se Asia.
2.2.5      Perkembangan Agama Buddha di Burma (Myanmar)
1.  Awal Mula Agama Buddha di Myanmar
Negara Myanmar sebelum mengenal agama Buddha masyarakat asli atau orang Mon (Khmer) mempercayai kepada roh-roh. Dalam sejarah agama buddha Myanmar yang bersumber pada Sasanavamsa yang merupakan yang ditulis oleh Bhikkhu Pannasami mengenai cerita kunjungan Buddha ke Myanmar.
a)      Kunjungan ke Aparanta
Punna, Pedagang Sunaparanta menjadi Bhikkhu (dalam Punnovada Sutta), ketika kembali ke negaranya ia membangun vihara cendana merah untuk Buddha (Raja dari Pagan, Alaungsithu membangun candi). Punna mengundang Bhikkhu beserta 500 pengikut-Nya dengan menaiki tandu yang dibuat dewa Sakka, tetapi hanya terisi 499 karena satu tandhu untuk petapa Saccabandha di gunung Saccabandhadi pusat Myanmar. Dalam perjalanan pulang Buddha diundang raja naga bernama Nammada di sungai Nammada dekat gunung Saccabandha. Beliau meninggalkan jejak kaki (Siripada) yang dipuja oleh etnis Mon, Pyu dan Myanmar. Jejak kaki sempat tidak dikenal pada abad ke-15, sampai ditemukan kembali pada tahun 1638 oleh Raja Thalun dan menjadi tempat ziarah.
b)      Kunjungan ke Arakan
Raja dari Dhannavati bernama Candrasuriya berniat mengunjungi Buddha, karena harus melewati tempat berbahaya, akhirnya Buddha memutuskan untuk mengunjungi Raja. Buddhamemberi peninggalan gambar pada logam yang disimpan di candi Mahamuni di Dhannavati. Gambar tersebut pada tahun1784 ketika Raja Bodawpaya menaklukan Arakan, dipindahkan ke Pagoda Arakan di Mandalay.
c)      Diyakini bahwa pedagang dari Ukkala bernama Tapussa dan Bhallika bertemu Buddha setelah tujuh minggu setelah pencapaian kebuddhaan-Nya mereka diberi delapan helai rambut Buddha yang kemudian relik rambut tersebut dihormati di Pagoda Swedagon di Yangon, yang dibangun setinggi 27 kaki namun sekarang menjadi 370 kaki. Tapussa dan Bhallika menemukan tempat bernama Bukit Singuttara atas bantuan Raja Ukkalapa.
d)     Setelah konsili ketiga, Raja Asoka mengirim Bhikkhu Sona dan Uttara ke Suvannabhumi di Thaton dengan mengajarkan Brahmajala Sutta.
e)      Pada abad 11 bangsa mramas (Tibet-Dravida) mengembangan agama Buddha Tantrayana,sedangkan di Thaton berkembang agama Buddha yang berdampingan dengan agama Hindu.
f)       Pada tahun 1044, Raja Anawrata mempersatukan Mon dan Pyu menjadi Pegan, kemudian mengembangkan Buddhisme Theravada setelah terjalinnya persahabatan antara dirinya dengan Raja Srilanka bernama Vijayabahu.
2.      Perkembangan agama Buddha sejak kerajaan Pyu – sekarang
a)      Perkembangan di wilayah Pyu (110 SM – 840 M)
Lower Myanmar (Pagan) dihuni etni Pyu yang beribukotakan Sri Ksetra (dektar Prome) sebagai pengikut Theravada. Berdasarkan temuan arkeologis bahwa pada sekitar abad 1 atau 2 Pali teks Buddhis termasuk Abhidhamma teks dipelajari di Pyu, yaitu :
1.    Piring emas dengan prasasti yang berisi bagian dari Abhidhamma pitaka.
2.    Buku dengan 20 daun emas yang berisi ajaran Paticcasamuppada dan Vipassana - nana serta kutipan Abhidhamma dan pitaka lainnya. Prasasti tersebut identik dengan prasasti di India Selatan pada abad ke- 3 sampai abad ke- 6 M.
3.    Patung dan relief di Hmawza (dekat Prome) yang menyerupai gaya peninggalan Buddhisme di Amarawati, India, serta situs tempat ibadah Mahayana asal India. Peziarah Cina menyebutkan bahwa pada pertengahan abad ke- 3 terdapat kerajaan Lin – Yang (di sebelah Barat Kamboja, kemungkinan kerajaan Prome) yang menghormati Buddha dan terdapat beberapa ribu bhikkhu.
4.      Vihara dari batu bata dengan stupa dan candi di dekatnya dibangun pada abad ke- 4 ditemukan di Beikthano, identik dengan vihara dari Nagarjunakonda pusat agama Buddha di India Selatan. Pada abad ke- 5 para bhikkhu dari Deccan, India Selatan adalah guru dari etnis Mon dan Pyu dalam seni, ilmu dan agama Buddha Theravada. Agama Buddha Theravada lebih berkembang di Pyu yang memiliki peradaban lebih maju daripada Mon, karena di sekitar Prome ditemukan situs perkotaan paling awal di Asia Tenggara. Dari penemuan arkeologis tersebut disimpulkan bahwa Pyu mendapat pengaruh Buddhisme dari India Selatan bukan dari Sri Lanka.
b)      Perkembangan di wilayah Mon/ Upper Burma (abad 9 – 11, 13 – 16, 18 M)
Buddhisme masuk ke kerajaan Mon pada abad pertama atau kedua masehi berdasarkan temuan arkeologis. Dalam prasasti raja India Selatan bernama Nagarjunakonda disebutkan bahwa Cilatas (disebutkan oleh Ptolemeus dan dalam bahasa Sanskerta) bahwa terdapat bhikkhu yang dikirim untuk mengajarkan agama Buddha kepada etnis Cilata. Temuan arkeologis kerajaan Mon Myanmar ditemukan di P’ong Tuk di Thailand Selatan berupa, bangunan berisi potongan – potongan platform dan fragmen yang mirip Anurudha pura di Sri Lanka, serta patung dari India pada periode Gupta (320 – 600). Temuan tersebut menunjukkan bahwa peradaban Mon berasal dari Mon Dvaravati di Thailand Selatan.
Peziarah Cina Yuan Chwang menjelaskan bahwa negara Mon membentang dari Prome sampai Cenla Timur termasuk Irawadi dan Sittang pada abad ke- 5, Tathon dan Pegu (Pago) pertama kali disebutkan dalam komentar literature Buddhis. Raja Pago bernama Pissa meninggalkan agama Buddha beralih ke Brahma kemudian menghancurkan gambar Buddha tetapi kemudian ia menganut agama Buddha. Agama Buddha Theravada berkembang di Mon di Dvaravati dan Tathon, namun peradaban Mon di Thailand Selata n tidak selamat dari serangan Khmer pada abad ke- 11 yang menyembah dewa Hindu. Kerajaan Mon ditaklukan oleh Pagon. Buddhisme di Myanmar bangkit dengan adanya acarya Buddhaghosa yang dipercaya berasal dari kerajaan Mon di Thaton.
2.2.6        Perkembangan sejarah agama buddha di Singapura
Agama Buddha pertama kali masuk ke Singapura diperkirakan terpengaruh oleh Kerajaan Sriwijaya. Agama Buddha di Singapura dinut oleh mayoritas ernis Cina, kemudian Sri Lanka, dan Thailand. Sekte yang berkembang paling dominan adalah Mahayana, Theravada, dan Vajrayana (Tibet). Perwakilan organisasi Buddhis di Singapura disebut Singapore Buddhist Federation. Pemuda-pemudi Buddhis Singapura tergabung dalam organisasi yang terdapat di Candi Kong Meng San Kark See, Singapore Buddhist Mission Youth, WAY (Wat Ananda Youth), The Buddha Fellowship, NUS Buddhist Society, NTU Buddhist Society, Singapore Polytechnic Buddhist Society, Nanyang Polytechnic Buddhist Society, Ngee Ann Polytechnic Buddhist Society, Amitabha Buddhist Centre, Firefly Mission, YBC (Young Buddhist Chapter), 3GEMS (Buddhist guided tours), dan sebagainya. Perkembangan agama Buddha didukung oleh bhikkhu-bhikkhu dari Sri Lanka, Thailand, dan dari Negara Timur Selatan yang mengajarkan Dhamma ke Singapura. Di Singapura, muncul vihara-vihara Theravada seperti Candi Sakyamuni Buddha Gaya. Muncul organisasi Buddhis Jepang yaitu Soka Gokai International. Candi Buddha Mahayana Cinadi Singapura yaitu Vihara Kong Meng San Phor Kark, Vihara Theravada adalah Wat Ananda Metyarama.
2.2.7      Perkembangan sejarah agama Buddha di Malaysia
Agama Buddha adalah agama terbesar kedua di Malaysia yang dianut oleh etnis Cina di Malaysia. Penyebaran agama Buddha di Malaysia terjadi pada abad ke- 2 SM dan adanya pedagang India ke tanah Melayu. Periode perkembangan agama Buddha di Malaysia yaitu :
1.      Periode Awal Masuknya agama Buddha :
a)      Masuknya agama Buddha ke Malaysia terutama di Kedah adalah datangnya Bhikkhu Sona dan Uttara setelah konsili ke- 3.
b)      Pada abad ke- 5 agama Buddha berkembang baik di Semenanjung Melayu, dengan ditemukannya peninggalan arkeologi di Kuala Selinsing, Tanjung Rambutan, Lembah Kinta, Bidor dan beberapa tempat lainnya.
c)      Pada abad ke- 7 agama Buddha Mahayana berkembang di Semenanjung Melayu di bawah kekuasaan Sriwijaya.
2.      Kemunduran agama Buddha :
a)      Pada abad ke- 10 Raja Parameswara (Phra Ong Mahawangsa) mendirikan Kesultanan Malaka dengan memeluk agama Islam.
b)      Pada abad ke- 11 Kerajaan Kedah diserang Chola dan Tamil, sedangkan raja Kedah bernama Phra Ong Mahawangsa mencela agama dari India.
c)      Pada abad ke- 12 Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran termasuk agama Buddha yang mempengaruhi perkembangan Buddhisme di Semenanjung Malaya.
d)     Pada abad ke- 15 rakyat Semenanjung Melayu memeluk agama Islam dan menjadi agama utama.
e)      Peninggalan kebudayaan Buddhisme terdapat di Kedah, Perlis dan Barat dengan pengaruh negeri Thai. Unsur Buddhisme terdapat juga dalam drama Menora dan wayang kulit.
3.      Periode Kontemporari :
a)      Agama Buddha mengalami kebangkitan kembali dengan datangnya imigran dari Cina pada abad ke- 17.
b)      Ditemukan patung Buddha dari kuningan, ditemukan di tambang timah di Pengkalan Pegoh, Ipoh, Perak pada tahun 1931.
c)      Aliran agama Buddha selanjutnya dipengaruhi kebudayaan Thailand, Sri Lanka, Burma, Jepang, dan Tibet.
d)     Muncul organisasi Buddhis seperti YBAM (Young Buddhist Association of Malaysia) dan MBA (Indonesian Buddhist Association) pada tahun 1950.
e)      Berdiri organisasi Muda Buddhis Malaysia pada 1955, yang diprakarsai oleh bhikkhu berkebangsaan Amerika bernama Ven. Sumangalo yang mendirikan Kumpulan Belia Persatuan Buddhis Pulau Pinang.
f)       Sejak saat itu berdiri organisasi – organisasi Buddhis di Malaysia yang tergabung dalam Kesatuan Persaudaraan Buddhis Malaysia namun tidak aktif sejak 1965.
g)      Berdiri Persatuan Belia Buddhis Malaysia (Young Buddhist Association of Malaysia, YBAM) sebagai hasil seminar pada 25 – 29 Juli 1970 di University Malaya, Kuala Lumpur, yang mengkondisikan munculnya organisasi yang sampai 1994 berjumlah 260.
h)      Terdapat Buddhist Missionary Society oleh kelompok pemuda yang melakukan aktivitas keagamaan.
i)        Pada akhir abad ke- 19 terdapat penganut Theravada di Malaysia yang membentuk organisasi Sasana Abhiwurdhi Wardhana Society (SAWS)
yang beranggotakan imigran dari Sri Lanka.
j)        Bhikkhu dari Sri Lanka mendirikan vihara seperti Mahindarama di pulau Penang dipimpin Ven. Pemaratana (1957 – 1997).
k)      Datang Bhikkhu Sumangalo dari Amerika pada tahun 1957.
l)        Terdapat candi bernuansa Burma yaitu Candi Dhammikarama yang populer setelah Ven Pannavamsa datang pada tahun 1961, dan terdapat vihara Thailand Wat Ping Ban Onn di Penang sebagai pusat meditasi Buddhis Malaysia.
4.      Orang Malaysia yang menjadi bhikkhu adalah :
a)      Ven. Sujivo yang menjadi samanera pada tahun 1975 dan mendirikan pusat meditasi Santisukharama di perkebunan karet Kota Tinggi, Semenanjung, Malaysia.
b)      Ven. Suvanno yang terkenal sebagai bhikkhu Kharismatik yang fasih dalam Bahasa Inggris dan Hokkian. Ia mendirikan pertapaan Buddha di desa sebelah utara dari Lunas.
c)      Ven. Aggacitta yang dihormati atas pengetahuannya tentang Vinaya dan kitab suci, menerjemahkan buku “in this very life”, dan mendirikan Buddha Sasanarakkha Sanctuary sebagai vihara hutan untuk latihan meditasi.
d)     Ven. Mahinda, yang menjadi bhikkhu ketika bertemu bhikkhu dalam masa belajarnya di New Zealand, namun ia berada di pusat meditasi Aloka di dekat Sidney, Australia.
e)      Ven. Kattapunna mendirikan Solitude Grove yaitu pertapaan hutan di Penang.
Ven. K. Sri Dhammananda berperan penting dalam perkembangan Theravada sejak kedatangannya pada tahun 1951 ketika diundang oleh SAWS yaitu :
a)      Bertemu kolonial Inggris, Sir Gerals Templar yang ingin menghilangkan pengaruh komunis dengan memberikan khotbah Buddhis kepada etnis Cina yang mendukung pemberontak.
b)      Pada tahun 1962 Ven. K. Sri Dhammananda membentuk Buddhist Missionary Society (BMS) untuk meningkatkan upaya misionernya.
c)      Masyarakat banyak mencetak gambar, buku, dan buklet Ven. K. Sri Dhammananda sebagai pengenalan Buddhisme secara luas kepada masyarakat Malaysia.
d)     Memberikan khotbah di Maha Vihara Buddha, Brickfields di Kuala Lumpur.
e)      Ven. K. Sri Dhammananda mendirikan Ti-Ratana Welfare Society (Ti-Ratana Kesejahteraan Masyarakat), Panti Asuhan Ti-Ratana (Ti-Ratana Orphanage), dan Ti-Ratana Community Centre di Kuala Lumpur.
f)       Pada Desember 1976 mengadakan kegiatan Pabbaja Samanera sehingga beberapa bhikkhu belajar di Sri Lanka dan berdiam di vihara Brickfields.
g)      Ven. K. Sri Dhammananda dibantu oleh bhikkhu dari Sri Lanka yaitu :
1)      Ven Gunaratana setelah sepuluh tahun (1958 – 1968) di Malaysia mendirikan Bhavana Society di West Virginia, Amerika Serikat.
2)      Ven Wimalajothi (1976 – 1987) yang kemudian kembali ke Sri Lanka mendirikan Pusat Kebudayaan Buddhis.
2.2.8 Perkembangan sejarah agama Buddha di Filipina
Filipina mendapat pengaruh Buddhisme Vajrayana pada abad ke- 7 ketika kerajaan Sriwijaya menguasai Malaysia yang berlangsung selama abad ke- 7 sampai abad ke-13. Kekuasaan Sriwijaya di Filipina terbukti dengan adanya “Lempeng Tembaga Laguna” yang ditulis dalam tulisan Kawi, dan bahasa campuran Tagalong, Malay Lama, dan Sanskerta pada tahun 900 M. Antara abad ke- 14 sampai abad ke- 20 datang pedagang Cina dan India yang membawa ajaran Buddha dan ikonografi Buddhis dengan bukti adanya patung Buddha dan artefak pada zaman ini. Sekte yang berkembang adalah Mahayana, Nichiren, Theravada dan Vajrayana. Sekte Nichiren diperkenalkan bhikkhu dari Jepang pada abad ke- 13. Sekte Theravada diperkenalkan dari Sri Lanka dan Thailand. Sekte Vajrayana diperkenalkan dari Tibet. Di Thailand ditemukan arkeologi dengan penanggalan abad ke- 7 berupa patung Buddha ikonografi Vajrayana, patung Padmapadi dan Tara Emas yang ditemukan pada 1917 di Esperanza. Terjadi perdagangan dengan Champa (Vietnam) pada abad ke- 9 di Butuan (Mindanao, Filipina Selatan) dan di Ma-I (Mindoro, Filipina Tengah) dengan pengaruh Buddha yang kuat. Pada tahun 1001 M pengauasa Buddhis Bhutan, Saru Bata Shaja, membuat anak sungai ke Cina diikuti penguasa Basilan (Filipina Selatan) dan Pangasinan (Filipina Utara) empat ratus kemudian. Masa penguasaan Spanyol :
a)      Pada tahun 1481 Spanyol menguasai Filipina dengan mengusir atau menyiksa umat non-Katolik dibawah kekuasaannya dengan izin Paus Siktus IV.
b)      Pada tahun 1571 Manila tunduk pada hukum dan Uskup Agung New Galacia (Mexico).
c)      Pada tahun 1595 diangkat Uskup Agung Manila yang sampai 1898 Spanyol aktif melakukan inkuisisi terhadap Protestan, Buddha, Hindu, dan Islam.
d)     Terjadi sinkretisme antara agama Hindu, Buddha, Katolik, dan agama pribumi agar dapat bertahan dari penguasaan Spanyol, dengan memadukan ibadah dan ikonografi seperti pada patung Bunda Maria yang identik dengan patung Tara Binondo, juga adanya biskuit Saint Nicholas/ Saniculas yang populer di kalangan Kapampangan Katolik tetapi memiliki akar Buddhisme. Agama Buddha hampir menghilang di Filipina selama hampir empat ratus tahun dalam penguasaan Spanyol.
e)      Masa Penguasaan di Amerika :
1)      Dengan adanya revolusi dan datangnya rezim Kolonial Amerika pada tahun 1898 terjadi kebebasan beragama.
2)      Dibangun candi Mahayana dan Zen pada 1920 dan 1930 dengan banyaknya penduduk Jepang, Cebu, dan Cina.
3)      Pada 1960 datang pengungsi Vietnam yang mendirikan kuil di Palawan, dan banyak bermunculan candi–candi Buddha Jepang serta muncul organisasi Sokka Gakkai Internasional.


f)       Agama Buddha dewasa ini :
1)      Dewasa ini penganut Buddha berjumlah 1 – 3 % dari penduduk Filipina dengan sekte Mahayana dan Zen yang dianut sedangkan sekte Theravada dianut oleh warga negara dari Sri Lanka, Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Laos.
2)      Pengaruh linguistic dari konsep Hindu dan Buddha masih ada di Filipina. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTERISTIK INOVASI

BAB II KARAKTERISTIK INOVASI 2.1 Pengertian Karakteristik Inovasi Secara etimologis, istilah karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni  characteristic , yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu. Secara garis besar karakteristik itu adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Secara umum, Karakteristik Inovasi Pendidikan dapat diartikan berdasarkan kata Karakteristik dan Inovasi Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak atau karakter yang dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, tanda khusus. Inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery yang di gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendid

ANALISIS PEMBELAJARAN

Pengertian Analisis Pembelajaran Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Analisis memiliki arti sebagai tindakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dalam makna lain analisa atau analisis dikatakan sebagai kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah kegiatan atau tindakan guna meneliti struktur kegiatan atau tindakan tersebut secara mendalam. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu upaya merangkum sejumlah besar data  mentah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk kemudian diolah menjadi informasi yang dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Analisis pembelajaran adalah langkah awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pembelajaran. Langkah-langkah sistematis pembelajaran secara keseluruahan terdiri atas ; 1). Analisis kebutuhan pembelajaran, 2) Menentukan tujuan pembelajaran, 3). Memilih dan mengembangkan bahan ajar, 4). Memilih sumber belajar yang relvan, 5). Memili

Sistem Pendidikan di Italia

Italia menganut sistem pendidikan berupa sekolah publik yang cakupannya sangatlah luas dimana sistem pendidikan di negara ini sudah berlangsung sejak 1859, ketika Legge Casati (Casati UU) mengamanatkan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama (Penyatuan Italia, terjadi di tahun 1861). Undang-undang yang dibuat Casati merupakan undang-undang yang mewajibkan pendidikan dasar dengan tujuan untuk mengurangi buta huruf yang ada di negeri Italia. Undang-undang ini memberikan kontrol pendidikan dasar ke satu kota, dari pendidikan menengah ke regioni (negara), dan perguruan tinggi yang dikelola oleh Negara. Bahkan dengan Undang-Undang Casati yang telah diberlakukan dengan mewajibkan siswa untuk mendapatkan pendidikan, tetap saja masih ada anak yang tidak dikirim sekolah oleh orangtuanya terutama di daerah pedesaan bagian Selatan Italia. Seiring berjalannya waktu, undang-undang yang mengatur tentang pendidikan terus dikaji hingga akhirnya Italia memiliki suatu sistem yang digunakan oleh s